SUMBER DAYA KAWASAN SITUS WADU PA’A

0
1650

Potensi

Dalam naskah Negarakrtagama karangan Mpu Prapanca tahun 1365, disebutkan beberapa tempat yang ada di Pulau Sumbawa. Berita itu termuat dalam naskah Negarakrtagama pupuh XIV, baris 3-4.

3. Di sebelah timur Jawa, seperti yang berikut:

     Bali dengan Negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah

     Gurun serta sukun, Taliwang, Pulau Sapi dan Dompo

     Sang Hyang Api, Bima Seran, Hutan Kendali sekaligus

4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah

     Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya…(Mulyana, 2006:346).

Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar abad ke-14 telah terjadi kontak hubungan antara Pulau Sumbawa dengan daerah lain di sekitarnya, bahkan mungkin sebelum abad ke-14.

Sumber berita mengenai Situs Wadu Pa’a pertama kali ditemukan dalam artikel yang dimuat dalam Hindoejavaansche overblijfselen op Soembawa, Tijsch. van het Kon. Ned. Aadrijkskundig Genootschap tahun 1938, 2e s. LV: 90-100. Dalam artikel tersebut diberitakan Rouffaer mengunjungi Situs Wadu Pa’a tahun 1910. Dalam kunjungannya tersebut, Rouffaer menemukan sebuah lingga, sedangkan lingga-lingga lainnya diberitakan telah dibawa oleh Controleur Belanda (Naerssen, 1938:93-95; Loir, 1982: 25). Selanjutnya seorangnya penjelajah berkebangsaan Portugis Tome Pires dalam perjalanannya ke Bima tahun 1513 membuat catatan tentang Bima dalam bukunya Suma Oriental. Dalam catatannya itu dia menyebutkan bahwa Bima telah menjadi pusat lalu lintas yang padat di laut selatan. Dalam catatannya itu juga disebutkan bahwa kerajaan Bima merupakan kerajaan kaya, dan memupunyai komoditi ekspor berupa rempah-rempah, beras, ikan dan kain tenun yang diperdagangkan di Malaka. Ketika itu orang-orang Bima belum beragama, dan masih menganut agama nenek moyang (Hamzah, 2004: XXV). Hal ini disanggah oleh Ambary dkk, karena seharusnya daerah ini sudah berkembang Agama Hindu dan Budha, Hal ini berkaitan dengan tinggalan relief bercorak Hindu dan Budha di teluk Wadu Pa’a (Ambary, 1985: 2).

Secara administratif Situs Wadu Pa’a berada di wilayah Dusun Sowa, Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis Situs Wadu Pa’a terletak pada dinding kaki Doro Lembo, di tepi barat mulut Teluk Bima pada sebuah teluk kecil yaitu teluk Wadu Pa’a.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia potensi berarti kekuatan, kesanggupan, daya, dan kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Dalam hal ini adalah  bidang kebudayaan, baik itu tangibel ataupun intangible. Wilayah sekitar situs Wadu Pa’a memiliki beberapa potensi yang menjanjikan jika dikembangankan menjadi kawasan destinasi wisata minat khusus. Tetapi hal ini perlu dilakukan dengan membuat pembenahan terlebih dahulu. Terutama mengenai sarana dan prasarana termasuk juga kebijakan-kebijakan pemerintah daerah. Potensi yang dimiliki daerah sekitar Situs Wadu Pa’a meliputi potensi alam, potensi sosial budaya, dan potensi arkeologi.

  • Alam

Kabupaten Bima memiliki potensi alam yang luar biasa dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan letak yang strategis, berada diantara kawasan pariwisata Bali dan Pulau Lombok di bagian barat serta Pulau Komodo  (Nusa Tenggara Timur). Kondisi ini juga diperkuat dengan adanya situs-situs cagar budaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi tujuan pariwisata unggulan yang nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bima.

Salah satu potensi situs cagar budaya di Kabupaten Bima dengan keindahan alamnya adalah Situs Wadu Pa’a. Situs ini adalah situs peninggalan masa klasik yang diperkirakan sejaman dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Keberadaan Situs Wadu Pa’a dengan keindahan alam lautnya dapat kiranya  dikembangkan menjadi sebuah tempat wisata unggulan di Kabupaten Bima.

Sesuai dengan paradigma pelestarian cagar budaya yang berkembang dewasa ini, dimana tujuan dari pelestarian cagar budaya adalah untuk kesejahteraan masyarakat, Situs Wadu Pa’a ini juga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obyek wisata dengan didukung keindahan alam laut yang ada disekitarnya. Banyak program-program paket wisata yang dapat dikemas, dengan mensinergikan Situs Wadu Pa’a dan tempat-tempat wisata lainnya yang ada di Kabupaten Bima.

  • Arkeologi dan Budaya

Wadu Pa’a adalah nama yang diberikan oleh masyarakat Bima untuk daerah ini, dalam bahasa Indonesia Wadu Pa’a = batu pahat. Hal ini berkaitan dengan relief yang dipahatkan di tebing batu tersebut.  Oleh karena temuan arkeologis berupa pahatan/relief ditemukan pada dua lokasi, maka kedua lokasi temuan tersebut diberi kode sektor yaitu sektor II yang terletak disebelah utara (didekat mulut teluk Wadu Pa’a) dan sektor I yang terletak di ujung teluk Wadu Pa’a. Tinggalan-tinggalan arkeologi yang terdapat di situs Wadu Pa’a dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Relief-Relief Arca dan Bangunan Sektor I

Sektor I terletak disebelah utara sektor II dengan jarak sekitar 500 meter. Pada awalnya ditempat ini hanya terlihat adanya relief arca Ganesa, arca Agastya, pahatan prasasti pada bagian utara serta relief lingga dan relief stupa pada bagian selatan, sedangkan pada tebing pantai  bagian tengah tertimbun tanah dan batuan. Dengan kondisi permukaan tanah yang seperti itu, maka diadakanlah penggalian/ekskavasi pada lokasi tersebut.  Dari kegiatan ekskavasi yang telah berhasil membuka delapan buah kotak ekskavasi  di sektor I ini, sudah berhasil ditemukan beberapa buah tinggalan arkeologis yang bercorak agama Hindu dan Budha, tinggalan arkeologi tersebut dapat dirinci ( dari utara ke selatan) sebagai berikut :

  • Relief Arca Agastya (Bhatara Guru). 
Relief Agastya

Dimulai dari relief yang paling utara dan paling atas yaitu relief arca Agastya (Bhatara Guru), relief  Agastya ini dalam keadaan sangat aus terutama bagian wajah, sehingga sulit diamati. Dipahatkan dalam sebuah ceruk. Yang dapat diamati  hanya bagian setengah badan ke bawah. Bagian wajah  aus, sehingga  sulit  untuk mengindetifikasi apakah relief ini memakai mahlota atau tidak, begitu pula dengan perhiasan serta atribut yang biasanya  dikenakan pada sebuah arca tidak dapat dideskripsikan dengan jelas. Kondisi ini diperparah lagi dengan bahan tempat arca ini dipahatkan  berupa batuan breksi, sehingga terlihat tonjolan-tonjolan bebatuan pada bagian atas,  membuat bagian muka terlihat agak samar.

Relief Agastya ini  digambarkan  berdiri dalam sikap samabhangga,  berdiri di atas lapik (aus), tangan  kanan  aus namun dari goresan yang masih tersisa nampak tangan menjulur   ke  bawah perut. Tangan  kiri  berjuntai   ke bawah  di samping badan, memegang benda  sudah dalam keadaan aus (sebuah kendi amerta). Memakai  kain panjang sampai di atas pergelangan kaki  dan kesannya tipis, hal ini nampak dari goresan di antara  pergelangan kaki dan paha,  goresan ini membedakan    bagian-bagian tersebut. Sedangkan pada bagian badan tidak nampak adanya goresan ataupun hiasan. Ukuran arca tinggi keseluruhan 77  cm dan lebar 30 cm.

  • Pahatan Prasasti

Pahatan prasasti ini terletak dibawah relief arca Agastya (Bhatara Guru). Prasasti ini terdiri dari tiga kelompok pahatan tulisan,  menggunakan aksara dan Bahasa Jawa Kuna. Ketiga kelompok pahatan ini kondisi hurufnya sudah aus, sehingga pembacaan terhadap  prasasti tidak dapat dilakukan secara keseluruhan. Pahatan prasasati kelompok 1 tidak dapat dibaca karena kondisi yang sangat aus. Pahatan prasasti kelompok 2,  yang terbaca adalah ……“ Sake 631 (?), wesaka….”. Kelompok pahatan prasasti 3 terdiri dari dua baris kalimat, baris pertama terbaca, …..”sapta dhya…..”, baris ke dua terbaca “………… lla ……. “

Dari pahatan prasasti kelompok ke 2, menunjukkan angka tahun      631 Saka atau 709 Masehi. Berdasarkan bentuk aksara seperti huruf ca dan ka yang ada pada pahatan ketiga kelompok prasasti ini, diduga prasasti ini berasal dari abad IX–X Masehi (Loir, 1985: Laporan Penelitian Arkeologi, 1985:18). Keberadaan prasasati ini mencerminkan bahwa di situs ini pada tahun 631 Saka/709 Masehi telah terjadi peristiwa penting yang berkait dengan keberadaan tinggalan di situs Wadu Pa’a. Jika saja prasasti ini dalam kondisi yang lebih baik, kita akan dapt mengungkap peristiwa tersebut. Dari pembacaan pahatan prasasti kelompok 3 belum dapat disimpulkan isi dari prasasti, sebab hanya beberapa huruf yang dapat terbaca. Kata “sapta dhya” mungkin berkaitan dengan ajaran Buddha.

  • Tiga Buah Lingga ( Tri Lingga) dan Relief  Budda Dalam Ceruk

Ceruk ini merupakan panil yang terpisah dari panil di sebelah selatan. Di dalam ceruk ini terdapat 3 buah lapik atau Tri Lingga, sebuah relief arca Buddha dan prasasti yang dipahatkan di bagian dinding ceruk. Kondisi lapik dalam keadaan aus, begitu pula dengan  prasasti yang dipahatkan di dalam ceruk. Banyak  huruf dari prasasti itu yang sudah tidak dapat dibaca lagi, bahkan sebagaian telah hilang sehingga sulit untuk mengidentifikasinya. Panjang relief dalam ceruk ini 185 cm, panjang ceruk 355 cm, tinggi ceruk 110 cm, dalam ceruk 225 cm. Ceruk ini semakin ke dalam semakin sempit dan langit-langit semakin pendek.

  1. Lingga dengan lapik segi empat, lingga telah patah bagian atasnya, relief dalam keadaan aus. Tinggi lingga 28 cm, lebar 34 cm, dan tebal 25 cm. Relief ini berada pada sisi paling selatan
  2. Lapik dalam keadaan aus, yang dapat diamati yaitu bentuknya segi empat tinggi 12 cm lebar 34 cm, tebal 39 cm
  3. Lingga di atas lapik segi empat, lingga patah, sehingga tidak nampak bagian bulatannya tinggi 19 cm,  lebar 34 cm  tebal 29 cm
  4. Relief Budha dalam keadaan sangat aus, yang dapat diamati hanya bagian kaki, sedangkan bagian badan dan kepala  tidak dapat diamati. Kaki kanan dan kaki kiri dilipat, dalam posisi bersila. Sedangkan tangan masih dapat diamati dalam  bentuk goresan yang sangat tipis, diletakkan di atas kaki yang dilipat. Sikap tangan dalam posisi Dhyana  Mudera, tangan kiri berada di bawah tangan kanan diletakkan di depan perut.
  • Relief Stupa Dengan Catra Bersusun

Relief stupa ini berada disebalah selatan  arca Agastya (Bhatara Guru), dengan posisi relief yang sejajar.  Relief stupa ini dipahatkan dengan bentuk dasar segi empat yang memiliki perbingkaian, diatas perbingkaian dipahatkan bagian anda yang berbentuk bulat gepeng, samar-samar terlihat hiasan padma, sedangkan pada sisi kiri bagian dasar terlihat seperti ada pahatan melengkung seolah seperti tangga  (sopana), jika benar sebuah tangga (sopana) berarti stupa ini menghadap ke barat. Bagian atap (catrayasti) udah mengalami keretakan, tetapi terlihat bentuk catra yang melebar ditengah, mengecil pada bagian atas. Kemungkinan dahulunya berbentuk catra yang bersusun. Relief stupa ini memiliki ukuran tinggi 95 cm dan lebar dasar 35 cm. Keempat relief diatas dipahatkan dalam satu panil, yaitu panil paling utara  di sektor 1. Diantara relief Arca Agastya (Bhatara Guru), nampak  masih ada beberapa relief  lain yang dipahatkan.  Hal ini dapat  diamati dari adanya sejumlah bentuk pahatan yang  menyerupai bentuk relief, namun keadaan  sudah sangat aus sehingga sulit untuk mendeskripsikannya.

  • Relief Arca Ganesa

Relief arca Ganesa ini dalam kondisi yang sudah aus, sehingga hampir sebagian besar bagian depan arca  seperti bagian muka, mahkota tidak jelas. Demikian pula dengan bentuk-bentuk perhiasan dan atribut yang dikenakan tidak begitu jelas. Relief Ganesa digambarkan dalam sikap duduk lalitasana (kaki kanan bersila dan kaki kiri berjuntai kebawah sampai   di atas  lapik)  yang berbentuk segi empat. tangan kanan belakang memegang ganitri, tangan kiri belakang memegang kapak, sedangkan kedua tangan kanannya tidak begitu jelas, upavita (kelat dada) terlihat dari bahu kiri kepinggang kanan, sikap duduk Parianggkaasana yaitu kaki kanan dilipat dan kaki kiri menjuntai ke bawah, belalai nampak  hanya terlihat pada bagian dada dan  ujungnya  patah. Mahkota kurang jelas, tetapi diatas kepala terlihat adanya prabha berbentuk bulatan. Tipe prabha berbentuk bulatan yang melingkar diatas kepala arca seperti ini mengingatkan kita pada arca-arca dari jaman kerajaan Mataram Hindu dari masa pemerintahan Raja Airlangga di Jawa Timur, seperti halnya arca Garuda Wisnu yang dikatakan sebagai arca perwujudan Raja Airlangga. Tinggi arca seluruhnya 68 cm dan lebar arca 50 m.

  • Relief Stupa Dengan Catra Yasthi Tunggal

Relief stupa dengan tiang (yasthi) dan payung (catra) tunggal ini dipahatkan dibagian bawah arca Ganesa, namun sangat disayangkan bahwa relief ini sudah mengalami kerusakan yang menyebabkan bagian payung (catra) agak sulit untuk dikenali. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa relief stupa ini digambarkan dengan bentuk dasar segi empat tanpa perbingkaian, dengan bentuk anda berupa bulatan ganda, dengan bulatan bagian atas lebih tebal, kemudian tiang (yasthi) berupa sebuah pilar yang cukup besar, dengan payung (catra) yang aslinya cukup tebal. Relief stupa dengan yasthi dan catra tunggal ini, merupakan hasil pengamatan pada penelitian kali ini, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah identifikasi baru terhadap temuan relief di situs Wadu Pa’a. Relief ini memiliki ukuran tinggi keseluruhan: 58 cm, lebar keseluruhan 23 cm, tinggi yasthi: 12 cm, tinggi anda: 7 cm, diameter: 13 cm, tinggi lapik: 15 cm.

  • Relief  Lingga Yoni

Lingga yoni ini dipahatkan sedikit agak kasar dibandingkan dengan pahatan relief yang lainnya. Pahatan lingga yoni ini sudah agak aus terutama bagian bulatan pada lingganya, sehingga wujud lingganya sudah tidak utuh lagi. Tetapi bagian yoninya masih memperlihatkan adanya perbingkaian meskipun pahatannya agak kasar, aus dan pecah. Tinggi keseluruhan: 27 cm, tinggi lingga : 18 cm, tinggi lapik : 19 cm, diameter lingga : 10 cm dan lebar lapik : 24 cm.

  • Relief Lingga

Disebalah selatan atau sebelah kiri dari relief lingga yoni diatas terlihat adanya pahatan lingga, hanya saja kelihatan kurang lengkap kerena tidak terlihat bagian bawahnya/bagian segi empatnya. Posisi ini memperlihatkan adanya kedudukan lingga yang satu lebih tinggi dari lingga yang lainnya. Lingga-yoni memiliki ukuran tinggi 35 cm, lebar yoni 24 cm dan tinggi lingga 17 cm. Relief ini dipahatkan  pada batuan tufa dan  pahatannya sangat tipis  dalam sebuah ceruk. Relief lingga ini hanya bagian bulatan (Siwabhaga) dan  pahatannya tidak sempurna.  Mungkin  dibawahnya terdapat lapik  karena kondisinya  sangat aus sehingga tidak dapat dikethui dengan jelas. Ukuran relief : tinggi keseluruhan : 13 cm, tinggi lingga : 8 cm, diameter : 5 cm, tinggi ceruk : 25 cm dan  lebar ceruk : 12 cm.

  • Relief  Makhluk Ghana

Relief Mahkluk Gana ini, terlihat sudah sangat aus, sehingga bagian mukanya sudah tidak dapat dilihat dengan jelas, demikian pula dengan bagian-bagian badan yang lainnya. Namun pahatan yang memperlihatkan posisi tangan kanan dan tangan kirinya yang menghadap ke atas terlihat dengan jelas menunjukkan bahwa makhluk tersebut sedang mengangkat sesuatu benda yang sangat berat. Benda apa yang diangkat tentunya sangat sulit untuk diidentifikasi, karena bagian yang diangkat tidak memperlihatkan bentuk tertentu. Tampak hiasan telinga menjuntai di atas bahu dan gelang  tangan.  Relief ini memiliki ukuran tinggi 25 cm dan lebar 16 cm.

  • Relief  Dua Stupa Dengan Catra Bersusun 15

Relief dua stupa dengan payung (catra) bersusun ini, kondisinya sudah sangat aus. Terlihat adanya dua relief stupa yang berjajar, relief di sebelah kanan atau sebelah utara bentuknya lebih gemuk dan sebelah kiri atau sebelah selatan lebih ramping. Stupa yang di sebelah utara meskipun sudah mengalami kerusakan di beberapa bagiannya, masih dapat dikenali bentuknya yaitu stupa dipahatkan dengan bentuk dasar segi empat mungkin dengan perbingkaian, dengan anda berbentuk bulatan sisi genta, dengan payung (catra) agak kecil dibagian bawah membesar dibagian tengah kemudian mengecil kembali pada bagian puncak. Jumlah payung (catra) pada stupa yang disebelah kanan bersusun 15, dan mungkin merupakan susunan payung (catra) yang terbanyak di situs ini. Catra yang masih dapat diamati dengn baik sebanyak 4 buah, Stupa ini memiliki ukuran tinggi 43 cm, lebar dasar 17 cm, lebar catra 15 cm.

  • Relief Stupa Dengan Catra Bersusun 11

Relief stupa ini kondisinya masih cukup bagus, sehingga dapat diamati dengan sangat baik. Stupa ini dipahatkan dengan bentuk dasar segi empat dan terlihat memiliki perbingkaian  yang lengkap, yaitu perbingkaian atas dan bawah serta badannya. Pada perbingkaian atas terlihat adanya tonjolon yang berbentuk belah ketupat (diamond), berada ditengah-tengah perbingkaian, yang mungkin berupa hiasan ratna sebagai pertanda bagian depan dari pada bangunan stupa. Di atas dasar segi empat ini di ikuti  bagian andanya  yang berbentuk  bulat gepeng tanpa hiasan, serta bagian payung (catra) dipahatkan agak kecil dibagian bawah dan membesar pada bagian tengah dan mengecil pada bagian puncak atas, dengan jumlah susunan catra sebanyak 11 susun. Stupa ini memiliki ukuran tinggi 50 cm, lebar dasar 24 cm dan lebar catra 15 cm.

  • Relief Stupa Dengan Catra Tunggal

Stupa dengan catra tunggal ini letaknya di selatan dan sedikit lebih rendah dari posisi stupa dengan catra susun 11. Relief stupa ini juga memiliki dasar yang berbentuk segi empat serta memiliki perbingkaian, yang lengkap (perbingkaian atas dan bawah serta badan) di atas dasar segi empat ini diletakkan anda yang berbentuk bulatan yang   agak tinggi dan pada bagian tengahnya memiliki garis yang seolah-olah membagi anda nya menjadi bagian atas dan bawah, anda pada bagian bawah memiliki hiasan kelopak bunga padma, yang bagian atas polos.    Di atas anda masih terlihat dua buah bulatan yang makin ketas makin mengecil, dimana bulatan paling atas berupa bentuk padma. Diatas padma inilah tongkat (yasthi) ini didirikan dengan bentuk tiang tunggal dengan garis ditengahnya seolah-olah berupa dua tiang (yasthi) yang menyangga sebuah payung (catra). Relief ini terlihat sangat indah sekali. Stupa ini memiliki ukuran tinggi 66 cm, lebar dasar 36 cm.

  • Relief Stupa Cabang Tiga

Relief stupa bercabang tiga ini kondisinya sudah tidak lengkap lagi, saat ini yang dapat kita amati adalah sebagian dari tiga buah puncak stupa yang terlihat memiliki payung (catra) yang bersusun, jumlah susunan catranya pun tidak dapat kita ketahui  dengan pasti. Bagian dasar dari stupa bercabang tiga ini sudah runtuh, hal ini mungkin disebabkan karena stupa ini dipahatkan tepat pada lekukan batu tebing, serta tepat pada retakan lapisan batuan tebing. Relung-relung yang memperlihatkan adanya cabang masih terlihat dengan cukup jelas. Lebar stupa ini 28 cm dan  tinggi catra 18 cm.

  • Relief Tiga  Buah Dasar Stupa

Relief dasar tiga buah stupa ini dipahatkan di sebelah selatan relief dua buah stupa dengan catra bersusun 15. Namun sangat disayangkan kondisi dari relief ini sudah sangat aus serta pahatan bagian atas sangat sulit untuk dikenali lagi.   Namun demikian melalui pengamatan yang sangat hati-hati dapat kita lihat bahwa kemungkinan besar stupa ini digambarkan dengan dasar berbentuk silinder  karena tidak terlihat adanya perbingkaian berupa pilipit-pelipit mistar pada      sisi-sisinya. Sedangkan bagian andanya terlihat  berupa bulatan yang agak tinggi menyerupai bentuk bingkai sisi genta dan kemudian di atasnya terlihat bagian cekungan yang mungkin merupakan bagian bawah dari payung (catra). Sepertinya ditempat ini dahulunya ada  relief stupa berjajar tiga, ukuran dasar berbentuk silinder dengan tinggi 11 cm dan lebar 9 cm.

  • Arca Budha  Diapit Stupa Dalam Ceruk.

Relief Dhyani Buddha : relief ini dahulunya tertimbun tanah dan telah berhasil  ditampakkan kembali, relief ini secara keseluruhan keadaannya aus sehingga tidak nampak jelas  bagian–bagian dari arca tersebut.  Berdasarkan pengamatan di lapangan  relief  ini digambarkan dalam sikap duduk  di atas padma. Di bawah padma terdapat tangkai  yang  seolah-olah tertancap ke tanah. Sikap tangan (mudera) adalah  tangan kiri  di depan perut dengan telapak tangan menghadap ke atas, sedangan tangan  kanan dalam sikap bhumisparsa mudera (telapak  tangan menghadap ke bawah). Mungkin  relief  Dhyani Budha ini rambutnya ikal seperti rumah siput dan di atasnya terdapat urna, karena masih nampak bekas dari  urna tersebut. Raut muka dari relief ini  tidak dapat  dikenali  karena aus.

  • Relief Stupa

Relief stupa dipahatkan pada sisi kanan dan kiri relief Dhyani Buddha. Relief stupa yang berada disebelah kanan masih dapat dibuat deskipsinya yaitu: bagian prasada berbentuk segi empat, anda berbentuk bulat gepeng, catra mengecil ke atas dan  yang masih nampak jelas berjumlah 5 buah serta terdapat mudera  dibagian atas yang bentuknya runcing. Sedangkan relief stupa  bagian kiri sudah sangat aus  kemungkinan bentuknya sama dengan relief stupa yang berada di sebelah kanan. Ukuran relief : tinggi relief  Dhyani Budha: 45 cm,  lebar: 38 cm, tebal: 6 cm dan tinggi stupa keseluruhan: 65 cm, lebar: 17 cm,  tebal: 6 cm.

  • Relief  Dua Buah Stupa Dalam Ceruk

Relief dua stupa didalam sebuah ceruk ini dipahatkan disebelah kanan arca Budha yang juga dipahatkan di dalam ceruk yang lebih dalam. Relief stupa yang dipahatkan didalam ceruk ini berbentuk stupa dengan payung (catra) bersusun 13 disebalah kanan dan stupa dengan payung (catra) tunggal disebelah kiri.

  • Stupa dengan catra bersusun 13, bagian anda  berbentuk bulat gepeng, catra    yasti  yang terdiri  dari 13 buah  tetapi  yang masih dapat di amati  sebanyak  9  buah, sedangkan sisanya pecah dan aus,  tampak pahatan mudera. Ukuran tinggi keseluruhan: 60  cm, diameter  anda 17 cm tinggi keseluruhan: 60  cm, diameter  anda 17 cm
  • Sedangkan stupa dengan catra tunggal, dipahatkan dengan dasar segi empat, terlihat memiliki pagar (harmika), tiang (yasthi) agak tinggi dengan sebuah payung catra pada bagian puncaknya. Tampak pahatan bekas mudera tinggi keseluruhan: 17 cm, lebar lapik: 10 cm, diameter catra 15 cm  dan tinggi yasti 18 cm.
  • Relief   Lingga-Yoni Dalam Ceruk

Relief dua buah lingga-yoni ini letaknya di sebelah selatan dua buah  stupa dengan catra tunggal dan catra bersusun pada bagian panil yang berbeda. Dilihat dari bekas pahatan yang ada  di dalam ceruk, kemungkinan dahulunya pada ceruk tersebut dipahatkan tiga buah lingga, akan tetapi yang paling kanan kini tinggal ceruknya dapat saja. Lingga-yoni yang dapat kita saksikan sekarang tinggal dua buah dengan posisi lingga-yoni yang disebalah kanan lebih tinggi dari pada yang di sebelah kiri. Relief lingga pertama terdiri atas bagian bulat (Siwabagha) dengan bulatan  melingkar pada bagian bawahnya (ring)  ditempatkan di atas lapik yang  berbentuk segi empat dan di bawahnya  terdapat perbingkaian atau badrapita, sebagian lapik telah aus. Tinggi keseluruhan (lingga dan lapik):    66 cm, tinggi lingga: 46 cm,  diameter: 32 cm, tebal: 30 cm. Tinggi ceruk:  88 cm, lebar ceruk: 55 cm, kedalaman ceruk: 19 cm. Relief  lingga kedua dalam  keadaan  aus, yang masih dapat diamati hanya bagian bulat (Siwabagha) sedangkan dari lapik ke bawah patah/aus. Pada bagian bawah Siwabhaga terdapat bulatan (ring). Ukuran tinggi keseluruhan: 26 cm, diameter: 19 cm dan tebal: 13 cm.

  • Lingga-Yoni Dalam Ceruk

Relief lingga-yoni yang besar ini, di tempatkan di dalam sebuah ceruk yang cukup dalam, dimana ceruknya sendiri terlihat memiliki pahatan berupa pilaster yang memperlihatkan beberapa bentuk pelipit pada bagian luarnya. Sedangkan     lingga-yoni dipahatkan pada bagian dalam ceruk. Lingga ini terdiri dari bagian bulat (Siwabhaga) dan berada di atas lapik berbentuk segi empat.  Lingga dan  lapik ini dipahatkan  menjadi satu dengan dinding ceruk  bagian belakang.  Di depan lapik  terdapat sebuah batu  andesit  yang bentuknya pipih dan kemungkinan batu ini dipergunakan  untuk tempat sesaji  yang dipersembahkan pada waktu tertentu.

  • Relief  Lingga-Yoni Dalam Ceruk

Relief lingga-yoni ini dipahatkan disebelah selatan ceruk dengan lingga-yoni yang besar. Relief lingga-yoni ini secara keseluruhan masih dalam kondisi yang cukup baik, karena bagian-bagiannya masih dapat dikenali, meskipun sudah mengalami kerusakan dibeberapa bagiannya. Dari pahatannya dapat kita saksikan bahwa bagian bulatan puncak lingga sudah mengalami kerusakan karena beberapa bagiannya sudah rusak/hilang, tetapi bagian yoninya masih dapat dikenali yaitu berbentuk segi empat dengan perbingkaian/badrapita berupa pelipit atas dan pelipit bawah, hanya saja permukaan lingga-yoni secara keseluruhan terlihat agak kasar dikarenakan batuannya berupa tufabreksi, sehingga tidak mungkin permukaanya dibuat halus. Pada bagian bawah dari Siwabagha terdapat ring yang berbentuk  bulat melingkar  sebagian sudah  patah. Tinggi keseluruhan  (lingga dan lapik) : 38 cm, tinggi  lingga: 19 cm dan diameter bagian    bulat: 18 cm.

  • Relief  Dua Buah Stupa Dalam Satu Ceruk

Relief ini dipahatkan di sebelah selatan relief lingga-yoni, namun sangat disayangkan bahwa relief dua stupa ini kondisi permukaannya sudah sangat aus, sehingga pahatannya sangat susah sekali untuk dikenali,  karena pahatan ini terlihat sudah samar-samar. Namun demikian dari pengamatan dapat kiranya diuraikan bahwa kedua stupa ini berasal dari bentuk stupa yang memiliki bagian dasar segi empat, dengan andanya berbentuk bulat gepeng dengan catra yang kecil pada bagian bawah, membesar pada bagian tengah dan mengecil kembali pada bagian puncak. Pahatan-pahatan lainnya tidak terlihat, kecuali lekukan ceruknya yang berbentuk setengah bulatan atau berbentuk kubah. Ukuran  : tinggi keseluruhan (Stupa ) :  49 cm, tinggi ceruk  :  60 cm,  lebar ceruk   :  53 cm dan alam ceruk : 5 cm.

  • Relief  Lingga-Yoni Dalam Ceruk.

Relief ini merupakan relief yang lokasinya paling selatan atau ujung dari keseluruhan relief tebing yang ada di sektor I situs Wadu Pa’a. Relief lingga-yoni ini pada dasarnya sudah mengalami proses kerusakan/keausan pada seluruh bagian permukaannya, akan tetapi masih dapat dikenali bentuknya yaitu lingga berbentuk bulatan dan berdiri diatas yoni yang berbentuk segi empat dan dahulu memiliki perbingkaian, akan tetapi pahatan perbingkaian sudah tidak begitu jelas, tetapi berdasarkan garis-garis pahatan yang masih terlihat, kemungkinan dahulu memiliki bagian cerat dari yoni. Sama dengan pahatan yang diutaranya permukaan lingga-yoni secara keseluruhan juga kasar karena dipahatkan pada bahan yang sama yaitu tufabreksi. Tinggi keseluruhan (lingga dan lapik) : 43 cm, tinggi ceruk : 46 cm, lebar  ceruk: 60 cm dan kedalaman ceruk : 28 cm.

Relief  Sektor II

Sektor II ini, terletak sekitar 500 meter disebelah selatan sektor I, tepatnya berada diujung teluk Wadu Pa’a. Tinggalan-tinggalan arkeologis yang ditemukan ada sektor II ini (dari utara ke selatan) adalah:

  • Relief  Lapik

Relief tiga buah lapik dengan bentuk segi empat, dengan lapik yang paling selatan sudah rusak (pecah). Lapik ini tidak ada yang memiliki perbingkaian, sehingga sangat sulit sekali untuk mengidentifikasi, bahkan dugaan sementara kemungkinan pengerjaan lapik ini belum selesai, lapik ini ada yang berukuran   40 x 30 cm dengan tinggi 25 cm. kondisi relief ini sangat menyedihkan karena sebagian besar dipenuhi dengan bekas corat-coret vandalisme.

  • Relief 16 Stupa

Tinggalan arkeologi yang terpenting dan terbaik dari sektor II ini adalah berupa dipahatkannya sejumlah stupa pada dinding tebing, dimana relief-relief stupa tersebut dipahatkan mengapit sebuah ceruk arca berukuran tinggi 66 cm dan lebar 66 cm,   didalamnya terdapat sebuah lapik arca berbentuk segi empat yang memiliki perbingkaian bagian bawah, dengan tinggi 19 cm dengan lebar 42 cm. Tepian ceruk memiliki pahatan berbentuk pilaster, sedangkan pahatan stupa disebelah kiri (utara) ceruk berada pada sebuah ruang (panil) yang diapit oleh pilaster di utara dan selatan dan didalamnya terdapat 7 buah relief stupa dengan dasar segi empat dengan perbingkaian, anda dan catra bersusun diatasnya. Tinggi relief stupa 50 cm. Pada sisi kanan (selatan) ceruk terlihat adanya relief stupa sebanyak 9 buah, 6 buah stupa yang ada pada bagian utara memiliki dasar segi empat, sedangkan 3 stupa di selatan mempergunakan dasar berbentuk silinder, dengan tinggi yang sama yaitu 50 cm. Pada ujung paling selatan jajaran relief stupa ini ditutup oleh relief yang berbentuk lingga-yoni, hal ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus, sehingga dapat diungkapkan maknanya. Secara keseluruhan kondisi relief-relief tersebut masih dalam kondisi yang cukup baik, sehingga   bentuk-bentuk pahatan tersebut masih dapat dikenali, meskipun ada beberapa bagian yang sudah mengalami kerusakan atau aus. Dari hasil pantauan terlihat adanya penggunaan lapisan penguat (lepa) pada pahatan stupa tersebut meski tidak semuanya. Beberapa bagian yang mengalami kerusakan tersebut, mungkin disebabkan oleh beberapa faktor penyebab kerusakan, seperti faktor internal   (kondisi batuan itu sendiri) juga oleh faktor eksternal (ombak, abrasi dan lain-lain).