Penguburan Prasejarah

0
1928

Penguburan Prasejarah di Kalimantan

Penguburan prasejarah di Kalimantan merupakan pola hunian gua awal pada masa Holosen yang terdapat di Pegunungan Meratus yang saat ini masuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Data terkait kerangka manusia yang relatif utuh, yang dikubur secara terlipat di Kalimantan terdapat di Gua Tengkorak. Manusia dari Gua Tengkorak berciri australomelanesid (Daud Aris Tanudirjo, 2012: 187-209).

Selanjutnya tradisi penguburan dalam gua yang ada di wilayah Kalimantan, antara lain terdapat  di  Liang  Nyeloi,  Gua  Malui,  Gua  Kasali,  Gua  Tengkorak  (Batu  Sopang), Gua Tengkorak (Longkali), Gua Tengkorak (Muser), dan Gua Lungun Aji Bawo (Nitihaminoto et.al.,1999; Prasetyo et.al., 1995; Sugiyanto, 2004).

Tradisi penguburan dalam gua di Kalimantan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Menggunakan wadah kubur keriring, lungun, atau tebela. Berdasarkan data etnografi masyarakat tradisional yang ada di Kalimantan masih melaksanakan sistem penguburan dengan menggunakan keriring, tebela, dan lungun serta tempayan sebagai wadah kubur.

Sebagian   besar   kelompok   masyarakat   tradisional   yang   berdiam   di   pedalaman Kalimantan  Timur  masih  banyak  yang  mempraktekkan  sistem  penguburan  tradisional. Seperti masyarakat yang terdapat di Kecamatan Long Pujungan, Kerayan, dan Kayan Mentarang serta masyarakat Punan yang ada di daerah hulu dan sepanjang Sungai Sajau di Kabupaten Berau (Arifin, 1996b; Intan et.al., 1995).

Sejarah Kubur Tempayang Situs Gunung Selendang di Sangasanga

Kubur Tempayan Situs Gunung Selendang berdasarkan hasil penelitian arkeologis oleh Balai Arkeologi Banjarmasin tahap I pada tahun 2010 dan Tahap II pada tahun 2011 bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara serta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Samarinda diperoleh informasi bahwa pertanggalan C-14 menunjukan angka 360 ± 120 BP (1950).  Artinya kronologi kegiatan penguburan sekunder tempayan di Situs Gunung Selendang berlangsung antara 240 sampai 480 tahun sebelum sekarang. Jika angka yang dipakai adalah 480, berarti penguburan dilakukan tahun 1950 –480  =  1470  M  (atau  abad  ke  15  Masehi).  Jika  angka  yang  diambil  adalah  240  maka penguburan tersebut berlangsung pada 1950 – 240 = 1710 Masehi.

Angka tahun  ini apabila disejajarkan dengan Salasilah Kutai bertautan dengan berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara yang belum terpengaruh oleh  agama Islam. Apabila memang benar bisa ditautkan dengan Salasilah Kutai, wilayah ini adalah salah satu bagian pemukiman kuno sebagaimana disebutkan sebagai ‘sangan sangan’. Berdasarkan  analisis   teknologi   pembuatan   tempayan   Situs   Gunung   Selendang, menginformasikan bahwa masyarakat pendukung budaya ‘sangan sangan’ telah melakukan pola perdagangan dengan wilayah di  luar Kalimatan. Dimana tempayan yang ditemukan adalah tempayan martavan yang dibuat sekitar abad 17 Masehi.

Apabila kronologi absolut dan relatif digunakan, maka diperkirakan Tempayan Situs Gunung Selendang berasal dari abad 16 – 17 Masehi. Pendekatan secara etnoarkeologi, menjelaskan bahwa sistem penguburan dengan wadah, sesungguhnya masih berlangsung hingga abad ke-20, dengan menggunakan guci buatan Singkawang yang menyerupai tipe ‘Martavan’ berwarna kecoklat-coklatan. Misteri  selanjutnya  yang  perlu didalami  adalah  siapakah  pendukung  budaya  kubur tempayan di Situs Gunung Selendang.  Komparasi data tradisi penguburan dalam gua dan data etnoarkeologi  masyarakat tradisional di Kalimantan hingga tahap II  penelitian yang dilakukan  oleh Balai   Arkeologi  Banjarmasin  usai  belum  mampu  mengupas  siapakah pendukung budaya Situs Gunung Selendang. Namun diduga kuat bahwa tradisi penguburan dengan wadah  keramik  merupakan  tradisi  masyarakat  Dayak  yang  melakukan  adaptasi seremonial ketika bahan kayu lebih sulit dikerjakan.