You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Pada Masa Klasik (9)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Pada Masa Klasik (9)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, di arah selatan Candi Plaosan Lor terdapat satu lagi candi berlatar belakang agama Buddha, yakni Candi Sojiwan. Pada saat buku ini ditulis, candi tersebut sedang dalam pemugaran.

Sementara itu, di wilayah Kabupaten Magelang sekarang dari waktu yang hampir sama, yaitu sekitar pertengahan abad IX TU, juga didirikan candi-candi buddhistis yaitu, Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. Menurut penafsiran para ahli, ketiga candi itu merupakan satu kesatuan antara lain karena ketiganya berada dalam satu garis lurus.

Candi Borobudur sebagai suatu candi Buddha di Indonesia memiliki banyak keistimewaan. Di antaranya, pertama, candi ini merupakan bangunan terbuka, artinya tidak memiliki ruang atau bilik. Meskipun demikian, pembagian candi secara vertikal menjadi tia bagian masih diterapkan, yaitu bagian kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. Bagian kamadhatu dan rupadhatu berdenah bujursangkar, sedangkan bagian arupadhatu berdenah lingkaran.

Kedua, bentuk dasar Candi Borobudur sebenarnya adalah bangunan berundak yang konsep dasarnya merupakan pengembangan punden berundakdari seni bangunan prasejarah yang berfungsi untuk pemujaan roh leluhur. Akan tetapi, sisi keagamaannya adalah Buddha. Komponen-komponen bangunan, arca-arca, dan cerita pada reliefnya pun bersifat Buddhistis. Dengan demikian, Candi Borobudur merupakan salah satu hasil akulturasi antara budaya prasejarah dengan budaya/pengaruh India. Secara garis besar hal itu tercermin dari keberadaan stupa pusat dan stupa-stupa lainnya (unsur Buddha) yang diletakkan di atas struktur berundak (unsur prasejarah/lokal). Jika dilihat dari atas denah Candi Borobudur jelas menunjukkan pola mandala, yaitu diagram berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris yang berkaitan dengan lokasi penempatan tempat dewa-dewa.

Ketiga, Candi Borobudur sesungguhnya berupa selubung batu yang menutupi suatu bukit alam yang ditambal dan diratakan di beberapa tempat. Di dalam perjalanan pembangunnya, Candi Borobudur, mengalami beberapa perubahan desain, termasuk memperlebar kaki candi sehingga kaki asli yang sudah dihias relief-relief Karmawibhangga terpaksa harus ditutup.

Bagian kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu di Brobudur dapat dengan mudah dikenali, kaena bentuknya memang berbeda. Kamadhatu berbentuk bujur sangkar dengan sisi-sisi yang berpenampil berukuran 113 m, dan berukuran tinggi 4 m. Bagian ruphadatu terdiri atau lima tingkat berdenah bujur sangkar yang menyempit ke atas. Bagian atas dinding-dinding balustrade pada kelima tingkat itu dihias relung-relung bermahkota stupa, dan berisi patung dewa-dewa dalam pantheon agama Buddha. Sementara dinding balustrade itu sendiri dihias dengan relief riwayat Sang Buddha, dan kisah-kisah religius Buddhistis lainnya.

Bagian arupadhatu terdiri atas tiga teras bundar yang konsentris. Tiap-tiap teras menyangga sederetan stupa berlubang-lubang yang berisi arca-arca Buddha dengan sikap Dharmacakramudra. Pada bagian arupadhatu ini tidak didapatkan relief apapun. Urutan ceritera yang dipakai pada relief mulai dari bagian kamadhatu sampai dengan rupadhatu tampaknya mengarahkan peziarah untuk mencontoh perjalanan Sudhana mendaki gunung simbolik. Terakhir ia mencapai puncak gunung tempat ia mendapatkan pencerahan dan ketenangan, yang dilambangkan oleh teras-teras melingkar yang sepi dari relief, tetapi dienuhi oleh stupa dengan patung Buddha di dalamnya. Adapun teras yang paling atas dimahkotai oleh satu stupa besar yang di dalamnya terdapat ruang kecil yang dahulu juga berisi arca Buddha.