Ceruk Bangkai

0
169

 

Ceruk Bangkai memiliki potensi yang cukup besar dijadikan sebagai Cagar Budaya. Dengan potensi tersebut pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur, telah menunjuk atau mengangkat seorang Juru Pelihara untuk menjaga dan memelihara Ceruk Bangkai tanpa adanya kajian terlebih dahulu. Tahun 2016 adalah awal pengkajian untuk Ceruk Bangkai, berikut adalah uraian hasil kegiatan pendokumentasia di Ceruk Bangkai:

Landscape Ceruk Bangkai

Ceruk Bangkai masuk dalam wilayah administrasi Desa Dukuh Rejo, Kecamatan Mentewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Berada pada posisi astronomis 50 N 366142 9645781 dengan ketinggian sekitar 44 meter dari permukaan laut. Bukit Liang Bangkai adalah salah satu daerah perbukitan karst yang terletak di sisi timur dari jalur deretan pegunungan Meratus. Penamaan Liang Bangkai karna awal ditemukan liang tersebut mengeluarkan bau yang tidak sedap seperti bau bangkai. Aksebilitas menuju liang relatif mudah, dari jalan raya kemudian mengikuti jalan pengerasan dengan panduan papan nama situs yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Pada situs Liang Bangkai komposisi vegetasi terdiri dari tanaman tingkat semai, pancang, tiang, pohon diselingi vegetasi tingkat bawah seperti kelapa sawit, asam, jati, kedondong, aren, semak belukar, tumbuhan perdu dan merambat. Sedangkan fauna yang hidup dikisaran situs adalah kupu-kupu, landak dan undur-undur.

Kondisi Ceruk Bangkai

Pada bagian mulut ceruk terdapat papan larangan Cagar Budaya yang berisi Ketentuan Hukum Pasal 105 yang menjelaskan setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 ayat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus  juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan papan yang bertuliskan dilarang mencoret-coret dinding gua.

Balai Arkeologi Banjarmasin telah melakukan ekskavasi guna pembuktian keberadaan dari manusia yang pernah bermukim ditempat tersebut dengan adanya temuan permukaan berupa artifak dan moluska yang diduga erat kaitanya dengan manusia proto-sejarah. Penggalian dilakukan sebanyak tiga kali berturut-turut dan menghasilkan chooper, alat serpih flakes dan gerabah yang berpola hias (lapita), serta gambar dengan beberapa motif yang berwarna hitam. Kerangka manusia yang ditemukan menjadi alasan penguat bahwa ceruk tersebut pernah difungsikan oleh manusia pendukungnya.

Kondisi lingkungan geografis merupakan daerah dataran rendah yang subur dan terkenal sebagai salah satu penghasil kayu ulin atau kayu besi dan tambang batubara. Saat ini masyarakat mengolah lahan sekitar untuk menjadi kebun sawit, karet dan dimanfaatkan sebagai areal persawahan.

Liang tersebut termasuk kategori gua ceruk payung (rockshelter) dengan bentuk ruang yang melebar (horizontal) dan terbagi menjadi dua ceruk yang dipisahkan dengan rawa dan ketinggian langit-langit mencapai 15 meter. Mulut gua menghadap ke 160º Lantai gua lebih tinggi dari pelataran gua dengan kemiringan mencapai 44°. Permukaan lantai gua dipenuhi bongkahan batu besar. Intensitas cahaya di ceruk pertama relatif terang sementara ceruk kedua cenderung temaram karena tertutup batu besar. Sirkulasi udara di kedua ceruk cukup baik, hanya di beberapa bagian dinding ceruk ditumbuhi lumut akibat tingkat kelembaban yang cukup tinggi. Morfologi gua bergelombang, dengan tekstur tanah lempung berpasir berwarna coklat.

Tinggalan arkeologis yang ditemukan di ceruk pertama berupa gambar dinding, moluska, gerabah, tulang dan artefak batu. Gambar dinding ditemukan berkelompok di beberapa panel dinding. Panel pertama yang terletak di langit-langit sebelah kiri gua berupa gambar berwarna hitam berbentuk geometris, gambar menyerupai manusia mengangkang yang saling bergandengan tangan dengan kondisi warna yang sudah mulai pudar dan aus.  Panel kedua yang terletak di bagian dinding gua sisi kanan berupa gambar berwarna hitam yang berbentuk geometris yang saling bersinggungan dengan warna yang mulai pudar dan beberapa gambar yang tidak dapat diidentifikasi dari segi bentuk.

Kapak (Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur)
Gerabah Lapita (Doc. Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur)

Sebaran moluska dapat dilihat pada permukaan tanah dihampir setiap lorong-lorong bagian gua. Moluska yang ditemukan dari klas Gastropoda (siput) yang biasaya hidup di laut atau pantai dan klas Pelecypoda (kerang) yang hidup di laut.  Sedangkan untuk sisa moluska yang berasal dari air tawar adalah Neritinidae dan Thiaridae. Artefak batu yang diidentifikasi sebagai kapak ditemukan di pelataran teras lantai dua gua yang berasosiasi dengan moluska, fragmen gerabah, tulang, tengkorak dan gigi. Temuan fragmen gerabah baik yang polos dan beragam hias, dengan bagian bibir, badan, tepian, karinasi, dasar, dan tutup. Jenis yang dapat diidentifikasi adalah geraba lapita (slip merah), temuan tersebut memberikan arti penting dalam konteks penghunian gua yang dikaitkan dengan kedatangan budaya Austronesia awal masa Neolitik.

Kondisi Keterawatan

  1. Kondisi lingkungan areal situs tergolong terawat dan bersih, namun belum memiliki pagar (dikelolah oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaa, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanah Bumbu, Kelompok Sadar Wisata );
  2. Kondisi lantai ceruk bergelombang, diakibatkan oleh kotak ekskavasi Balai Arkeologi Banjarmasin yang rencananya akan dilanjutkan kembali;
  3. Kondisi Gambar yang sudah memudar dikarenakan suhu dan kelembaban serta debu dari lantai ceruk;
  4. Kondisi dinding ceruk bagian bawah (lantai bawah) terdapat vandalisme berupa coret-coretan dikarenakan pengunjung yang datang setiap harinya semakin bertambah.
  5. Artefak Batu yang ditemukan oleh Tim Dokumentasi diserahkan kepada Bapak Sio selaku Kelompok Sadar Wisata untuk menyimpannya sementara.

Benda Cagar Budaya

Kriteria
No. Nama Obyek Berusia 50 tahun Mewakili masa gaya 50 tahun Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu peng. Pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa
1. Artefak Batu

Diperkirakan berumur lebih dari 4000 s.d 2000 tahun yang lalu

Beliung Persegi yang berasal dari masa Neolitikum (bercocok tanam)

Sebagai media pembelajaran tentang teknologi, budaya, pendidikan, dan sejarah masa lalu

Bukti kedatangan budaya Austronesia awal masa Neolitik

2. Fragmen Tembikar

Diperkirakan berumur lebih dari 4000 s.d 2000 tahun yang lalu

Tembikar slip merah  budaya Austronesia

Mengandung nilai-nilai sejarah, teknologi, budaya dan pendidikan,

Bukti kedatangan budaya Austronesia awal masa Neolitik

3. Fragmen Tembikar

Diperkirakan berumur lebih dari 4000 s.d 2000 tahun yang lalu

Tembikar slip merah  budaya Austronesia

Mengandung nilai-nilai sejarah, teknologi, budaya dan pendidikan,

Bukti kedatangan budaya Austronesia awal masa Neolitik

Situs Cagar Budaya

Kriteria
No. Nama Mengandung benda Cagar Budaya  , bangunan Cagar Budaya  , dan/atau struktur Cagar Budaya Menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu
 

1.

 

 

Ceruk Bangkai

 

Situs ini mengandung  tinggalan arkeologi berupa artefak batu (Beliung Persegi), fragmen tembikar slip merah, moluska air tawar, tulang manusia dan gambar yang ada di dinding gua.

 

Informasi tentang keberadaan budaya Autronesia mendiami ceruk yang ada di pegunungan Meratus pada wilayah Tanah Bumbu.

 

 

Dengan pemahaman di atas, maka Ceruk Bangkai dan benda berupa beliung persegi layak untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya yang keberadaannya nanti akan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Lebih lanjut keseluruhan situs yang ada perlu diupayakan pengkajian lebih mendalam untuk mendapatkan informasi tentang sejarah, latar kehidupan, peran dan fungsinya dalam masyarakat Tanah Bumbu.