Revitalisasi dan Adaptasi Cagar Budaya
dalam Kesamaan Paradigma Pelestarian

Oleh: Dafriansyah Putra

Selain penelitian, bentuk kegiatan pengembangan lainnya adalah revitalisasi. Undang-undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya memaknai revitalisasi sebagai kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Sedangkan secara harfiah, revitalisasi diartikan sebagai: proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali (KBBI Daring edisi III – pusatbahasa.diknas.go.id)

Seiring dengan pesatnya jalaran perkembangan kawasan yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan areal yang produktif, maka tak ayal pada daerah-daerah tertentu akan serta-merta mengalami penurunan, entah itu terhadap produktivitas ekonomi maupun kualitas lingkungan. Jika ditilik secara saksama, faktor-faktor pemicu kemerosotan itu sejatinya memang dipantik dari apa-apa yang berada di luar objek—lebih bersifat eksternal.  Akan tetapi, akibatnya secara langsung atau pun tidak langsung akan sangat berdampak buruk pada nilai lokasi atau pun eksistensi objek yang berada di dalam kawasan tersebut.

Keberadaan suatu objek menjadi bagian dari lingkungan, dan lingkungan merupakan sebuah kepingan dari luasnya bentangan kawasan. Jika aksesibilitas pada suatu lingkungan untuk mencapai sebuah objek tidaklah tersedia, atau sekalipun tersedia namun kondisinya yang tidak nyaman untuk dilalui, maka kondisi tersebut jelas akan terjerembap pada nilai lokasi, cenderung akan berdampak pula pada penurunan atas nilai objek. Pada dasarnya, upaya revitalisasi membutuhkan ide segar dan kreativitas dalam menghidupkan kembali nilai penting (signifikansi) tinggalan.

Untuk itu, revitalisasi menjadi satu langkah jitu agar tingkat kevitalan suatu tinggalan objek Cagar Budaya akan kembali terangkat, sehingga kelak juga akan berdampak positif bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat dan senantiasa terpertahankannya ciri budaya lokal, sebagaimana amanat Pasal 82, Undang-undang Cagar Budaya.

Bentuk pengembangan lainnya pada objek Cagar Budaya berupa kegiatan adaptasi. Undang-undang No. 11 tahun 2010 menjelaskan bahwa adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Dalam melaksanakan adaptasi pada objek Cagar Budaya, terdapat hal-hal yang mesti dipertahankan: ciri asli atau fasad suatu Bangunan/Struktur Cagar Budaya serta ciri asli landsekap atau permukaan tanah pada objek Cagar Budaya. Adapun bentuk-bentuk adaptasi dapat dilakukan dengan cara: mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada Cagar Budaya, menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan, mengubah susunan ruang secara terbatas, mempertahankan gara arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.

Adaptasi umumnya dilakukan pada objek berupa Bangunan Cagar Budaya. Meski fungsi bangunan tersebut akan diubah, akan tetapi nuansa bangunan yang dipertahankan dapat menjadi karakter penguat bagi bangunan itu sendiri. Langgam bangunan yang khas adakalanya menjadi pamor tersendiri yang ditonjolkan dalam adaptasi. Misalnya, pada bangunan tinggalan kolonial yang sarat akan lengkungan konstruktif pada fasad bangunan, jendela angin yang besar serta bentangan ruang yang lapang, akan serta-merta menyiratkan gaya/wujud identik, akan menjadi citra yang kuat, menjadi kesan tersendiri dari inovasi masa silam.

Pada  dasarnya adaptasi dan revitalisasi dilakukan untuk menumbuhkan nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan fungsi baru tanpa menimbulkan perubahan yang drastis dan tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian Cagar Budaya.

Peran serta pemerintah, hingga masyarakat sebagai pemiliki sah dalam mengimplementasikan adaptasi dan revitalisasi yang tidak semata dicitrakan sebagai pembangunan fisik semata, namun sejatinya lebih menitikberatkan penumbuhan nilai-nilai penting tinggalan dalam kesamaan paradigma pelestarian.