You are currently viewing Tehnologi Kriya Kayu, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Tehnologi Kriya Kayu, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa bukti secara langsung mengenai hasil seni kriya kayu masa lalu tidak dapt diperoleh, sehingga penjelasan mengenai teknologinyapun tidak dapat dijelaskan secara langsung. Akan tetapi, melalui bukti tidak langsung tersebut dapat diinterpretasikan penguasaan teknologi masayarakat masa lalu untuk mengolah bahan kayu untuk berbagai keperluan. Tampaknya keahlian mengolah bahan kayu untuk menghasilkan berbagi bentuk seni kriya tidak dimiliki oleh semua orang. Sember prasasti Jawa Kuno menyebutkan keberadaan undagi sebagai kelompok orang yang mahir dalam seni kriya kayu, sekaligus merupakan salah satu profesi yang ada mulai dari tingkat wauna (desa) sampai dengan tingkat kerajaan.

Pembuatan kriya kayu selalu didahului dengan pemilihan kayu yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan, kemudian dilakukan pembentukan, dan tahap penyelesaian. Sebelum peralatan logam dikenal, kemungkinan besar beliung persegi digunakan untuk menembang pohon. Ketika peralatan logam sudah dikenal, peralatan yang digunakan untuk menebang pohon adalah kapang. Selanjutnya, untuk mengerjakan hal-hal kecil dan detail, digunakan tatah atau pahat logam seperti masih sering digunakan oleh tukang kayu sekarang. Sistem penyambungan antar bagian pada benda kayu tidak menggunakan paku logam, tetapi menggunakan sistem ikat, pangsa kayu, atau sitem pen-kait. Pada tahap penyelesaian hasil kriya kayu, kemungkinan hanya digunakan daun ampelas, daun bamboo, maupun pecahan kaca. Pecahan kaca sapai sekarang masih sering digunakan para erajin ukiran Jepara untuk menghaluskan detail ukiran sebelum diplitur.

(foto Gapura Majapahit Pati)