Cagar Budaya merupakan warisan budaya materi yang kini dianggap sebagai sumberdaya yang strategis karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaaan. Munculnya UU RI No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya adalah adanya perubahan paradigma pelestarian warisan budaya. Perubahan paradigma tersebut sesungguhnya tidak lepas dari perubahan paradigma bidang arkeologi dengan muncul konsep cultural resource management (CRM) yang kemudian dikenal dengan manajemen sumberdaya budaya. Potensi tinggalan arkeologi di Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau tersebar pada kondisi geografis dan ekologis yang beragam mulai dari dalam air, pesisir pantai, lembah, hingga daerah pegunungan, dari kota yang padat penduduk hingga pedesaan. Disamping keberadaannya yang tersebar dengan ragam kondisi geografis dan ekologis tersebut, tinggalan arkeologi pada dasarnya juga sedang menghadapi ancaman baik dari dalam maupun dari luar.

Dalam konsep CRM, salah satu penyebab rusak dan hilangnya sumberdaya budaya adalah bencana. CRM mempertimbangkan dan memasukkan upaya mengurangi risiko bencana dan penanggulangan bencana dalam pelestarian Cagar Budaya. Dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010, upaya mengurangi risiko dan penanggulangan bencana adalah bagian dari penyelamatan Cagar Budaya yaitu upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. Sistem dalam menghadapi bencana diistilahkan dengan manajemen bencana. Salah satu tindakan yang dilakukan dalam manajemen bencana adalah mitigasi bencana.

Kata kunci:  cagar budaya, pelestarian cagar cudaya, mitigasi bencana

  1. PENDAHULUAN

            Indonesia sebagai negara dengan ragam tinggalan budaya telah banyak menarik perhatian peneliti bahkan wisatawan yang datang beberapa belahan dunia. Tinggalan budaya khususnya kebudayaan materi merupakan warisan budaya yang mesti dijaga dan dilestarikan secara bersama dengan semangat gotong royong yang masih tertanam pada masyarakat Indonesia hingga sekarang. Warisan budaya menurut Konvensi Warisan Dunia oleh UNESCO (2005) terdiri dari monumen, kumpulan bangunan dan situs. Monumen mencakup karya patung dan lukisan yang monumental, karya arsitektur, elemen atau struktur yang bersifat arkeologis, prasasti, gua hunian dan kombinasi ciri-ciri yang memiliki nilai universal dan luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau sains. Kumpulan bangunan mencakup kumpulan bangunan terpisah atau terhubung yang karena arsitektur, homogenitas, atau tempatnya dalam lansekap, memiliki nilai universal luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau sains. Situs mencakup karya manusia atau gabungan antara karya manusia dengan karya alam dan kawasan yang termasuk situs arkeologis yang memiliki nilai universal luar biasa dari sudut pandang sejarah, estetika, etonologi atau antropologi (Unesco, 2005: 22).

Di Indonesia, warisan budaya atau tinggalan arkeologis yang telah mendapat perlindungan hukum disebut sebagai  Cagar Budaya. Perlidungan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 1 : Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya…

selengkapnya download>>>> Mitigasi dalam Konteks Pelestarian Cagar Budaya