Istana/Astana Al-Nursari

0
3570

Astana Al-Nursari secara administratif terletak di Jl. Merdeka Kelurahan Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, berada ± 150 m disebelah barat tepi sungai Lamandau. Berdasarkan angka tahun pembangunan yang tercantum di dalam prasasti yang terbuat dari kayu ulin yang terletak pada pintu masuk rumah dengan bertuliskan huruf arab berbahasa melayu, diketahui bahwa astana ini didirikan pada tahun 1867 M oleh Sultan Pangeran Paku Sukma Negara (Sultan Ke XII). Fungsi dari Astana Al-Nursari ini bukanlah sebagai istana pusat pemerintahan dan tempat tinggal raja, melainkan sebagai tempat tinggal kaum bangsawan keturunan Raja/Sultan Kotawaringin yang masih menetap di Kotawaringin Lama setelah perpindahan pusat kerajaan ke Pangkalan Bun.

Awal berdirinya Kesultanan Kotawaringin dimulai dari perebutan kekuasaan yang melanda Kesultanan Banjar, yaitu antara Pangeran Adipati Tuha dan Pangeran Anta Kasuma. Perebutan kekuasaaan dimenangkan oleh Pangeran Adipati Tuha, sehingga Anta Kasuma memilih meninggalkan Kesultanan Banjar guna mencari wilayah baru dan mendirikan kerajaan yang bernama Kesultanan Kotawaringin. Dalam membentuk dan menjalankan sistem pemerintahan wilayah baru tersebut, ia dibantu oleh seorang Mangkubumi yang bernama Kyai Gede.

Pada masa keemasan Kesultanan Kotawaringin, muncul kebijakan dari Negara induk, yakni Kesultanan Banjar yang menyerahkan Kesultanan Kotawaringin kepada Belanda. Hal ini dilakukan sebagai kompensasi atas bantuan Belanda yang membantu Kesultanan Banjar dalam peperangan. Peralihan kekuasaan Kesultanan Kotawaringin ternyata berdampak besar baik dari sektor perekonomian (monopoli perdagangan) dan pemerintahan. Akibat dari peralihan kekuasaan tersebut, maka dipindahkan juga pusat pemerintahan kesultanan Kotawaringin dari Kotawaringin Lama ke Pangkalan Bun di Istana Kuning, pada masa pemerintahan Sultan ke IX Pangeran Ratu Imanuddin (1805-1841).

Bangunan Astana Al-Nursari merupakan bangunan dengan tipe rumah panggung yang berbentuk persegi empat panjang dan menggunakan kayu ulin. Rumah ini terdiri dari tiga  bangunan yang dihubungkan dengan selasar yang menyatu dengan masa bangunan dengan atap tersendiri, dan diantara pertemuan atap bangunan ini terdapat talang air yang terbuat dari kayu ulin utuh yang dibelah menjadi dua dan pada bagian tengah dilubangi sebagai tempat aliran air hujan. Ukuran  tinggi lantai 190 cm dari permukaan tanah. Pintu bangunan menggunakan model daun pintu ganda dengan sistem sumbu kayu dan jendela juga menggunakan model daun ganda dengan poros samping dengan teralis kayu pada kusennya. Atap bangunan berbentuk pelana kuda yang dikombinasikan dengan bentuk perisai dan menggunakan atap sirap dari kayu ulin. Disamping kiri Astana Al-Nursari terdapat bangunan Pa’agongan berukuran 7 x 2,5 m yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka Kerajaan Kotawaringin.

Tata ruang bangunan Astana Al-Nursari dari depan, yaitu:

  1. Balai Buntar berupa teras/serambi tanpa dinding yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu dengan ukuran 8,5 x 7,6 cm.
  2. Balai bangsal berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan ruang pertemuan, berukuran 19,6 x 11,6 cm.
  3. Balai burung berfungsi sebagai ruang perhubungan antara balai bangsal dan umah bosar. Berbentuk lorong panjang, pada bagian selatan terdapat teras dan tangga kayu yang berfungsi sebagai jalan masuk para keluarga serta kerabat dekat tanpa melalui pintu depan, langsung masuk ke umah bosar.
  4. Umah bosar merupakan ruang inti dari Astana Al-Nursari, berfungsi sebagai tempat tinggal kaum bangsawan keturuan Raja/Sultan Kotawaringin, berukuran 15,8 x 12,7 m.
  5. Pedaporan berfungsi sebagai tempat memasak, berukuran 14 x 9,6 m.
  6. Pelataran berukuran 15 x 5 m.

Kondisi bangunan masih mempertahankan bentuk asli, namun bangunan tersebut telah beberapa kali dilakukan pemugaran pada tahun 1980-1994. Saat ini Astana Al-Nursari dijadikan objek wisata sejarah yang dikelola Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.