Jakarta awalnya berkembang dari jalur perdagangan melalui laut dan terkenal dengan pelabuhan Sunda Kelapa. Sunda Kelapa yang merupakan bandar utama dan terpenting dari Kerajaan Sunda, berada di muara Sungai Ciliwung. Kemudian menjadi bandar antarbangsa, sehingga kota dan pelabuhan menjadi sangat ramai. Tanggal 22 Juni 1527 menjadi hari jadi kota Jakarta karena pada saat itu Pangeran Fatahillah dari Kerajaan Demak mendirikan kota Jayakarta yang sebelumnya bernama Sunda Kelapa. Jayakarta memiliki arti yang berarti “kemenangan”. Jayakarta menjadi pelabuhan yang paling banyak dituju, ketika pedagang dari Cina, India, Arab, Eropa, dan seluruh dunia melakukan transaksi barang dagangannya. Namun setelah 92 tahun, kota pelabuhan ini kemudian dikuasai oleh VOC Belanda. Kota Jayakarta masih sederhana, bentuknya empat persegi panjang dengan luas sekitar 72.496 m2. Letaknya di sebelah barat Sungai Ciliwung, lebih kurang 300 m dari garis pantai saat itu. Pusat kota ada di bagian selatan dengan masjid, alun-alun dan keraton yang merupakan bangunan-bangunan utama dari suatu kota tradisional, dan pasar di sebelah utara pusat kota.
Di sebelah timur muara Sungai Ciliwung, sebelum tahun 1600 sudah berdiri satu benteng Belanda yang berbentuk segi empat, lengkap dengan bastion (kubu pertahanan) di setiap sudutnya. Namanya Fort Jacatra, luasnya sekitar 14.400 m2. Di dalam benteng itu terdapat bangunan gudang rempah-rempah bernama Mauritius (Nieuwe Huis), dan sebuah bangunan lagi bernama Nassau (Oude Huis). Sementara di sebelah barat sungai (berseberangan dengan Fort Jacatra) berdirilah Loji Inggris.
Setelah kota Jayakarta dihancurkan oleh J.P. Coen, tepatnya pada 30 Mei 1619, kota ini diubah namanya menjadi ”Batavia”. Rancangan kota Batavia dibuat dengan serangkaian blok-blok pemukiman yang dipisahkan oleh kanal, benteng, dan parit. Ketika pembangunan kota selesai (1650), Kota terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan selatan. Ketika kota bagian utara sudah dipagari dengan pagar kayu, bagian selatan kota belum dilindungi pagar, di mana kawasan kota tua yang saat itu menjadi pusat kota (bagian Utara) diperuntukkan sebagai tempat tinggal orang Eropa terutama Belanda, sementara orang pribumi dan warga lainnya seperti etnis Cina tergeser ke pinggir kota (bagian Selatan). Pada masa kejayaannya, Batavia dikenal sebagai “Mutiara dari Timur” yang menjadi pusat kekuasaan dan pemerintahan VOC Belanda atas kepualauan Hindia Timur. Selanjutnya, pada masa kependudukan Jepang (1942) terjadi perubahan nama dari Batavia menjadi Jakarta.