Penguburan Prasejarah di Kalimantan
Penguburan prasejarah di Kalimantan merupakan pola hunian gua awal pada masa Holosen yang terdapat di Pegunungan Meratus yang saat ini masuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Data terkait kerangka manusia yang relatif utuh, yang dikubur secara terlipat di Kalimantan terdapat di Gua Tengkorak. Manusia dari Gua Tengkorak berciri australomelanesid (Daud Aris Tanudirjo, 2012: 187-209).
Selanjutnya tradisi penguburan dalam gua yang ada di wilayah Kalimantan, antara lain terdapat di Liang Nyeloi, Gua Malui, Gua Kasali, Gua Tengkorak (Batu Sopang), Gua Tengkorak (Longkali), Gua Tengkorak (Muser), dan Gua Lungun Aji Bawo (Nitihaminoto et.al.,1999; Prasetyo et.al., 1995; Sugiyanto, 2004).
Tradisi penguburan dalam gua di Kalimantan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Menggunakan wadah kubur keriring, lungun, atau tebela. Berdasarkan data etnografi masyarakat tradisional yang ada di Kalimantan masih melaksanakan sistem penguburan dengan menggunakan keriring, tebela, dan lungun serta tempayan sebagai wadah kubur.
Sebagian besar kelompok masyarakat tradisional yang berdiam di pedalaman Kalimantan Timur masih banyak yang mempraktekkan sistem penguburan tradisional. Seperti masyarakat yang terdapat di Kecamatan Long Pujungan, Kerayan, dan Kayan Mentarang serta masyarakat Punan yang ada di daerah hulu dan sepanjang Sungai Sajau di Kabupaten Berau (Arifin, 1996b; Intan et.al., 1995).
Sejarah Kubur Tempayang Situs Gunung Selendang di Sangasanga
Kubur Tempayan Situs Gunung Selendang berdasarkan hasil penelitian arkeologis oleh Balai Arkeologi Banjarmasin tahap I pada tahun 2010 dan Tahap II pada tahun 2011 bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kutai Kartanegara serta Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Samarinda diperoleh informasi bahwa pertanggalan C-14 menunjukan angka 360 ± 120 BP (1950). Artinya kronologi kegiatan penguburan sekunder tempayan di Situs Gunung Selendang berlangsung antara 240 sampai 480 tahun sebelum sekarang. Jika angka yang dipakai adalah 480, berarti penguburan dilakukan tahun 1950 –480 = 1470 M (atau abad ke 15 Masehi). Jika angka yang diambil adalah 240 maka penguburan tersebut berlangsung pada 1950 – 240 = 1710 Masehi.
Angka tahun ini apabila disejajarkan dengan Salasilah Kutai bertautan dengan berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara yang belum terpengaruh oleh agama Islam. Apabila memang benar bisa ditautkan dengan Salasilah Kutai, wilayah ini adalah salah satu bagian pemukiman kuno sebagaimana disebutkan sebagai ‘sangan sangan’. Berdasarkan analisis teknologi pembuatan tempayan Situs Gunung Selendang, menginformasikan bahwa masyarakat pendukung budaya ‘sangan sangan’ telah melakukan pola perdagangan dengan wilayah di luar Kalimatan. Dimana tempayan yang ditemukan adalah tempayan martavan yang dibuat sekitar abad 17 Masehi.
Apabila kronologi absolut dan relatif digunakan, maka diperkirakan Tempayan Situs Gunung Selendang berasal dari abad 16 – 17 Masehi. Pendekatan secara etnoarkeologi, menjelaskan bahwa sistem penguburan dengan wadah, sesungguhnya masih berlangsung hingga abad ke-20, dengan menggunakan guci buatan Singkawang yang menyerupai tipe ‘Martavan’ berwarna kecoklat-coklatan. Misteri selanjutnya yang perlu didalami adalah siapakah pendukung budaya kubur tempayan di Situs Gunung Selendang. Komparasi data tradisi penguburan dalam gua dan data etnoarkeologi masyarakat tradisional di Kalimantan hingga tahap II penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin usai belum mampu mengupas siapakah pendukung budaya Situs Gunung Selendang. Namun diduga kuat bahwa tradisi penguburan dengan wadah keramik merupakan tradisi masyarakat Dayak yang melakukan adaptasi seremonial ketika bahan kayu lebih sulit dikerjakan.