Masjid Jami Atul Khair Mempawah

0
1966

Masjid Jami Atul Khair Mempawah

Masjid Jamiatul Khair terletak di Kelurahan Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Lokasi masjid ini berada di tepi Sungai Mempawah, dan letaknya tak jauh dari Istana Amantubillah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kraton Mempawah.

Masjid Jamiatul Khair didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1324 H atau tanggal 25 Desember 1906, oleh Panembahan Mempawah Muhammad Taufik Akamaddin yang biasa juga dengan sebutan Gusti Muhammad Taufik. Beliau adalah putra Gusti Ibrahim, yang bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin (1864-1887). Penobatan Gusti Muhammad Taufik dilakukan karena menggantikan Gusti Intan, menantu Gusti Ibrahim atau yang tidak lain juga adalah saudara ipar Gusti Muhammad Taufik pada tahun 1902.

Menurut riwatnya, masjid dengan luas bangunan 18 x 18 meter ini sudah tiga kali berpindah lokasi. Masjid pertama kali dibangun di Kampung Berunai, kemudian dipindahkan ke Kampung Siantan dan yang terakhir dipindahkan ke lokasinya yang sekarang. Kampung Pulau Pedalaman yang menjadi tempat terakhir dibangunnya masjid ini dipilih pihak kerajaan karena lokasinya sangat strategis. Selain berada di pinggir Sungai Mempawah, lokasi ini juga tidak jauh dari Istana Amantubillah. Sungai saat itu menjadi urat nadi perekonomian dan sampan digunakan sebagai alat transportasi utama, sehingga warga yang menggunakan sampan dengan mudah dapat menjangkau masjid ini.

Areal masjid awalnya cukup luas, namun pihak kerajaan melakukan pembagian lahan di kawasan itu untuk tempat tinggal kerabat dan juga terdapat lahan untuk tanah wakaf keluarga. Sehingga pada masa kini disekitar istana maupun masjid sudah dikelilingi dengan rumah-rumah para kerabat.

Walaupun telah berusia 111 tahun, kondisi Masjid Jamiatul Khair sangat baik. Sebagian besar kerangka bangunan yang menggunakan kayu belian seperti tiang, lantai dan dinding masjid, tetap terawat. Atap masjid juga terbuat dari sirap belian, namun sebagian telah dilapisi atap seng. Pondasi bawah masih menggunakan tongkat belian, namun kini dibuat dinding semen agar kolong tak terlihat. Lantai masih mempertahankan papan belian. Bisa menampung jamaah pada posisi duduk 800 orang. Khas masjid ini adalah warna kuning telur dengan kombinasi hijau. Tiang pilar ada empat buah dan tiang-tiang di pondasi dinding serta pada daun jendela. Juga dinding papan belian yang dipasang secara berdiri masih asli. Pergantian yang dilakukan hanya pada kubah, yang semula disusun dari atap sirap kini dilapisi seng, namun atap sirap tidak dilepas agar tetap tahan dan menjaga keasliannya. Bangunan ini memiliki tiga kubah dengan bentuk limas dan di atas kubahnya terdapat kendi. Tempayan atau kendi kecil ini dipertahankan, karena ada amanah dari Panembahan Muhammad Taufik Akamaddin, yang meminta kendi di atas kubah tetap dipertahankan.

Bagian dalam masjid

Kini, Masjid Jamiatul Khair telah menjadi salah satu ikon wisata di Kabupaten Pontianak. Tak hanya kekhasan bangunannya semata, tetapi juga pada nilai kesejarahan yang diukir dan diperankan oleh keberadaan masjid kuno ini. Konservasi nilai kesejarahan tinggalan masjid ini menjadi penting dilakukan, bukan hanya semata keniscayaan yang diamanatkan oleh Universal Declaration of Human Rights dan Undang-undang Cagar Budaya tahun 2010 tentang keharusan memproteksi, mengonservasi, dan mengembangkan tata nilai budaya komunitas, tapi juga dalam upaya menjelaskan kepada generasi kini dan mendatang tentang apa dan bagaimana kontribusi masjid ini dalam pengembangan masyarakat.