Petirtaan Jolotundo

0
3388

Petirtaan Jalatunda terletak di Dusun Balekambang Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, tepatnya di Kawasan Perhutani KPH Pasuruan. Petirtaan berbahan batu andesit ini memiliki luas lahan 3.019,75 m2.Petirtaan atau Petirthan merupakan sebuah struktur yang berhubungan dengan tirtha atau air. Supratikno Rahardjo mendefinisikan patirthan sebagai bangunan suci dalam bentuk arsitektur terbuka yang pada bagian initnya berupa bangunan air. Bangunan ini memiliki bilik dengan atau tanpa arca dewa (bila di dalamnya terdapat arca dewa, maka arca tanpa pelindung dari panas dan hujan (Patrizki, 2005:2). Sedangkan Agus Aris Munandar mendefinisikan Pertirtaan berasal dari kata Patirthan (pa+tirtha+an), dengan kata dasar tirtha yang berarti air, dalam hal keagamaan air yang dimaksud adalah air suci yang membuat suci seseorang. Jadi dapat dikatakan peritraan merupakan tempat menyucikan diri (Rahadhian, 2015: 31). Pengertian para arkeolog tersebut mengerucut bahwa petirtaan merupakan suatu tempat yang berhubungan dengan air.

Petirtaan Jalatunda menurut  hasil penelitian Stuterheim  terdapat pancuran yang dulunya berasal dari teras kedua Peritraan  Jalatunda, dapat di ketahui bahwa petirtaan ini merupakan simbol dari Gunung Penanggungan yang dikelilingi oleh delapan buah puncak yang lebih rendah dan memiliki arti simbolis sebagai replika gunung Mahameru. Hal ini tercermin pada jumlah jaladwara (pancuran) yang dulunya berasal dari teras ke dua diman ada tujuh buah.

Patirthan Jolotunda didirikan pada tahun 977 M, setengah abad setelah Mpu Sindok yang berkuasa pada tahun 929-47 M membangun kerajaan bercorak Hindu Buddha di Jawa Timur. Pendiri Jolotunda memilih sisi barat Gunung Penanggungan untuk membangun pemandian tersebut untuk menghormati leluhur Pandawa dalam kisah Mahabharata yaitu Raja India yang bernama Udayana. Raja bernama Udayana juga terdapat di Indonesia yang ialah ayah dari raja Jawa Timur yang terkenal yaitu Airlangga. Raja Airlangga diduga hidup pada masa pemandian Jolotunda masih digunakan dan diduga kuat berhubungan erat dengan pemandian tersebut (Kinney, 2003:51).

Terdapat dua buah inskripsi yang dipahatkan di dinding sisi timur petirtaan Jalatunda. Inskripsi di bagian selatan bertuliskan angka tahun 899 Saka (977 M) sedangkan inskripsi di bagian utara hingga saat ini belum dapat diterjemahkan (Kinney, 2003:54). Pada Petirtaan Jalatundo juga terdapat relief-relief cerita, Kinney (2003:54) menyatakan bahwa terdapat 16 buah relief cerita yang terdapat di Petirtaan Jolotunda yang berawal di sudut timur laut bilik tengah. Relief-relief tersebut antara lain relief adegan-adegan dari kisah kelahiran Udayana dalam cerita Kathasaritsagara yang terdapat dalam Adiparwa yakni kitab pertama dari Mahabharata.

Berdasarkan  angka tahun  yang terpahat pada dinding timur patirthaan yang menunjkan angka tahun 899 saka, kemungkinan pathirthaan Jolotundo berperan pada masa raja Airlangga hal tersebut didukung oleh inskripsi yang terbaca dengan kata Udayana. Saat ini inskripsi tersebut dibawah ke museum Trowulan. Diketahui tokoh Udayana yang berasal dari Bali telah menikah dengan pangeran putri dari Jawa yaitu Gunapriyadharmapatni , dan memerintah di Bali pada tahun 1011-1022 A.D. Dari perkawinan mereka lahirlah Airlangga yang akhirnya berkuasa di Jawa Timur. (Anonim 1980 : 1).

Berdasarkan relief cerita yang terdapat di Patirthaan Jalatunda serta temuan lempengan logam yang bertuliskan nama dewa isana dan agni dapat dijelaskan bahwa latar belakang keagamaan Patirthaan Jalatunda adalah Hindu. Mengenai fungsi dari Patirthaan Jalatunda sampai saat ini masih terdapat perdebatan para sarjana tentang fungsi dari Patirthaan Jalatunda. Menurut pendapat W.F Stutterheim menyatakan Candi Jalatunda bukanlah Makam Udayana, melainkan Makam Makutawangsawardhana, sedangkan F.D.K Bosch dan A.J Bernet Kempers berpendapat Candi Jalatunda adalah tempat pemujaan leluhur yang didirikan oleh Udayana ketika berusia 14 tahun.

Petirtaan Jolotunda diduga kuat berhubungan dengan tokoh Raja Udayana dari Bali yang ialah ayah dari Raja Jawa Timur yaitu Airlangga. Berdasarkan relief yang disana dapat disimpulkan bahwa raja-raja Jawa Timur menghubungkan diri mereka sebagai keturunan Pandawa dalam kisah Mahabharata sebagai legitimasi kekuasaan mereka (Kinney 2003:60). Pemandian kuna tersebut sampai saat ini masih mengeluarkan airnya walaupun hampir seluruh panil relief yang berfungsi pula sebagai pancuran air telah hilang. Patirtaan ini sampai sekarang masih digunakan masyarakat umum dan umat Hindu pada khususnya untuk beribadat.

 Petirtaan Jolotundo berada pada lereng gunung Penanggungan dan  dibuat dengan jalan memotong sebagian lereng, sehingga Petirtaan Jolotundo terkesan menempel pada lereng gunung.  Petirtaan berbentuk persegi panjang dengan dimensi P: 18,10 m   L: 12,50 m. ketiga sisinya dibatasi oleh dinding, yaitu dinding utara, selatan dan dinding barat.  Ketiga dinding tersebut mempunyai ketinggian yang tidak sama, kemungkinan batu-batu penyususnya sudah tidak utuh. Saat ini kedua dinding utara dan selatan merendah pada bagian sisi barat. Sementara dinding Petirtaan yang paling tinggi adalah dinding sisi timur yang berorientasi utara-selatan. Kondisi masing-masing dinding adalah sebagai berikut :

  1. Dinding Timur, merupakan dinding tertingi dan sebagai dinding utama. Walaupun sudah banyak batu-batu yang tidak ada terutama di bagian sisi utara, tepatnya diatas bilik Petirtaan, sebagain dinding sisi timur ini  relatip utuh dibanding dinding lainya. Pada bagian permukaan atas dinding dihiasi oleh pelipit(Pattha) sebagai pengakhiran bagian atas dinding, secara keseluruhan dinding sisi timur ini berukuran P : 18,10m T : 6,45 m, Tbl atas : 0,35 meter Tbl bawah : 11 meter. Tepat dibagian tengah dinding lebih tinggi, hingga terkesan menonjol dengan bentuk  melengkung/oval, pada permukaannya hiasan goresan melengkung. Tepat dibagian bawah dari dinding tertinggi, terdapat bidang yang menonjol kedepan berupa sebuah batur datar yang berbentuk persegi empat berukuran : P : 1,83 m L : 1,83 m Tg : 0,80 m.

Bidang ini dikelilingi oleh hiasan batu-batu andesit yang dibentuk oval yang berjumlah 7 buah yang diletakan berjajar ini menyerupai kelopak bunga Padma.  Masing-masing berukuran 😛 : 1,00 m L : 0,90 m T : 0,60 m.  Sehingga terkesan batur tersebut dikelilingi oleh kelopak bunga Padma, secara keseluruhan dapat dilihat bidang ini merupakan padmasana dengan stella yang berhiasan goresan setengah linggaran/oval. Di samping  utara  padmasana ini menempel pada dinding terdapat inskripsi dengan hurup Jawa Kuna berupa kata “Gempeng”. Sedang di sebelah selatan terdapat inskripsi berupa angka tahun bertuliskan hurup Jawa Kuna yang menunjukan angka 899 saka(977 M). Pada bagian  bawah, tepatnya di bagian  tengah terdapat batu datar yang berbentuk persegi empat. Pada bagian sisinya terdapat lubang saluran  yang berfungsi sebagai penyalur air. Pada bagian sisi-sisinya dikelilingi oleh struktur dengan hiasan antefik yang sekaligus berfungsi sebagai jaladwara menuju teras ke-2. Sedang di kedua ujung dinding, yaitu di ujung utara dan selatan, tepatnya dimasing-masing atas bilik yang ada terdapat hiasan penampil untuk bilik selatan dan  asana(tempat berdiri atau duduk arca) dan menempel pada dinding adalah sebuah stella berupa pahatan hiasan sayap, kemungkinan arca yang berada di asana ini adaah arca Garuda. Garuda merupakan wahana dewa Wisnu. Menempel pada dinding diatas stella tersebut terdapat struktur yang menyerupai tangga dengan anak tangga yang berjumlah 5 buah dengan tinggi keseluruhan 104 cm, sementara anak tangga berukuran : L : 57 cm Tbl : 18 cm di sisi utara. Aterfak ini merupakan komponen peralatan ritus untuk upacara keagamaan.

Dinding timur sisi selatan tampak lebih utuh dibanding dengan dinding sisi timur utara.  Pada permukaan atas struktur  diakhiri dengan  hiasan pelipit-pelipit patta. Menempel pada dinding ini tepat diatas bilik selatan terdapat sebuah penampil yang tersusun mengecil keatas menyerupai arsitektur candi dilengkapi dengan relung dan hiasan kepala kala pada bagian atas ambang relungnya. Kemungkinan pada masa lalu relung tersebut berfungsi untuk meletakan sesaji. Relung tersebut merupakan sebuah ruang kecil yang berukuran L : 72 cm kedalaman :  50 cm T : 100cm. Pada bagian bawah relung didukung oleh struktur yang tampak  melebar. Tepatnya dibagian bawahnya terdapat juga sebuah relung. Di bagian dalam relung  terdapat Jaladwara berbentuk kepala ular berjumlah 1 buah dan diapit dengan 1 jaladwara polos disamping kanan kiri. Semua Jaladwara yang ada berfungsi untuk menyalurkan air ke bagian bilik selatan. Saat ini dinding beserta bilik yang ada dalam kondisi lembab dan basah.

Upaya pelestarian cagar budaya khususnya Petirtaan Jolotundo telah dilakukan oleh berbagai pihak sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Setidaknya terdapat empat pihak (stakeholder) pemangku kepentingan yang telah melakukan langkah pelestarian bersama pada situs Petirtaan Jolotundo seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur, PT. Perhutani yaitu KPH Pasuruan, dan Dinas Pariwisata Kepemudaan dan Olah Raga Kabupaten Mojokerto.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur sejak tahun 1991 hingga 1994 telah melakukan salah satu upaya pelestarian yaitu pemugaran, selain itu juga menempatkan sebanyak 14 orang juru pelihara yang bertugas sebagai tenaga pelestari cagar budaya Jolotundo dengan tugas utama adalah melakukan penjagaan, perawatan dan keamanan situs. Pada tahun 2010, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata telah menetapkan Petirtaan Jolotundo sebagai situs cagar budaya. Selain itu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur juga melakukan langkah pelestarian yaitu dengan melakukan pelindungan secara hukum terhadap situs Petirtaan Jolotundo,  dengan menetapkan Kawasan Gunung Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya tingkat Propinsi yaitu melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 118/18/KPTS/2015. Selain itu, pada tahun 2017 dilakukan kegiatan secara sinergi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, PT Perhutani serta Universitas Surabaya yaitu kegiatan zonasi Kawasan Penanggungan sebagai tindak lanjut dari penetapan Kawasan cagar budaya tersebut.

Pihak Perhutani melalui KPH Pasuruan juga telah memberikan upaya pelindungan yang sangat komprehensif terhadap beberapa lokasi atau situs cagar budaya, salah satunya adalah lokasi Petirtaan Jolotundo menjadi area pelindungan Situs Budaya Jolotundo dan berada dalam tata guna lahan Hutan Lindung sehingga pelindungan terhadap lokasi ini sangat tinggi. Pihak lain yang mendukung pelestarian cagar Budaya Petirtaan Jolotundo adalah Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Mojokerto yaitu dengan menjadikan Situs Petirtaan Jolotundo sebagai salah satu destinasi unggulan di Kabupaten Mojokerto.(Deasy, Unit Pubdok, BPK XI)

Daftar Pustaka

  1. Laporan Kajian Dampak Pemanfaatan Petirtaan Jolotundo Tahun 2018