You are currently viewing Masjid Agung Demak Sebagai Warisan Cagar Budaya Islam

Masjid Agung Demak Sebagai Warisan Cagar Budaya Islam

Perlu diketahui bahwa Raden Patah merupakan keturunan langsung dari Brawijaya V yang masih beragama Hindu. Kenapa Raden Patah sendiri justru beragama Islam? hal ini diketahui lantaran ibunya merupakan seorang selir dari kerjaan Campa yang dinikahi oleh Brawijaya V dan tentunya beragama islam. Raden Patah belajar agama islam kepada Sunan Ampel. Karena Sunan Ampel ini jugalah, Sultan Patah mendirikan kerajaan islam.[1] Berdirinya Kerajaan Islam Demak tidak lepas dengan adanya Masjid Agung Demak sebagai simbol penyebaran islam di pulau Jawa. Masjid yang dibuat langsung oleh para Walisongo inilah yang masih bisa dilihat keberadaanya sampai sekarang. Sebab, masjid pada waktu itu menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pusat penyebaran islam tentunya.

Kerajaan Demak merupakan sebuah kerjaan islam yang berdiri, ketika masih ada pengaruh Hindu-Buddha yang masih kuat di Nusantara. Sebagai sebuah kerajan yang baru muncul dengan aliran agama yang berbeda tentunya. Kerajaan Demak harus mampu untuk menyebarkan agama Islam ditengah masyarakat yang masih memegang nilai-nilai dari agama Hindu-Buddha. Bagaimana cara kerajaan Demak menyebarkan Islam tanpa menghilangkan kebudayaan lokal? Kenapa agama Islam yang disebarkan bisa diterima oleh masyarakat luas?

Ketika melihat masjid Agung Demak, bangunan ini merupakan bentuk perpaduan dari kebuadayaan Hindu dan Islam. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi akulturasi budaya antara kebudayan islam dan hindu di Kerajaan Demak. Mengapa demkian, supaya masyarakat melihat simbol keagamaan yang baru, namun dengan tidak merubah suatu hal yang sudah ada sebelumnya, sehingga islam bisa diterima secara luas dikalangan masyarakat. Artinya jika bangunan yang dibuat menyusupkan sedikit sisi ke-Hinduan masyarakat bisa menerima hal ini. Dikarenakan masih ada kebudayaan atau unsur Hindu yang tidak dihilangkan dengan kedatangan islam. begitupun sebaliknya, jika penyebaran islam tidak menggunakan pendekatan semacam ini, mungkin akan mengalami kesulitan. Penyebaran islam juga menggunakan pendekat unsur budaya. Misalnya islam disebarkan oleh Sunan Kalijaga dengan media wayang dan Sunan Bonang dengan media gamelan. Dengan disisipi nilai-nilai dari islam itulah, perlahan masayarakat mulai mengenal islam dengan metode ini. Tentu saja para pembesar atau penguasa daerah lebih dulu memeluk islam.

Berbicara tentang pembangunan masjid tentu kita harus tau letak atau posisi bangunan tersebut dibangun. Sejak Kerajaan Islam tumbuh hampir semua bangunan masjid berada di barat Alun-alun pusat kota dan bangunan Keraton berada bagian selatan. Sedangkan kegiatan ekonomi berupa pasar biasanya terletak di bagian utara ataupun bagian timur laut alun-alun. Hal ini juga ada perbedaan dengan yang ada di wilayah Sumatera, dimana Keraton biasnya menghadap ke sungai. Karena sungai merupakan jalur transportasi dan jalur kegiatan.

Tahun pendirian Masjid jika dilihat pada candrasengkala yang berada di mihrab Menunjukkan bahwa masjid didirikan pada 1479 M. Hal ini didapat ketika melihat gambar kura-kura yang dapat diartikan dengan angka, mulai dari kepala 1, kaki angka 4, perutnya angka 0 dan ekor menunjukan angka 1, sehingga seluruhnya menunjukan angka 1401 Saka. Ketika menghitung tahun menjadi masehi tingggal ditambahkan 78.

Bentuk bangunan Masjid Agung Demak Sendiri berbentuk Hindu-Jawa dengan atap bersusun tiga yang melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan. kemudian pintu yang masjid berjumlah lima melambangkan rukun islam. Sedangkan jendela yang berjumlah enam melambangkan rukun iman. Bisanya di depan atau sekitar masjid terdapat kolam. Menurut G.F Pijper dengan ciri-ciri arsitekturalis ini lah merupakan kelanjutan dari bentuk candi.

Menurut Babad Tanah Jawi dan Babad Demak disebutkan bahwa para Wali mempunyai peranan penting masing-masing. Misalnya Sunan Kalijaga bertugas sebagai Arsitek, membetulkan mihrab dan arah kiblat.  Sunan Kalijaga juga salah satu pembuat Soko guru yang ada di dalam Masjid yang dikenal dengan sebutan saka tatal bagian timurlaut. Kemudian Sunan Bonang membuat saka guru bagian baratlaut, Sunan Gunuung Jati membuat saka guru bagian baratdaya. Sedangkan Sunan Ampel membut saka guru bagian tenggara dari Masjid Agung Demak.

Berdasarkan literasi buku “Indonesia Dalam Sejarah Jilid 3” Masjid Agung Demak sudah mengalami perbaikan dari tahun 1506/1507, 1710, 1884, 1924-1926, 1966, 1967, 1969, 1973, dan 1982-1986.  Berdasarkan NO REGNAS RNCB.20151218.04.000096 dan SK Menteri No243/M/2015 Masjid Agung Demak ditetapkan menjadi Cagar Budaya kategori situs tingkat nasional. Oleh karenanya perlu dilakukan konservasi atau pelestarian Cagar Budaya agar keberadaanya tetap lestari bagi generasi selanjutnya.

Penulis: Veron Maricho

Mahasiswa PKL Jurusan Sejarah UNNES.

Sumber bacaan:

[1] Uka Tjandrasasmitra dalam buku “Indonesia Dalam Sejarah: Kedatangan dan Peradaban Islam”. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), Hal 289