Situs Lobong Sujau, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan
Situs Lobong, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, berada di Desa Sujau tepatnya di tepi Sungai Sujau, Gunung Kekayap, Sebuku. Lokasi pemakaman dapat di tempuh dengan mobil selama 1,5 jam dari Kecamatan Sebuku, kemudian dilanjutkan dengan naik perahu sekitar 500 meter ke arah Utara dari pusat Desa Sujau.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat 2 (dua) jenis wadah penguburan berupa tempayan dan lungun. Kondisi wadah kubur saat ini tidak terawat dan ditumbuhi semak belukar. Kondisi terkini yang dapat diamati berupa berupa tiang-tiang rumah lungun yang sudah hancur, 2 (dua) penutup lungun dan 6 (enam) tempayan. Lungun terbuat dari kayu ulin tanpa ukiran dengan ukuran 210 cm x 170 cm dengan tinggi 14 cm. Kondisi lungun sudah mengalami pelapukan dan kondisinya tidak utuh. Adapun tempayan memiliki warna, motif, dan ukuran yang berbeda-beda. Kondisi tempayan tidak semua dalam keadaan utuh, beberapa tempayan sudah pecah dan rusak. Berikut variasi tempayan di Situs Lobong Sujau Tempayan terbuat dari bahan stoneware berwarna cokelat muda. Kondisi tempayan tidak utuh, pada bagian bibir atas pecah dan bagian pada bagian badan glasir mengelupas. Terdapat motif naga dan flora sebanyak dua buah pada bagian badan.
Sejarah
Penghormatan terhadap orang yang telah mati di Nusantara mulai dikenal setelah ekskavasi arkeologi yang dilakukan pada gua-gua hunian baik yang ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, NTT, Maluku, Papua memberikan bukti bahwa penghormatan terhadap si mati telah dilakukan dengan sebuah upacara. Upacara ritual itu dibuktikan dengan temuan rangka, wadah kubur, bekal kubur (manik-manik, gelang, kapak batu) dari masa neolitik. Temuan sistem penguburan menggunakan wadah dengan pola penguburan primer maupun sekunder di Kecamatan Sebuku mengindikasikan bahwa tradisi penguburan pada masa prasejarah masih berlanjut di kawasan hulu Kalimantan Bagian Utara. Belum diketahui secara pasti kapan dan umur dari beliau yang dikuburkan dalam lungun dan tempayan, namun berdasarkan informasi masyarakat etnis dayak agabag dan tahol, masyarakat masa lalu yang mendiami wilayah di sekitar Sungai Sebakung (dayak agabag dan tahol) dalam ritual kematian menggunakan media lungun dengan cara penguburan langsung dan media tempayan dengan cara penguburan sekunder.
Penguburan langsung (primer) dilakukan dengan langsung menguburkan mayat di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di dalam tanah. Penguburan ini biasanya dilakukan di sekitar tempat kediaman dan seringkali mayat diletakkan mengarah ke tempat yang dipandang sebagai asal usul suatu kelompok penduduk atau ke tempat yang dianggap sebagai tempat arwah nenek moyang bersemayam. Adanya kepercayan bahwa kematian tidak membawa perubahan pada kedudukannya, maka kepada si mati diberikan upacara- upacara sesuai dengan kedudukan di masa hidupnya. Bagi orang yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat, diadakan upacara penguburan dengan memberikan bekal kubur yang lengkap. Bahkan kadang-kadang diiringi oleh pengawalnya sewaktu masih hidup atau binatang-binatang peliharaannya atau binatang yang dianggap merupakan kendaraan roh untuk menuju ke dunia arwah. Penguburan tidak langsung (sekunder) dilakukan dengan mengubur mayat lebih dahulu dalam tanah atau kadang- kadang dalam peti kayu yang dibuat berbentuk perahu, ini dianggap sebagai kuburan sementara karena upacara yang terpenting dan terakhir belum dapat dilaksanakan. Setelah semua persiapan upacara disiapkan, mayat yang sudah jadi tulang belulang itu diambil lagi dan dikuburkan di tempat yang disediakan. Penguburan yang kedua ini dapat dilakukan dengan wadah atau hanya diletakkan dalam tanah atau gua saja.