Haruskah Candi Lumbung Sengi dikembalikan Lagi ke Posisi Semula?

lum

(Candi Lumbung sebelum dipindah)

Candi Lumbung Sengi yang terletak di Dusun Tlatar, Kelurahan Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang terpaksa dipindahkan karena tebing yang berada di sampingnya terus tergerus oleh aliran lahar dingin yang melalui sungai akibat letusan Gunung Merapi tahun 2010 silam. Pada saat pemindahannya Balai Pelestarian Cagar Budaya dan beberapa ahli telah mengadakan penelitian dan dokumentasi secara detail. Sekarang bangunan Candi Lumbung Sengi berdiri di lahan diantara pemukiman penduduk. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sengaja tetap mendirikan bangunan candi ini walaupun tidak pada letak aslinya dengan tujuan agar masyarakat tetap dapat mengapresiasi bangunan candi serta dapet mengakses informasi-informasi khususnya tentang tindakan darurat.

Masa-masa kritis itu telah berlalu dan wacana pengembalian letak candi muncul. Kegiatan pemindahan merupakan tidakan darurat dan sementara dan menurut prinsip arkeologis unsur letak merupakan hal yang mutlak. Pengembalian bangunan candi juga membutuhkan pemikiran yang mendalam karana walaupun aliran lahar dingin telah berkurang intensitasnya, namun lokasi asli Candi Lumbung sekarang menjadii sangat dekat dengan tebing sungai dan ketika banjir bahaya longsor akan mengancam.

Beberapa wacana tindakan pengembalian Bangunan Candi Lumbung kemudian dikemukakan. Pada diskusi IAAI Komda DIY dan Jateng periode maret yang diadakan 8 Maret 2016 juga membahas tentang hal ini. Beragam pendapat dari berbagai ahli yang semuanya belum menemukan titik temu atau tanda sepakat. Pendapat pertama adalah bangunan Candi Lumbung harus dikembalikan seperti semula dengan memperkuat struktur tebing dan dibuat bendungan atau bahkan membelokkan aliran sungai yang ada. Pendapat kedua, bangunan Candi Lumbung Sengi di kembalikan ke posisi semula namun letaknya agak di geser menjauhi bibir tebing. Jika opsi pertama diambil memang sangat ideal namun akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama. Proses pekerjaannya juga akan sangat berliku karena membutuhkan beberapa instansi yang terlibat. Sedangkan jika memilih opsi yang kedua, memang candi akan sedikit menjauh dari bahaya longsor namun kurang memenuhi prinsip-prinsip dalam arkeologi. Semua pilihan memang harus melalui tahapan pemikiran yang mendalam dari berbagai multi disiplin ilmu, dana dan waktu.

Diluar opsi-opsi tersebut, tidakah juga terpikir bahwa Candi Lumbung Sengi saat ini adalah satu-satunya candi di Indonesia yang terpaksa dipindah karena alasan bencana alam. Semua informasi tentang Candi Lumbung, bencana dan kegiatan pemindahannya sangat menarik dan unik untuk di sampaikan pada masyarakat bahkan juga dibutuhkan oleh lembaga-lembaga pelestari Cagar Budaya. Kemudian apakah sebaiknya Candi Lumbung tidak harus dikembalikan pada letak asalnya karena berbagai alasan seperti memerlukan dana yang sangat besar atau harus menunggu waktu yang sangat lama bahkan resiko longsor sehingga kita dapat lebih berkonsentrasi pada pembuatan media interpretasi untuk masyarakat yang cenderung lebih dibutuhkan, cepat dan lebih murah. Mari kita pikirkan bersama (Dj).