You are currently viewing Ruang Belajar di Situs Cagar Budaya

Ruang Belajar di Situs Cagar Budaya

Ruang Belajar di Situs Cagar Budaya
Oleh: Harry Iskandar Wijaya

 

Menerima ilmu pengetahuan dan menympannya dalam bayang-bayang pemikiran yang entah seperti apa. Cerita-demi cerita bersejarah nan menarik berakhir di depan pintu keluar kelas. Sebuah bayang-bayang nyata yang terkadang tidak disadari dalam memahami nilai-nilai dari pembelajaran kebudayaan tentang objek cagar budaya.

Perubahan zaman mengubah paradigma tentang cagar budaya itu sendiri sebagai cuilan masa lalu yang tua, kuno, berdebu, rapuh dan tidak ada artinya bagi masa depan. Ketakutan terhadap para generasi yang demikianlah yang seharusnya dapat membuka mata hati kita dalam melihat sisi terang dari cagar budaya itu.

Salah satu cara untuk dapat menjadikan cagar budaya agar memiliki eksistensi di dunia pendidikan adalah dengan memanfaatkan cagar budaya tersebut sebagai media pembelajaran yang menarik. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, dijelaskan bahwa cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk pendidikan. Inilah yang menjadi momentum bagaimana mencurahkan ide-ide kreatif guna membangkitkan daya tarik pelajar untuk tidak hanya memahami cagar budaya dari ruang kelas saja, namun jauh lebih luas dari itu.

Mengunjungi situs-situs cagar budaya yang ada di daerahnya dapat memunculkan rasa peduli dan cinta terhadap cagar budaya itu sendiri, karena akan memperlihatkan suatu wujud nyata tentang hasil peradaban leluhur mereka yang harus dijaga dan dilesarikan. Hal ini harus seiring dengan publikasi cagar budaya itu sendiri, suatu konsep pemikiran untuk memahami arti penting cagar budaya yang menarik dengan disertai dengan perjalanan wisata yang tidak membosankan.

Dengan melihat wujud fisik dari cagar budaya itu sendiri akan memberikan kesan yang tidak mudah untuk dilupakan. Sebuah pemikiran yang terbesit ketika melihat cagar budaya memanglah tidak seindah dari cerita sejarah yang mereka dengarkan, namun inilah yang menjadi dasar untuk dapat terus memahami cagar budaya sebagai unsur yang diwariskan dari masa lalu.  Pemikiran generasi muda terhadap cagar budaya memungkinkan memunculkan kritikan. Namun, kelak memunculkan sebuah solusi yang menjadi misi mereka nanti di masa depan dalam melestarikan cagar budaya dan memunculkan eksistensinya.

Cagar budaya sangatlah banyak dan beragam, dan banyak pula hal yang dapat kita pelajari darinya. Cagar budaya meliputi warisan kebendaan, baik berupa benda, bangunan, struktur dan kawasan cagar budaya yang ada di darat dan/atau di air. Semua itu, merupakan bagian dari cagar budaya yang harus dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, pendidikan dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Tidaklah bisa kita membayangkan suatu bentuk peristiwa masa lalu tanpa unsur benda yang menyertainya. Tidak menarik pulalah jika memahaminya nilai pentingnya itu tanpa melihat wujud dari benda itu sendiri.

Sebuah imajinasi tentang kejadian masa lalu akan lebih tervisualisasikan dengan melihat walau hanya sebagian dari unsur peninggalan itu. Lebih menarik mendengarkannya di ruang kelas yang sejuk saja ketimbang berpanas-panasan di bawah terik panas matahari, hanya untuk melihat tuanya sebongkah batu cagar budaya yang terhampar di tengah semak belukarnya modernitas saat ini.

Kemajuan zaman tidak dapat dihentikan dan akan terus meninggalkan semakin jauh warisan budaya masa lalu. Memberikan nilai-nilai cagar budaya yang disandingkan dengan kehidupan serba modern saat ini, sesungguhnya sangatlah menarik. Memberikan pembelajaran tentang cagar budaya dengan contoh perkembangan yang muncul dari masa lalu, seharusnya bukanlah sebuah candaan lagi di dalam ruang kelas. Misalnya dengan memberikan sebuah contoh sederhana kehidupan masa lalu di masa berburu yang memotong daging dengan sebuah batu tajam, namun pada saat ini sudah menggunakan pisau tajam untuk memotong. Seharusnya bukanlah sebuah cemoohan terhadap ketertinggalan peradaban di masa itu, apalagi jika mereka tau seperti apa sebuah batu tajam yang dimaksud.

Generasi muda para pelajar Indonesia tidak bisa hanya diam dan mendengarkan cerita si kulit keriput yang sebentar lagi menemui ajalnya. Sudah seharsnya kita tahu dan pernah berada di samping benda tua itu untuk di kemudian hari dapat menjadi pembelajaran bagi generasi selanjutnya.