You are currently viewing Agus Kuncoro, Nrima ing Pandum

Agus Kuncoro, Nrima ing Pandum

Sebagian besar candi di Jawa Tengah saat ditemukan dalam keadaan runtuh. Penyebab runtuhnya candi-candi ini antara lain bencana alama dan telah ditinggalkan lama oleh manusia. Untuk mengembalikan kembali bentuk arsitektur candi dibutuhkan kegiatan bernama pemugaran.

Pemugaran sebuah candi merupakan kegiatan yang bukan saja membutuhkan kecermatan luar biasa melainkan juga membutuhkan niat dan keiklasan. Banyak tokoh-tokoh yang terlibat dalam kegiatan pemugaran yang mencurahkan tenaga dan pikiran demi mendirikan kembali candi yang telah runtuh. Salah tokoh yang memegang pernana vital adalah pencari batu. Banyak cerita menarik yang dapat digali dari para pencari batu ini dan bahkan terdamh cerita-cerita ini menginspirasi.

Pria kelahiran Klaten, 29 Agustus 1981 ini mulai masuk dalam pemugaran candi pada tahun 2010. Ia tertarik sebagai pencari batu karena keluarganya banyak yang berprofesi sebagai pencari batu. Kakeknya, Darmo dulu ikut dalam pemugaran, kemudian Pak Denya yang bernama Darmanto dan Supardji. Ayahnya dulu bekerja di Candi Sewu sebagai juru pelihara. Selain itu, ia tertarik menjadi pencari batu karena profesi ini langka, tidak banyak orang yang tahu. Melihat bangunan yang dulu runtuh bisa berdiri sampai atas menjadi suatu kesenangan tersendiri. Pria yang putus sekolah di kelas tiga SMA Muhammadiah ini punya pengalaman melihat batu Candi Sewu saat jalan-jalan bersama keluarga di dekat Stasiun Prambanan. Agus kemudian lapor kepada kepala unit Candi Sewu BPCB Jawa Tengah (Deny Wahju Hidayat). Benar saja, setelah dilakukan penyelidikan, benda cagar budaya ini bisa diselamatkan dan disatukan dengan batu-batuan lain di Kawasan Candi Sewu. Setidaknya, setelah bekerja sebagai pencari batu candi, ia lebih mempunyai rasa eman-eman apabila ada batu candi yang jauh dari tempatnya semula. Pria yang pernah bekerja sebagai pedagang asongan di Taman Wisata Prambanan ini, mempunyai kemampuan berbahasa asing sehingga bisa menjawab pertanyaan wisatawan dari luar negeri. Untuk menjawab pertanyaan dari wisatawan, Agus menjadi sering membaca buku-buku tentang sejarah.  Sehingga saat ia mendapat SK untuk tugas di luar kawasan Candi Sewu, rekannya akan merasa kehilangan sosok yang bisa menjelaskan kepada wisatawan khususnya wisatawan asing. Di tugaskan di luar Kawasan Candi Sewu tidak menjadikannya berat, ia siap dan harus menyesuaikan keputusan yang telah di tetapkan oleh pimpinan, intinya “narima ing pandum”. Padahal, dengan begitu ia harus rela jauh dari keluarga. Di luar lokasi Candi Sewu ia harus menyaksikan alat yang digunakan masih serba minim serta medannya yang masih susah seperti di kebun, di tengah sawah bahkandi gunung yang harus membawa pasir per ember dari bawah. Namun, dengan adanya tugas di luar daerah bisa untuk menambah pengalaman dan pemasukan. Menjadi pencari batu, tidak begitu menyulitkan untuknya, karena sebelumnya ia sudah mempunyai basic sebagai pekerja lapangan. Ia akan puas apabila sudah mencocokkan batu yang ia temukan walaupun batu yang ia temukan kadang kurang tepat. Menurutnya, sebelum benar harus melewati salah terlebih dahulu. Untuk membakar semangatnya saat bekerja di candi, ia terinspirasi pidato dari Soekarno “ambillah apinja… dan  djangan abunja…” yang tertulis dalam Museum Manjusrigrha.

Ditulis oleh: Meilinia FathonahMahasiswa Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sejarah, Undip Semarang