Dalam Naskah Salasilah Kutai disebutkan bahwa wilayah Balikpapan merupakan bagian dari Kerajaan Kutai Kartanegara,namun tidak banyak informasi
mengenai Balikpapan di masa Kerajaan tersebut. Informasi mengenai Balikpapan mulai didapatkan setelah ditemukannya sumber-sumber minyak dan keberhasilan Belanda menguasai wilayah ini dari Kerajaan Kutai Kartanegara.
Perubahan wilayah Balikpapan menjadi Kota Minyak diawali dari perjanjian ConsesieMathilda antara Pemerintah Hindia Belanda yaitu perusahaanNederlandse
Industrie En Handil Maatschapijyang diwakili Ir. Jacobus Hubertus Menten dengan Sultan Kutai Kartanegara yang bernama Sultan Adji Muhammad Sulaiman pada tahun 1887 (Syaukani, 2003:6). Perjanjian tersebut merupakan perserikatan awal yang sifatnya saling menguntungkan, yang mana peneliti Belanda diberikan hak untuk melakukan
penelitian dan eksplorasi di bidang kehutanan, kelautan, dan pertambangan di dalam wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara (Susanto, 2005:8). Setelah konsesi tersebut ditandatangani, pemerintah Hindia Belanda menunjuk Mr. Adams dari Firma Samuel &Co. London sebagai pemegang hak konsesi dan mulai melakukan eksplorasi di kaki
Gunung Komendur, wilayah teluk hingga pulau. Dari konsesi ini, maka dilakukanlah pengeboran pertama pada 10 Februari 1897 dan menemukan minyak yang cukup komersial pada kedalaman 220 meter. Oleh J.H.Menten, sumur pengeboran pertama itu diberi nama Mathilda, di wilayah Teluk Balikpapan. Tanggal pengeboran pertama ini
kemudian dijadikan sebagai hari jadi Kota Balikpapan yangdirayakan setiap tahun.Penetapan tanggal ini merupakan hasil Seminar Sejarah Balikpapan pada tanggal 1 Desember 1984.
Selanjutnya dilakukan pengeboran hingga sumur B-40. Dari 40 sumur yang dilakukan pengeboran, 9 diantaranya diproduksi dan kumulatif produksinya sebanyak
620.895 barrel sebelum ditinggalkan Belanda (Hendraswati, 2004: 24 & 58).

Antara tahun 1901-1902 diadakan perundingan kerjasama oleh Royal Dutch dan Shell, kemudian sepakat membentuk perusahaan patungan bernamaShell Transport and
RoyalDutch Petroleum Company, Ltd, yang menangani armada tanker dan pemasaran produksi bagi kedua perusahaan. Terbentuknya Royal Dutch Shell, maka dibentuk pula anak perusahaan yang memiliki tugas masing-masing. Anak perusahaan tersebut antara lain BPM yang bertugas untuk produksi dan pengilangan, kemudianAnglo Saxon

Petroleum Companybertugas untuk distribusi produksi, serta mengawasi armada transportasi. Anak perusahaan ketiga adalahAsiatic Petroleum Company, yang pada
tahun 1946 diubah namanya menjadiThe Shell Petroleum Companydengan fokus pada bidang pemasaran produksi minyak. Tahun 1955 Royal Dutch Shell menyederhanakan sistem struktural operasional mereka, yaitu dengan menggabungkanAnglo Saxon
Companyke dalamShell Petroleum Company, sehingga hanya terdapat BPM2dan Shell
Petroleum.

Kilang minyak di Balikpapan pun segera didirikan dan mulai beroperasi, minyak mentah tak hanya ditemukan di sumur Mathilda tapi juga ditemukan di jalur Balikpapan
hingga utara Samarinda yang meliputiSamboja (tahun 1910),Sanga-Sanga (tahun 1893),Semberah, Sungai Nangka-Sambutan, dan Sangatta. Jalur ini kemudian terkenal sebagai Antiklinorium Samarinda4.Kilang tersebut menyuling minyak yang berasal dari 3 daerah konsesi minyak di sekitar Balikpapan, yaitu konsesi Mathildayang terletak disekitar
teluk Balikpapan, konsesi Louise yang terletak di daerah Sanga-Sanga sebelah selatan Samarindadan konsesi Nonny yang terletak di sebelah timur konsesi Mathilda. Pada tahun 1912 saja, BPM telah memperoleh konsesi baru di wilayah Balikpapan, yaitu konsesi Batakan, konsesi Manggar I dan II, serta konsesi Teritip, penambahan konsesi
tersebut membuat BPM menguasai hampir seluruh wilayah Balikpapan.

Peningkatan jumlah lahan konsesi, permintaan minyak bumi setiap tahun dan kenaikan hargaminyak bumi membuat eksploitasi minyak di Balikpapan mengalami peningkatan infrastruktur instalasi minyak dan menjadi pusat penyulingan minyak
mentah. Untuk mendukung kepentingan pengembangan industri minyakdi Balikpapan maka, dilakukan pembangunan infrastruktur oleh BPM berupa jalan, jaringan pipa minyak, fasilitas pergudangan, pemukiman pekerja,pembangunan stasiun serta perluasan jaringan kabel telegram antara Balikpapan hingga Tarakan. Pembangunan infrastruktur
tersebut telah menunjukkan, bahwa terjadi perkembangan ekonomi di Balikpapan akibat adanya industri minyak. Untuk menjalankan industri minyak di Balikpapan, BPM mendatangkan kuli-kuli kontrak yang berasal dari Jawa, Tionghoa, India,Bugis, Banjar,
Minahasa, Sunda, dan suku lainnya. (Liony, 16–18 )

Antara tahun 1930-1940-an, sumber-sumber minyak bumi yang ada di Asia Tenggara adalah bahan mentah yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara industrialis-kapitalis.
Sejak revolusi industri52.0 hampir seluruh penjuru dunia, menggunakan minyaksebagai bahan bakar untuk menjalankan mesin-mesin industri pada masa damai. Dimasa perang,minyak begitu dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin perang. Seperti yang terjadi
dalam Perang Pasifik6, dimana Balikpapan dan Tarakan adalah kota penting bagi pihak yangberperang.

Pengawasan Jepang ke beberapa daerah penghasil minyak ditindaklanjuti dengan menguasai daerah-daerah itu, termasuk juga menguasai Balikpapan. Armada laut dan
tentara Jepang bergerak dari arah utara, Davao di Filipina. Dari sana Jepang menduduki Tarakan sumber minyak lain di Kalimantan Timur, setelah mengalahkan kekuatan Belanda disana, selanjutya bergerak ke selatan, menduduki Balikpapan. Balikpapan dan Tarakan termasuk beberapa tempat di luar Jawa dengan kekuatan militer yang besar.
Pesawat-pesawat Belanda selain di Melak, Samarinda II, juga disiagakan di lapangan terbang di Manggar, Balikpapan. Keberadaan lapangan terbang di Melak bertujuan untuk memberi kejutan bagi armada jepang yang akan mendekati Balikpapan. Jarak melak Balikpapan sekitar160 Km. Nama sandi lapangan terbang rahasia ini adalah
Scheveningen.Lapangan ini tertutup hutan rimba Kalimantan dan untuk masuk ke lapangan tersebut hanya dengan melalui Sungai Mahakam. Serangan dadakan atas lapangan udara itu sangat kecil kemungkinannya. Kerahasian lapangan udara rahasia ini

hanya diketahui beberapa orang Pegawai Belanda saja. Kedudukan Balikpapan menjadi kritis bagi Belanda maupun Jepang. Bila Balikpapan jatuh ketangan Jepang, maka pintu bagi Jepang untuk merebut Pulau Jawa semakin lebar. Karenanya Laksamana Helfrich menerapkan strategi baru dengan taktik“menjadikan perebutan Balikpapan sedemikian berharga.”