You are currently viewing Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Islam (6)

Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya, Seni Bangunan Islam (6)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Kedatangan Islam di Nusantara selain memunculkan seni bangunan masjid, juga memunculkan seni bangunan pemakaman yang pada masa klasik lenyap, sebab konsep perawatan jenazah di dalam agama Hindu dan Buddha diakhiri dengan kremasi. Sementara itu, di dalam ajaran Islam jenazah harus dikubur di dalam liang lahat dalam posisi membujur dengan wajah menghadap ke arah kiblat, serta dianjurkan untuk diberi tanda kubur. Hal ini mengakibatkan munculnya hasil seni bangunan lain dari masa Islam yakni makam. Dilihat dari seni bangunannya makam memiliki komponen-komponen pokok, yakni:

  1. Jirat, yaitu bangunan yang membujur di atas makam, dan
  2. Nisan, yaitu tanda kubur yang ditempatkan pada jirat di arah kepala dan kaki jenazah.

Sebagai hasil seni bangunan jirat dan nisan ada yang dibuat dari batu, kayu, atau bata, tergantung pada situasi dan kondisi lokal.menarik perhatian bahwa jejak-jejak tertua Islam di Indonesia justru berupa jirat dan nisa, di antaranya makam Fatimah binti Maimun di Leran (dekat Gresik) yang berangka tahun 475 H= 1082 TU, dan makam Sultan Malik al Saleh di Pasai (Aceh) yang berangka tahun 696 H= 1297 TU. Pada perjalanan kultural di berbagai tempat, khususnya di Jawa Tengah, kerapkali kedua komponen pokok tersebut masih ditambah dengan cungkup, yang pada dasarnya bukan merupakan keharusan di dalam ajaran Islam.

Makam-makam kuna biasnaya ada di dekat masjid seperti makam sultan-sultan Demak, dan makam Sunan Kudus; tetapi ada juga berada di pinggir kota seperti makam Nayu di Surakarta. Ada makam kuna yang ditempatkan di atas bukit seperti makam Sunan Muria di lereng Gunung Muria dekat Kudus, makam Sunan Tembayat di Bayat dekat Klaten; tetapiada pula yang di tanah datar seperti makam Sunan Kalijaga di Kadilangu dekat Demak.

Situs pemakaman Islam kuna biasanya ditata sehingga membentuk pola tertentu.pada pemakaman yang terletak di tanah datar halaman-halamannya diatur berderet ke belakang, dan makam tokoh utamanya ada di halaman paling belakang di dalam cungub, contohnya; makam Sunan Kudus. Pada pemakaman yang terletak di bukit, halaman-halamannya diatur berderet ke belakang, dan meninggi sehingga makam tokoh utama berada di halaman paling belakang dan paling tinggi, contohnya; makam Sunan Muria, makam Sunan Amangkurat I di Tegalwangi dekat Tegal, makam Pangeran Sambernyawa di Mangadeg. Selain itu, ada pula tata ruang pemakaman yang berupa gabungan makam-makam dalam kelompok-kelompok kecil, seperti pada makam sultan-sultan Demak di belakang Masjid Agung Demak. Ada pula tata ruang yang makam-makamnya diatur berajar ke samping, seperti makam Ratu Kalinyamat di Mantingan (Jepara), makam bupati-bupati Kudus-Jepara di Sedamukti (Kudus).

Jirat yang selalu membujur dengan arah utara-selatan bentuknya bervariasi. Ada yang berbentuk menyerupai perahu, ada yang bertingkat-tingkat mengecil ke atas, dan pula yang berbentuk persegi panjang. Bentuk nisan yang digunakan juga bervariasi, ada yang mirip menhir, ada yang bentuk dasarnya lengkung kala-makara, dan ada pula yang berbentuk mirip gada.

Keterangan Foto: Nisan di Kompleks Makam Tembayat Kabupaten Klaten