Kompleks Makam Keramat Sembilan

0
6340

117secara administrative terletak di Jl. Pangeran Kesumajaya, Dusun Pagarruyung, Kelurahan Muliakerta, Kecamatan Benua Kayang, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimatan Barat. Secara astronomis berada pada 1° 51’ 1.40” LS dan 109° 59’ 35.27” BT. Lokasi kompleks berada di areal kompleks kuburan muslimin yang mempunyai luas lahan 2.509 m2. Terdiri atas dua bangunan utama, bangunan utama bercungkup difungsikan sebagai pemakanam yang didalamnya  terdapat 9 makam dan bangunan kedua bercungkup yang difungsikan sebagai tempat peristrahatan bagi para pengunjung, mempunyai panjang 9 m dan lebar 6 m.

Bangunan utama bercungkup yang difungsikan sebagai pemakaman mempunyai panjang 20 m dan lebar 15 m. terdapat 9 makam yang ditandai dari nisan utara dan nisan selatan, sedangkan jirat makam sudah tidak ada lagi.

 

No Makam Bentuk Nisan Ukuran Nisan (Cm) Ragam Hias Bahan Nisan
Panjang Lebar Tebal Nisan Utara Nisan Selatan
Makam 1 Pipih Hiasan Kaligrafi “kullu nafsin dzaaikotulmaut Berangka tahun 1423 M Batu Andesit
Makam 2 Pipih Hiasan Kaligrafi “thayyibah” dan “kullu nafsin dzaaiqotul-maut Inskripsi aksara jawa kuno berangka tahun 1345 Caka atau  1423 M Batu Andesit
Makam 3 Pipih Flora Flora (trisula yang dibalik) Batu Andesit (Kemerahan)
Makam 4 Pipih Flora Flora Batu Andesit (Kemerahan)
Makam 5 Pipih Polos Polos Batu Andesit
Makam 6 Pipih Ragam hias “medalion” polos Batu Andesit
Makam 7 Pipih Polos Polos Batu Andesit
Makam 8 Pipih Hiasan Kaligrafi “tayyibah Inskripsi aksara jawa kuno berangka tahun 13..9 Caka Batu Andesit
Makam 9 Pipih Polos Polos Batu Andesit

 

Keberadaan makam keramat tujuh dan Sembilan tidak lepas dari sejarah kerajaan Matam, Kerajaan Matam pada awalnya adalah Kerajaan Tanjungpura yang didirikan oleh Brawijaya dari Kerajaan Majapahit di jawa beraliran Hindu-Budha. Sumber tentang keberadaan kerajaan ini tertulis dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Pranca pada masa kertanegara dari Singosari dan pada masa Kerajaan Majapahit dengan Sumpah Palapa Patih Mangkubumi Gajah Mada. Kerajaan Tanjungpura beberapa kali mengalami perpindahan karena beberapa sebab. Salah satu daerah yang pernah dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan ini yakni di Sukadana pada masa pemerintahan Panembahan Karang Tanjung, dengan demikian nama kerajaan berubah menjadi Kerajaan Sukadana. Pada masa Kerajaan Sukadana dibawah pemerintahan Sultan Muhammad Syaifuddin sekaligus merupakan raja pertama yang memeluk agama Islam, pada masa pemerintahannya terjadi peperangan yang dikenal sebagai Perang Sanggau, dan berbagai kekacauan yang terjadi mengakibatkan Kerajaan Sukandana runtuh. Agar tetap bertahan maka pusat kerajaan dipindahkan ke wilayah yang kemudian dikenal sebagai tempat berdirinya Kerajaan Matan dibawah pimpinan putra mahkota Gusti Jakar Negara atau Sultan Muhammad Zainuddin, beliau sekaligus menjadi raja pertama kerajaan Matam. Setelah lengser ia digantikan oleh anaknya yang bernama Gusti Kesuma Bandan dan bergelar Sultan Muhammad Muazzudin. Sultan ini memiliki tiga orang putra, yakni Gusti Bendung, Gustu Irawan dan Gusti Muhammad Ali. Ketika ia wafat ia kemudian digantikan oleh anak Gusti Bendung atau pangeran Ratu Agung Sebagai penerus tahta Kerajaan Matan dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin, semetara adinya Gusti irawan yang bergelar Sultan Mangkurat menjadi raja di Kerajaan Kayong-Matan atau Kerajaan Tanjungpura II. Tahta kekuasaan Kerajaan Matan diturukan kepada Gusti Asma yang bergelar Sultan Muhammad Jamaluddin, pada sama pemerintahannya memindahkan pusat pemerintahan ke daerah Simpang dan kemudian kerajaan ini berubah nama menjadi kerajaan Simpang atau dikenal juga dengan sebutan Kerajaan Simpang –Matan.

Peradaban islam di ketapang dapat diketahui dari beberapa peninggalan arkeologis. Unsur pemukiman yang masih dapat terlacak berupa peninggalan makam dengan berbagai bentuk nisan serta inskripsi yang menyertai. Bukti arkeologis di Ketapang mengindikasikan bahwa islam sudah berkembang pada abad ke-14 M dengan angka tahun 1345 Caka atau 1423 M.