Makam ini berlokasi di Kampung Pilar, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Letaknya di tengah permukiman Kampung Pilar. Dinding pagar setebal 80 cm berbentuk U mengelilingi bangunan makam utama (mausoleum). Arah masuk halaman makam di selatan. Pada bagian yang dahulunya mungkin berpagar, masih terlihat sisa dari gerbangnya yang berupa dua pilar bata berplester terletak di tengah-tengah.
Di halaman depan menuju bangunan makam terdapat sejumlah bangunan bata berbentuk segi empat dengan ukuran yang berbeda-beda. Bangunan bata tersebut merupakan nisan-nisan makam anggota keluarga van Motman. Terdapat lebih kurang 12 makam yang masih dapat diidentifikasi dari sisa-sisa bangunan nisannya, dua di antaranya hanya ditandai dengan susunan batu bata dan batu alam seperti jirat makam biasa.
Tiap bangunan makam di kompleks ini terdiri dari bagian “dasar atau kaki, badan, dan kepala atau puncak”. Bagian dasar berdenah segi empat berpelipit, yang makin ke atas makin mengecil. Bagian badannya berdenah segi empat dengan ceruk berbentuk empat persegi panjang di bagian dindingnya. Di atas ceruk terdapat ornamen berbentuk pelengkung. Dinding makam yang berceruk ini menghadap poros halaman. Bagian inilah yang dahulu terpasang nisan marmer. Pada sisi-sisi dinding makam lainnya terdapat ornamen berbentuk bingkai segi empat. Namun ada pula yang memiliki ceruk berbentuk bulat pada sisi sampingnya, seperti terlihat pada dua makam terdepan di dekat gerbang pada jajaran makam di sisi timur halaman dan satu makam di bagian tengah. Bagian atas bangunan makam juga memiliki denah segi empat, namun lebih lebar dari bagian badan dan memiliki pelipit. Di sekeliling tepian atasnya terdapat ornamen berbentuk pelengkung di dalam segitiga, sehingga terlihat seperti mahkota.
Bangunan utama pada kompleks makam ini bergaya neo klasik, letaknya di sebelah utara lahan kompleks. Gerbang makamnya lurus dengan gerbang masuk halaman kompleks makam. Dari sejumlah informasi yang didapatkan, disebutkan bahwa bangunan makam utama dahulu adalah mausoleum yang merupakan tiruan dari Katedral Santo Petrus di Roma, Italia. Bangunan tersebut berdenah salib.
Masuk ke bagian dalam bangunan makam utama akan terlihat dinding yang berplester dicat warna hitam pada dinding bagian bawah, sedangkan dinding atas dicat warna putih. Antara cat warna hitam dan putih tersebut terdapat ornamen list berupa hiasan geometris seperti gaya art neuveau. Dari tengah ruangan dapat dilihat pada bagian sayap barat dan timur terlihat seperti ruangan yang tersekat dua secara horisontal menjadi bagian atas dan bawah. Keduanya memiliki bentuk empat persegi panjang. Sekatnya berupa dag beton setebal 13 cm.
Pada masa Belanda, di Dramaga pernah tinggal keluarga van Motman. Van Motman menjadi sebuah marga dengan founding father seorang tuan tanah bernama lengkap Gerrit Willem Casimir (GWC) van Motman. Ia lahir pada 17 Januari 1773 dan meninggal di Dramaga, 25 Mei 1821. Ia adalah anak bungsu dari keluarga yang sebagian besar anggotanya telah meninggal dunia akibat Tuberkulosis. Karena negaranya mengalami stagnasi akibat invasi Perancis, maka pada usia 17 tahun, GWC mencoba peruntungan bergabung dengan VOC, berlayar ke Hindia Belanda memulai karir sebagai administrator gudang VOC. Lalu akhirnya di Buitenzorg (nama wilayah Bogor pada masa Belanda) setelah VOC bangkrut, GWC menjadi tuan tanah dengan luas total kepemilikan seluas 117.099 hektar, meliputi daerah Semplak, Kedong Badak, Rumpin, Cikoleang, Trogong, Dramaga, Ciampea, Jambu, Nangung, Bolang, Jasinga, Pondok Gedeh, Pasar Langkap dan Rosa di Gunung Priangan, Cikandi Ilir dan Cikandi Udik di Banten. Tanah kepemilikannya saat itu bisa dijumpai searah mata angin pada radius 40 km dari kota Bogor.
Pada saat hidupnya, ia memiliki rumah di daerah Dramaga yang disebut Groot Dramaga atau Big Dramaga. Disebut Groot Dramaga karena rumah itu ukurannya besar, memiliki 20 kamar. Rumah yang lain terletak di daerah Jamboe. Namun rumahnya yang masih berdiri hingga saat ini hanya yang di Dramaga. Di Dramaga, keluarga van Motman hidup hingga lima generasi (1813-1958) dan selama itu pula keluarganya mengelola lima perkebunan besar di wilayah sekitar Jakarta-Bogor.
Di halaman mausoleum dahulunya terdapat 33 kuburan keluarga dan kerabat van Motman. Areal ini pertama kali digunakan sebagai makam tanggal 5 Desember 1811 ketika Gerrit Willem Casimir van Motman (1773 – 1821), lelaki van Motman pertama yang menjejakkan kaki di tanah Jawa menguburkan anak perempuannya yang bernama Maria Henrietta (Galeribogor.net). GWC van Motman sebenarnya memiliki 13 anak, namun yang hidup hanya 5. Enam anak lainnya yang dimakamkan di pemakaman keluarga van Motman di Jambu adalah Sophia Wilhelmina (3 tahun, 11 bulan); Gerrit Willem Casimir Jr (2 tahun, 7 bulan); Theodorus Petrus (10 bulan); Nonnetje (3 tahun); Sophia Cornelia (1 tahun, 4 bulan); Theodorus Frederik (1 tahun, 2 bulan). Dua anaknya yang lain dimakamkan di kerkhof Tanah Abang, yaitu Maria Henrieta (5 tahun, 5 bulan), Petrus Wilhelmus (1 tahun 4 bulan).
Setelah hampir satu abad menguasai wilayah Bogor Barat, pada tahun 1953 keluarga keturunan terakhir van Motman meninggalkan Indonesia, sehingga pemakaman van Motman di Kampung Pilar, Jambu tidak terawat.