You are currently viewing Gaya Berdasarkan Zaman, Masa Klasik, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Gaya Berdasarkan Zaman, Masa Klasik, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Sesuai dengan zamannya, seni hias dapat dibedakan antara seni hias Prasejarah, Klasik, Islam, dan Kolonial. Pembagian zaman tersebut sesuai dengan unsur kuat yang berturut-turut mempengaruhi budaya indonesia, khususnya Jawa Tengah. Seni hias, dalam hal ini, berkembang dari suatu gaya ke gaya lain. Dalam suatu gaya, beberapa unsur lama sering tampak digunakan, sehingga unsur lama tidak hilang begitu saja dengan kedatangan pengaruh gaya yang lain dan bahkan membentuk suatu seni bergaya campuran.

Berikutnya, paling tidak sejak awal abad ke 5 TU terlihat bahwa kebudayaan dari India datang mewarnai hasil budaya Jawa tengah. Pada jaman yang disebutkan masa klasik ini, terdapat banyak pengaruh dari kesenian Hindu dan Buddha, muskipun pada saat yang bersamaan gaya setempat masih bertahan, sehingga terjadi perpaduan antara budaya setempat dengan budaya India. Kesenian masa klasik banyak diilhami oleh kitab-kitab keagamaan Hindu dan Buddha misalnya Mahabharata, Ramayana dan jataka. Pada masa klasik awal aturan-aturan keagamaan india masih dipegang secara ketat. Aturan-aturan itu nantinya memudar pada akhir masa kejayaan budaya klasik.

Pada masa tersebut, bentuk-bentuk geometris tetap digunakan sebagai hiasan pada benda-benda hasil budaya. Bentuk-bentuk itu dipadukan dengan bentuk-bentuk non-geometris sehingga menambah keindahan. Contoh hiasan ini misalanya adalah jajaran belah ketupat dengan ceplok bunga di tengahnya yang terdapat pada bagian kaki Candi Plaosan Lor (Klaten) dan pada bagian kaki candi Lawang di daerah Cepogo (Boyolali).

Selain pola geometris, pada masa tersebut berkembang pola tetumbuhan, binatang, manusia dan dewa serta makhaluk-makhluk khayalan. Pola hias tumbuhan banyak digambarkan secara alami (naturalis), nyata (realis), dan digayakan (stiliran). Sementara itu, binatang yang sering digunakan adalah jeniss binatang unggas, binatang merayap, binatang berkaki empat dan binatang khalayan (mistis).

Masa klasik ditandai dengan pembangunan banyak tempat ibadah agama Hindu dan Buddha, sehingga pola hias yang berkembang pada masa ini juga mengikuti tradisi seperti tersebut diatas. Pola hias tersebut berakitan erat dengan guna bangunan candi sebagai tempat ibadah dan sangat berlandaskan pada aturan-aturan yang tercantum pada kitab-kitab suci keagamaan. Hiasan yang ada di candi, antara lain adalah arca, hiasan – hiasan struktural (seperti pelipit), serta rellief-relief. Ditinjau daro temanya, terdaapt dua jenis relief, yaitu relief cerita dan non cerita. Relief cerita dapat ditemukan di Candi Borobudur yang menceritakan perjalanan Buddha Gautama dan naskah Jataka, serta di Candi Mendut (Magelang) dan Sojiwan (Klaten) dengan cerita binatang, sedangkan relief non cerita berupa penggambaran aspara atau tokoh tertentu lainnya, tetumbuhan seperti ceplok bunga, pohon, sesulurann, binatang, serta goresan-goresan geometris. Pola hias tersebut banyak ditemukan hampir disetiap candi, antara lain di Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Gana, dan Candi Lumbung, kesemyannya di daerah Prambanan (Klaten), serta pola hias pada masa klasik ditemukan pula pada artefak lepas, misalnya pangkal lingga yang berpola hias tumpal dan ukiran di cerat yoni yang berbentuk sangkha bersayap. Keduanya ditemukan di Tlagapakis, kecamatan Petungkriyono (Pekalongan).

Benda logam juga merupakan penghiasan pada masa klasik. Diantara benda-benda tersebut adalah mangkuk (basi) terbuat dari emas dengan relief cerita Ramayanan temuan dari Wonoboyo (Klaten), atau relief sangka pada tas emas dari situs yang sama. Pola hias lain dijumpai pada benda-benda perunggu seperti bokor temuan dari daerah Kudus, yang berupa pola hias geometris yang berbentuk segitiga berjajar, sedangkan pola hias berbentuk tumbuhan terdapat pada genting temuan dari daerah Dukuh Dawar Mojosongo (Boyolali). Perpaduan pola hias sesuluran dan pola geometris terdapat pada mangkuk perunggu temuan dari desa Bojong, Pakis (Magelang).

Pola hias dalam masa klasik juga dijumpai pada yang terbuat dari gerabah. Sebagai contoh adalah pola garis-garis yang diterapkan pada fragmen gerabah temuan di Dukuh Ngreco, Repan (Batang) serta pola jala, sisir, dan garis-garis sejajar pada gerabah Candi Bogang (Wonosobo). Selain hubungan dengan India, pada masa klasik ini juga terdapataaa hubungan dengan China. Hal ini ditandai terutama oleh adanya banyak keramik China di wilayah nusantara, termasuk Jawa Tengah, yang mengandung banyak unsur hias. Unsur Asia Tenggara, seperti Khamar, terlihat pada salah satu relief di salah satu Candi Plaosan Lor (Klaten) yang tokoh-tokohnya menggunakan topi khas dari wilayah budaya tersebut.