You are currently viewing Panteon Hindu (Bagian Pertama)

Panteon Hindu (Bagian Pertama)

Berdasarkan mitologi Hindu di negeri asalnya, yaitu India, dewa-dewi digambarkan sebagai personifikasi pancaran kekuatan Ishwara yang menjelma ke dalam berbagai bentuk sesuai dengan perannya. Ishwara sendiri digambarkan sebagai “makhluk” supranatural yang paling sempurna, tanpa merujuk pada satu dewa tertentu.   Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa Trimurti adalah tiga bentuk Ishwara dengan tiga peran yang berbeda. Ketika berperan sebagai pencipta dunia dan segala isinya, maka Ishwara berwujud Brahma. Dunia dan segala isinya yang diciptakan oleh Brahma mempunyai masa berlangsung dalam kurun waktu tertentu, dan selama masa tersebut Ishwara dalam wujud Wisnu bertugas memelihara keberlangsungan dunia. Apabila dunia mengalami ancaman kiamat sebelum masanya, maka Wisnu akan turun kedunia dalam berbagai bentuk avatara untuk menyelamatkan dunia. Sebaliknya, apabila dunia telah selesai menjalani masa yang ditetapkan, maka dunia dan segala isinya tersebut akan dikembalikan kepada asal penciptanya oleh Siwa yang merupakan bentuk Ishwara sebagai dewa penghancur. Jadi, peran Siwa sebagai dewa penghancur tidak seharusnya  diberi makna negatif yang bersifat destruktif.

Ketiga wujud Trimurti dapat dijumpai dalam percandian Banon. Sayangnya, tinggalan sisa-sisa bangunan Candi Banon yang diperkirakan berlokasi di sekitar Candi Borobudur tidak dapat lagi ditemukan, sehingga konfigurasi sistem panteonnya tidak dapat direkontruksikan. Kompleks Candi Prambanan mempunyai signifikansi yang tinggi untuk menggambarkan bagaimana Trimurti dipuja dalam kompleks percandian Hindu. Di kompleks Candi Prambanan, terdapat tiga candi utama, masing-masing diperuntukkan bagi Brahma, Wisnu, dan Siwa. Candi untuk Siwa diletakkan di tengah, sementara Candi Wisnu diletakkan di utaranya dan Candi Brahma diletakkan di selatannya.

Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa candi untuk Siwa mempunyai ukuran lebih besar dan lebih tinggi, jika dibandingkan dengan candi untuk Brahma dan Wisnu. Selain memiliki garbhagreha yang ditempati oleh Siwa Mahadewa, Candi Siwa juga memiliki bilik-bilik lain yang ditempati oleh para dewa pendamping Siwa yang termasuk dalam kelompok parswadewata, yaitu Agastya, Ganesa, dan Durgamahisasuramarddhini. Dari penggambaran yang demikian ini, tampak bahwa Siwa mendapatkan perhatian yang lebih dari kedua dewa Trimurti yang lainnya.

Di antara ketiga mahadewa Trimurti, tampaknya Wisnu dan Siwa mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan Brahma, sebagaimana ditunjukkan melalui   distribusi dan jumlah temuan arcanya.  Terdapat kelompok yang mendudukkan Wisnu   sebagai dewa utama di dalam pemujaan. Kelompok ini menyebut dirinya sebagai penganut sekte Waisnawa, sedangkan yang mengedepankan pemujaan terhadap Siwa menyebut dirinya sebagai penganut sekte Saiwa. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa sekte Saiwa mempunyai popularitas yang lebih, diketahui dari distribusi candi Hindu yang mayoritas diperuntukkan bagi pemujaan terhadap Siwa.

Selain Waisnawa dan Saiwa, di dalam agama Hindu juga dikenal sekte yang memuja sakti dewa, khususnya memuja Parwati sebagai sakti Siwa. Sekte tersebut   dikenal dengan sebutan sakta (shakta). Dalam Bahasa Sanskreta, sakti (shakti) mempunyai arti kekuatan atau energi dewa. Dalam hal ini, Parwati yang dipercaya sebagai sumber dari segala kekuatan yang ada di alam semesta, termasuk kekuatan Siwa juga berasal. Persatuan keduanya dalam wujud lingga-yoni merupakan simbol energi yang menghasilkan daya penciptaan.  Karenanya, lingga-yoni pun kemudian didudukkan sebagai simbol kesuburan.

(Disarikan dari buku Dewa-Dewi Masa Klasik Jawa Tengah, terbiran BPCB Jateng)