You are currently viewing Gaya Berdasarkan Masa, Masa Kolonial, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Gaya Berdasarkan Masa, Masa Kolonial, Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan beberapa buku. salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku berjudul Jawa Tengah Sebuah Potret Warisan Budaya. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Prof. Sumijati Atmosudira dkk /editor). Mempertimbangkan permintaan dari masyarakat maka buku ini ditampilkan di laman ini.

Sesuai dengan zamannya, seni hias dapat dibedakan antara seni hias Prasejarah, Klasik, Islam, dan Kolonial. Pembagian zaman tersebut sesuai dengan unsur kuat yang berturut-turut mempengaruhi budaya indonesia, khususnya Jawa Tengah. Seni hias, dalam hal ini, berkembang dari suatu gaya ke gaya lain. Dalam suatu gaya, beberapa unsur lama sering tampak digunakan, sehingga unsur lama tidak hilang begitu saja dengan kedatangan pengaruh gaya yang lain dan bahkan membentuk suatu seni bergaya campuran.

Beberapa waktu setelah berkembangnya pengaruh agama Islam di Indonesia, masuk pula pengaruh asing lainnya. Budaya yang terakhir ini terutama merupakan budaya Eropa dan Asia, khusunya Cina. Pada masa ini perkembangan seni hias semakin pesat karena terjadi perpaduan unsur yang telah ada sebelumnya dengan unsur baru. Pada masa ini sebagian seniman berpendapat bahwa fungsi seni hias adalah untuk dekorasi semata, sehingga tidak ada berbagai larangan dalam penciptaan bentuk dan macamnya, serta terdapat lebih banyak kemungkinan yang dapat dikembangkan. Benda-benda yang memiliki pola hias juga sangat beraneka ragam mulai dari bangunan sampai dengan benda-benda yang digunakan sehari-hari seperti piring, gekas hingga sendok-garpu.

Bentuk pola hias masih berdasar pada bentuk-bentuk yang telah ada pada masa sebelumnya, tetapi telah mengalami perkembangan detail dan variasinya. Contohnya adalah pola hias geometris yang bertahan hingga masa kini seperti bentuk-bentuk persegi yang digunakan pada jendela-kjendela dari kaca-patri di Gereja Blenduk (Semarang). Pola lain adalah sesuluran yang biasanya digunakan pada tiang bangunan, baik dari kayu maupun besi. Selain itu, pola hias berbentuk manusia digambarkan secara nyatra tanpa  ada penyamaran.

Pada masa Kolonial ini, hiasan pada bangunan, baik bangunan khas kesenian Eropa maupun Cina, sangat berkembang. Selain pola hias dalam bentuk-bentuk gtertentu, pemakaian warna juga menunjukanciri khas dari setiap pengaruh yang ada. Misalnya warna merah menyala, kuning, dan hitam adalah warna khas pad bangunan pengaruh kesenian Cina, sedangkan pola-pola hias pengaruh eropa cenderung menggunakan earna-earana lembut meski terkadang juga memilih warna cerah dan menyala. Pola cina juga dikenali dengan tema binatang-binatang khas seperti liong feniks dan (phoenix). Sebagai contoh adalah ragam feniks yang dijumpai pada batik Pekalongan, serta bentuk jiong tiga dimensi pada bubungan atap berbagai kelenteng.

Selain pada rumah, bangunan umum dan perlengkapannnya, argaam hias juga ditemukan pada lingkungan makam, baik makam Eropa (kerkhof) atau makam Cina (bong). Pada kedua jenis peninggalan yang tersebar dihampir setiap kota tersebut, berkembang gaya khas masing-masing kebudayaan. Pada masing-masing jenis makam terdapat kaligrafi dengan huruf latin atau Cina, juga hiasan lain yang khas.

Ragam Kolonial juga mempengaruhi pola hias kain batik. Pada sebuah batik tulis dari Surakarta, yaitu batik Bintang Cempaka Mulya terdapat pola bintang bersegi delapan dengan huruf “W” di tengah, dan ragam lain pada kain tersebut adalah bentuk silang dengan mahkota gaya Eropa di tengahnya. Ragam pada kain yang juga disebut kain ‘Bintang van de Orde van Oranje Nassau’ ini mengambil ilham para penguasa Jawa. Selain pengaruh Eropa, pada batik juga terdapat pengaruh Cina dan Jepang. Di pesisir utara, misalnya Pekalongan, terdapat motif dan pewarnaan yang khas Cina. Pengaruh Jepang dapat dilihat misalnya pada batik khas yang disebut Jawa-Hokokai.