You are currently viewing Klenteng Sam Poo Kong: Sebuah Akulturasi Budaya dan Agama

Klenteng Sam Poo Kong: Sebuah Akulturasi Budaya dan Agama

Oleh: Isbania Afina Syahadati

Semarang telah menjadi salah satu kota sebagai bentuk kesaksian keberadaan bangsa asing di masa lampau. Bangsa asing tersebut tidak hanya berasal dari bangsa Eropa saja, melainkan orang-orang Tionghoa pun pernah bersinggah dan kemudian menetap di Indonesia. Keberadaan orang-orang Tionghoa tersebut tentu membawa segala aspek kehidupan yang kemudian diaplikasikan saat menetap di Indonesia. Salah satunya ialah dengan berdirinya Klenteng di Semarang, yakni Klenteng Sam Poo Kong. Klenteng ini terletak di Jl. Simongan, Bongsari, Kecamatan Semarang Barat, Kabupaten Semarang yang dibangun pada tahun 1724. Klenteng merupakan tempat ibadah yang dibuat oleh orang Tionghoa untuk berdoa dan sembahyang. Di dalam Klenteng sendiri hakikatnya merupakan agama rakyat yang dianutnya. Berdasarkan kepercayaan Bangsa Tionghoa yang berada di Tiongkok, Taiwan, Hongkong, dan lainnya mengandung unsur agama Tridarma yakni, Daoisme, Buddhisme dan Konfusianisme. Dasar kepercayaan oarang suku Tionghoa berpegang pada ajaran Kong Zi yang disebut sebagai Nabi yakni, “Jing Tian Zun Zu” yang berarti memuliakan tuhan dan menghormati leluhurnya. Ajaran tersebutlah yang digunakan sebagai pedoman guna melaksanakan upacara keagamaan. Zu atau leluhur dan bisa juga disebut Shen atau Dewa. Sedangkan perbedaan antara Zu dan Shen sendiri ialah Zu diartikan sebagai yang meninggalkan kebijakan dan mengeluarkan berkah untuk satu keluarga. Sedangkan Shen, merupakan sebuah kebijakan yang yang mengeluarkan berkah namun dihaormati oleh banyak keluarga serta rakyat.

Upacara bagi orang Tionghoa yang paling rutin dilaksanakan ialah Imlek. Hal tersebut juga menandai kedatangan dan kelahiran Laksamana Cheng Ho menjadi salah satu alasan seluruh umat berkumpul di Semarang. Dari setiap sisi bangunan yang terdapat pada Klenteng ini memiliki fungsi dan maksud tersendiri. Dari kelima Klenteng ini diantaranya ialah, Klenteng Pemujaan Dewa Bumi. Bangunan Klenteng Dewa Bumi atau Tho Tee Kong, merupakan tempat ibadah umat, baik yang menganut ajaran Daoisme, Buddhisme, dan juga Konfusianisme. Ketiga ajaran tersebut dapat melakukan sembahyang di Klenteng Dewa Bumi ini. mereka mengucapkan syukur dan berkatnyalah yang telah memberikan lahan tanah yang subur. Sehingga fungsi utama dari Klenteng Dewa Bumi ini ialah sebagai pemujaan syukur atas rahmat kekayaan pangan yang telah diberikannya. Yang kedua ialah Klenteng Pemujaan Makam Mbah Kyai Jurumudi, dimana menurut cerita bangunan tempat pemujaan makam ini merupakan makan dari armada pelayaran Laksamana Cheng Ho yang bernama Wang Jing Hong atau yang dikenal Mbah Kyai Juru Mudi Dampu Awang. Oleh karenanya sepeninggalan dari Mbah Kyai ini kemudian dimakamkan di Klenteng Sam Poo Kong. Selain itu, makam Kyai Juru Mudi pun juga kerap dijadikan tempat ziarah berbagai umat, seperti Daoisme, Konfusianisme, Buddhisme, Hindu, Kristen, dan Islam.

Yang ketiga yakni terdapat Klenteng utama pemujaan Sam Poo Kong. Dimana melalui Klenteng utama ini dijadikan pusat dari seluruh kegiatan dalam kompleks Sam Poo Kong. Klenteng utama ini terdapat gua lama dan gua baruyang digunakan Wang Jing Hong untuk menghormati jasa yang telah diberikan Laksamana Cheng Ho. Dapat dilihat bahwa fungsi utama dari Klenteng Utam yakni digunakan untuk mengingat jasa-jasa yang telah diberikan oleh Laksamana Cheng Ho. Sedangkan yang keempat yakni, Klenteng Pemujaan Mbah Kyai Jangkar. Dimana Klenteng ini digunakan untuk menyimpan sebuah jangkar yang merupakan lambang kapal armada Laksamana Ceng Ho. Selain itu, bagi Laksamana Cheng Ho jangkar ini juga digunakan sebagai alat konsentrasi dalam bersembahyang dan juga bersemedi. Maka dari itu, fungsi bangunan ini diajadikan tempat berdoa untuk menghormati para arwah dan juga Nabi. Dan yang terakhir ialah, Klenteng pemujaan Makam Mbah Kyai Tumpeng Dua dan Curudik Bumi. Klenteng ini diadikan tempat para pelaut dan pengikut Laksama Cheng Ho bersantap saat mengadakan upacara selamatan bersama dengan para penduduk setempat. Tempat ini juga menyimpan senjata dan pusaka yang dibawa oleh armada Laksamana Cheng Ho. Selain itu, fungsi lain dari Klenteng ini digunakan sebagai tempat untuk berdoa dan meditasi.

Adapun beberapa ornamen bangunan Klenteng yang terlihat cukup mencolok sehingga perlu diketahui lebih lanjut mengenai fungsinya, diantaranya ialah fungsi patung yang terdapat di Klenteng. Selain berfungsi sebagai hiasan, patung ini juga berfungsi sebagai pengingat perbuatan baik yang telah diberikan. terdapat pula gong di Klenteng Sam Poo Kong ini yang berfungsi sebagai aba-aba dalam melakukan pembacaan doa dan sebagai pertanda pada awalnya doa sembahyang yang akan dipimpin oleh seorang biksu guna mengiringi bacaan sembahyang. Adapula lonceng, dimana lonceng ini berfungsi sebagai petunjuk kepada uamat yang berdoa bahwa sembahyang akan segera dilakukan. Sehingga seluruh umat datang bersembahyang untuk mengambil temapt dan ersiap untuk sembahyang. Sealin itu berfungsi juga sebagai petunjuk kepada umat untuk berdiri atau berlutut dan memperindah ruang dalam kebaktian. Adapun alat perang yang ditemukan di Klenteng Sam Poo Kong ini sebagai alat pertahanan diri dari serangan musuh yang datang. Alat perang tersebut diletakkan di dalam ruang untuk menunjukkan tingkatan kasta seseorang yang ada didalam sebuah bangunan. Terdapat pula beduk, dimana beduk ini semula memiliki fungsi untuk pertanda adzan guna menunaikan ibadah sholat bagi agama Islam. Mengingat Laksamana Cheng Ho yang merupakan seoarang muslim ini maka beduk juga dijadikan sebagai salah satu ornamen yang terletak di dalam Klenteng Sam Poo Kong. Keberadaan Klenteng ini telah menjadi salah satu bentuk bahwasanya keberadaan agama di Indonesia tepatnya abad 18 pun telah mencapai keharmonisan. Oleh karenanya, dengan seiring berjalannya peradaban tentu perbedaan agama justru mampu menjadi pengikat seluruh kaum untuk tetap berbhineka tunggal ika.

Sumber:

Edi Nurwahyu Julianto, Spirit Pluralisme dalam Klenteng Sam Po Kong Semarang, The Messenger, Vol. VII No. 2, Juli 2015.

Suci Mentari, Bentuk, Fungsi dan Makna Bangunan Klenteng Sam Poo Kong di Semarang, Skripsi, Medan: USU, 2017.