You are currently viewing Pertahanan Belanda Melalui Benteng Willem I di Ambarawa

Pertahanan Belanda Melalui Benteng Willem I di Ambarawa

Oleh: Isbania Afina Syahadati

Benteng Willem I merupakan benteng yang didirikan sebagai bentuk penghargaan kepada Raja Negeri Belanda yang pertama. Oleh karenanya, sesuai dengan nama raja Willem Frederick Prins van Oranje Nassau (1815-1840) maka benteng ini diberi nama Benteng Willem I. Benteng ini berdiri di ibukota Kecamatan Ambarawa atau tepatnya berada di Desa Lodoyong.  Pendirian benteng ini sebenarnya masih ada kaitannya dengan bergejolaknya Revolusi Belgia di Eropa pada tahun 1581. Sebagian besar penduduk Belgia masih setia sebagai penganut Katolik, kontras dengan mayoritas penduduk Belanda yang telah berpindah menjadi penganut Kristen Protestan. Wilayah Belgia yang telah menjadi basis revolusi industry segera menjadi rebutan Belanda, Perancis dan Austria. Berawal dari perdebatan mengenai agama dan ekonomi, Belgia dengan bantuan dari negara lain untuk segera memisahkan diri dengan Belanda pada tahun 1830. Oleh karenanya, muncul sebutan Revolusi Belgia. Akibat kerisauan pergolakan yang terjadi di Eropa telah mendorong Gubernur Jenderal Van den Bosch untuk mendirikan benteng-benteng di beberapa titik strategis Pulau Jawa seperti halnya dengan Ambarawa. Benteng Willem I ini memiliki bentuk desain persegi dan bangunan panjang dengan dua lantai yang berisi puluhan ruangan menyerupai barak tantara melingkari bangunan utama.

Benteng Willem I mampu memuat 12.000 tentara lengkap dengan tangsi, Gudang senjata, perbengkelan, lapangan tembak, lapangan Latihan, dan juga rumah sakit. Benteng ini merupakan benteng terbesar di Jawa ini menghabiskan 18 tahun dalam proses pembangunannya. Pembangunan awal dimulai pada tahun 1834 dengan biaya operasional 4.436.698,13 gulden atau setara 264.483 gulden setiap tahunnya. Tentu benteng ini menjadi bangunan termegah pada masa tersebut. Tujuan utama Belanda membangun benteng di sepanjang jalur Semarang-Salatiga-Solo ialah dengan maksud untuk pengembangan hubungan dengan Kerajaan Mataram. Bahkan, kamp – kamp militer juga dibangun di kota-kota yang dilalui tak terkecuali Ambarawa. Memasuki kurun waktu tahun 1827-1830 sempat ada barak militer dan logistic yang pada saat itu berada pada kekuasaan Kolonel Horn. Hal tersebutlah yang kemudian juga menjadi salah satu lasan dibangunnya sebuah benteng di Ambarawa ini. Pada tahun 1834 pasca Perang Diponegoro pembangunan benteng ini juga telah mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda J.C Baud.

Proses pembangunan benteng yang memakan waktu cukup lama namun, pemerintah kolonial Belanda mewajibkan adanya kerja wajib. Setiap harinya dibutuhkan sekurang – kurangnya 1.200 pekerja. Para pekerja ini didatangkan dari daerah Temanggung dan harus berjalan berpuluh-puluh pal dengan upah 10 sen per hari. Sebagai Bupati Temanggug, Sumodilogo menyatakan terang-terangan protes akibat banyaknya para pekerja paksa yang tidak kembali lagi ke Temanggung. Hal ini diperkirankan bahwa para pekerja paksa tersebut meninggal dan tidak dikembalikan ke keluarganya masing-masing. Oleh karena itu, Bupati Temanggung pun juga mendapat dukungan langsung dari Residum Kedu yakni, Von Hogendorp hingga akhirnya mendapat persetujuan dari Governoor General Rochussen. Maka, banyak kuli dari daerah Temanggung pun akhirnya dikurangi jumlahnya.

Fungsi dari Benteng Willem I ini pada tahun 1853-1927 digunakan sebagai barak militer KNIL yang terhubung dengan batalyon KNIL di Magelang, Yogyakarta dan Semanrang yang terhubung melalui jalur kereta api. Pada umunya benteng ini dibangun dengan menggunakan prinsip-prinsip pertahanan. Maka tidak heran bahwasanya disekeliling benteng terdapat parit sebagai taktik melawan serangan dari luar. Memasuki tahun 1945, tepatnya pada 20 November 1945 Benteng Willem I ini menjadi pertahann terkuat Inggris pada saat Pertempuran Ambarawa. Sedangkan Tentara Keamanan Rakyat Bersama badan-badan perjuangan lainnya mengepung benteng tersebut selama empat hari empat malam hingga pasukan Inggris meninggalkan Ambarawa dan mundur dari Kota Semarang.

Sumber:

Aryono, Dari Pertahanan Menjadi Rumah Tahanan, Historia, 2019

Intan Muning Harjanti, Tingkat Pelestarian Kawasan Bersejarah Benteng Willem I Ambarawa, Ruang, Vol.2 No. 4, 2016.

Jejak Kolonial, Benteng Willem I Ambarawa, Hikayat Benteng Tua di Tepi Rawa, ­­­____________27 April 2017.

Nanda Merrianda, dkk, Pemanfaatan Benteng Fort Willem I sebagai Sumber Belajar Sejarah Pada Pokok Bahasan Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Kelas XII SMA Kanisius Ambarawa Tahun Ajarah 2017/2018, Historia Pedagogia, Vol. 7 No.1, Juni 2018.