You are currently viewing Petani Pribumi Di Bawah VOC dan Inggris

Petani Pribumi Di Bawah VOC dan Inggris

MASA CONTINGENTERINGE

Pada saat VOC telah berhasil mengalahkan penguasa-penguasa lokal, cita-citanya untuk monopoli perdagangan tanaman ekspor telah tercapai. VOC memanfaatkan para penguasa pribumi untuk memaksa petani menanam tanaman ekspor terutama rempah-rempah (contingenteringen). Tradisi feodal yang menganggap bahwa rakyat adalah hamba dan milik penguasa telah memperlancar maksud VOC tersebut. Di samping kewajiban menanam, memelihara, dan memanen, untuk pekerjaan ini petani tidak diberi upah (rodi), karena menurut tradisi hal tersebut adalah kewajiban rakyat terhadap penguasa yang memilikinya. Namun sekitar abad XVII VOC bangkrut yang salah satu sebabnya adalah korupsi di tubuh serikat dagang ini. Kemudian VOC diambil alih oleh Belanda.

MASA PAJAK TANAH.

Selanjutnya ketika Indonesia diduduki oleh Inggris 1811, Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles bermaksud untuk memperbaiki nasib petani dengan menerapkan idenya yaitu pajak tanah. Pajak tetap ditarik, hal ini terkait dengan tradisi juga bahwa tanah adalah milik penguasa. Sedangkan penguasa sekarang adalah Inggris. Pajak ini sebagai pemasukan untuk pemerintah, sementara petani bebas untuk mengerlola sendiri tanaman termasuk mengekspornya. Ide ini diilhami oleh petani-petani di India yang telah mengenal ekonomi uang dan mampu mengelola sendiri pekerjaan tersebut. Namun di Indonesia petani belum mampu mengingat tradisi feodal yang belum mengenal ekonomi uang dan mereka terbiasa bekerja atas perintah para penguasa. Dengan demikian usaha Raffles telah gagal di samping Inggris segera pergi dari Indonesia pada 1815 dan kekuasaan dikembalikan ke Belanda lagi. (Meniti Jejak-Jejak Peradaban)