Studi Teknis Situs Gunung Kawi (Komplek Candi 5)

0
3307

Situs Candi Tebing Gunung Kawi secara administratif terletak di Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Situs ini berjarak sekitar 37 km dari kota Denpasar, tepatnya setelah memasuki jalan raya di wilayah Tampaksiring, kurang lebih 200 meter ke arah utara dari pasar umum Tampaksiring membelok ke arah timur, kendaraan bisa parkir pada tempat yang telah disediakan. Dari sana perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki menuruni anak tangga menuju ke suangai pakerisan. Secara astronomi situs ini terletakpada 8o 25’ 41” LS dan 115o 18’ 73” BT dengan ketinggian 470 m di atas permukaan air laut. Suhu rata-rata dilingkungan situs ini adalah 23oC dengan curah hujan mencapai 1618 mm sedangkan penguapan rata-rata 3,5 kg/km persegi, dengan kelembaban udara 76%. Areal Situs Candi Tebing Gunung Kawi memiliki luas sekitar 4000 m2 termasuk dalam kawasan daerah aliran sungai Pakerisan yang padat dengan peninggalan kepurbakalaan, diantaranya disebelah utara Pura Mangening dan Tirta Empul, disebelah selatannya Pura Pengukur-ukuran.

Situs Canti Tebing Gunung Kawi merupakan sebuah situs living monument karena selain candi yang dipahatkan ada juga bangunan baru sebagai sarana ketika ada upacara agama. Situs Candi Tebing Gunung Kawi dikelilingi daerah persawahan yang subur hingga saat ini ditanami sepanjang tahun. Karenanya daerah ini sepanjang tahun tergenang air kecuali menjelang atau sesudah panen. Keadaan lingkungan makro di daerah ini mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan mikro sekitar candi yang terletak di lembah serta bangunannya yang dipahatkan pada dinding tebing-tebing padas.

Selain dikelilingi oleh persawahan Situs Candi Tebing Gunung Kawi dilewati oleh parit air yang dipergunakan untuk mengaliri sawah-sawah tersebut. Adapun parit-parit ini terletak di atas relung-relung candi, yang jelas terlihat pada candi 5. Keadaan candi ini basah dan dapat dilihat dengan jelas aliran rembesan air tersebut. Selain itu dengan kelembaban  76% dan disertai embun dan seringnya hujan, mendukung pertumbuhan tanaman, terlihat dengan banyaknya tanaman keras dan rumput atau paku-pakuan yang tumbuh subur di Situs Candi Tebing Gunung Kawi.

Pohon-pohon yang ada di halaman situs sebagian besar berfungsi sebagai pelengkap upacara seperti pohon jepara (kamboja), kayu mas (puring), andeng (hanjuang), kaca piring, kembang sepatu, kembang merak, kembang kantil, kemanga, cempaka dan lain-lain. Jenis pohon yang lain pohon kelapa, flamboyant, manga, kluwaeh, beringin dan berbagai jenis semak-semak antara lain lalang, rumput, pakis-pakisan dan beberapa jenis anggrek hutan.

Situs ini dapat dicapai dengan melalui lorong curam  bertangga dan melalui gapura yang dipahatkan pada batu padas. Sepanjang lorong bertangga ini dapat kita jumpai kios-kios cindera mata yang digabungkan dengan kios minuman dingin.

Situs Candi tebing Gunung Kawi baru dikenal oleh masyarakat umum sejak tahun 1920 melalui laporan yang dibuat oleh DT Damste. Kemudian penelitian secara sistematis dan ilmiah dilanjutkan oleh J.C Krisman yang menjabat sebagai Kepala Dinas Purbakala Cabang Bali. Sejak itu barulah menjadi obyek penelitian bagi para peneliti baik luar maupun dalam negeri.

Dalam kegiatan Studi Teknis Arkeologi kompleks candi 5 (lima) di Situs Candi Tebing Gunung Kawi sasarannya adalah  (1) secara lokasional, kegiatan ini dipusatkan di Desa Tampaksiring   tepatnya di lokasi  Situs Cadi Tebing Gunung Kawi, dan (2) secara substansial, kegiatan ini  difokuskan pada lomplek candi 5 (lima) di Situs Candi Tebing Gunung Kawi.

 

Data Teknis

Studi Teknis adalah kegiatan pengumpulan dan pengolahan data struktur dan bangunan cagar budaya setelah dinyatakan layak dipugar dalam rangka menetapkan tata cara dan teknik pelaksanaan pemugarannya. Salah satu aspek data yang menjadi penilaian dalam kegiatan ini adalah data teknis struktur dan bangunan cagar budaya yang menjadi sasaran kegiatan. Dimana secara harfiah data teknis ini dapat didefinisikan sebagai data tentang kondisi teknis dan tingkat kerusakan bangunan serta lingkungannya, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar atas dasar pertimbangan teknis. Lebih jelasnya mengenai data teknis komplek candi 5 di Situs Candi Gunung Kawi akan diuraikan sebagai berikut :

  • Kompleks Candi 5 Situs Candi tebing Gunung Kawi

Kompleks candi 5 terdiri dari 5 buah candi yang berderet pada tebing sehingga dikenal sebagai candi tebing. Komplek candi 5 terletak diseberang sungai. Candi-candi di komplek ini menghadap ke barat daya. Setiap candi dipahatkan di dalam sebuah relung sehingga masing-masing terpisah tetapi berdiri pada batur yang sama. Tangga naik ke bangunan komplek candi 5 didepan candi, bentuk kelima candi ini serupa terdiri dari kaki, badan dan atap. Candi-candi ini mempunyai “pintu” yang sama dengan sebuah panil di kanan kirinya, di atas ambang “pintu” terdapat tulisan prasasti.

Atap bangunan candi terdiri dari 3 tingkat yang jelas terlihat perpindahan tingkatnya, sedangkan di puncaknya ada hiasan yang bentuknya sederhana tanpa ada relief. Perbingkaian yang terdapat pada candi-candi di komplek candi 5 bervariasi antara pelipit rata, bingkai sisi genta. Atap bangunan candi merupakan susunan dari miniature candi sendiri, yang makin ke atas makin mengecil. Dimuka pintu setiap candi terdapat semacam batur yang lantainya berlubang turun masuk ke dalam kaki candi.

  • Kompleks candi 5 – deret no.1 dari utara

Kondisi candi saat ini dipenuhi rembesan air, terutama terjadi pada dinding relung sebelah selatan dengan ketinggian 2,30 meter dihitung dari muka pelataran masuk ke dalam relung dalam 2,10 meter. Akibat adanya rembesan air berasal dari dinding candi yang membuat pelataran di bawah kaki candi menjadi basah. Volume bagian yang basah di bagian kaki 2,30 m x 1,5 m terjadi di sebelah utara candi. Rembesan air yang keluar dari batuan tebing diperkirakan berasal dari  atas tebing mengingat adanya  saluran air yang terbuka, berasar dari sumber mata air  di atas yang dialirkan untuk keperluan air pancuran didepan candi 5. Akibat adanya saluran yang terbuka tanpa adanya pelapisan untuk kedap air ditambah lagi ketika terjadi musim penghujan memungkinkan adanya terjadi rembesan masuk ke dalam batuan breksi yang memang agak mudah meneruskan air dan akhirnya tembus dan menetes pada dinding-dinding candi. Kondisi seperti ini juga sangat memicu pertumbuhan biotis/jasad renik seperti lumut jenis mos akibat kelembaban yang tinggi dan terjadi terus menerus. Relung candi yang berfungsi di samping menampakkan keindahan, juga berfungsi sebagai payung/pelindung untuk mengurangi pengaruh air pada saat musim hujan hanya mampu menangkal pengaruh air pada bagian atap candi. Pada bagian badan dan kaki tidak mampu dilindungi akibat rembesan air yang memang keluar dari badan dinding candi. Kerusakan semacam ini hendaknya segera ditangani demi mencegah terjadinya pengikisan dinding candi oleh pengaruh air dan pertumbuhan biotis, sehingga keberadaan tinggalan menjadi lestari.

  • Komplek candi 5 – deret no.2 dari utara

Seperti halnya candi no.1 dari utara di komplek candi 5 deret no.2 juga mengalami hal yang sama, dari hasil pengamatan malah terlihat semakin ke selatan rembesan air semakin besar. Dinding relung sebelah selatanterjadi rembesan air dengan ukuran 2,85 m x 2,40 m, sedangkan badan candi juga dibasahi dengan rembesan air sebanyak 1,20 m x 2,60 m, dinding timur dibelakang  terutama dibagian selatan terjadi rembesan sebanyak 0,70 m x 2,50 m, pada bagian relung candi ini memang telah terjadi keretakan dari dulu sehingga relung yang berfungsi sebagai cungkup tidak lagi mampu mengamankan candi dari rembesan air karena retakan-retakan pada bagian relung telah dimasuki oleh air  dan menetes ke badan candi. Dengan rembesan yang cukup besar Nampak saat ini terjadi genangan air pada bagian pelataran  candi yang berukuran 2 m x 1,50 m, pada bagian selatan  dengan luas genangan  4,60 m x 1,20 m, di depan candid an sebelah utara berukuran 1,40 m x 1,40 m penuh dengan genangan air. Pelataran candi dengan kemiringan yang kecil tidak mampu meneruskan air ke bawah sehingga air menjadi tergenang dalam kurun waktu yang cukup lama. Dinding relung candi sebelah utara juga terjadi rembesan air melalui celah-celah batuan breksi dengan ukuran 2,40 m x 2,50 m, juga terjadi pertumbuhan jasad renik seperti adanya lumut  yang menutupi sebagian besar permukaan dinding akibat kelembaban yang tinggi oleh adanya permukaan yang basah dalam kurun waktu yang lama.

Kondisi seperti ini akan sangat merugikan terutama terhadap stabilitas tebing breksi sebagai komponen candi tebing Gunung Kawi yang terancam oleh adanya rembesan air yang masuk ke dalam batuan candi, lama-kelamaan akan melemahkan stabilitas candid an akhirnya akan terancam runtuh. Perlu diupayakan solusi agar dapat menyelamatkan tinggalan yang sangat penting ini dari kerusakan yang lebih parah.

  • Komplek candi 5 – deret no.3 dari utara

Candi deret no.3 dari utara juga terjadi rembesan air, sama halnya dengan dua candi disebelahnya malah terlihat adanya rembesan yang sangat parah hamper meliput seluruh bagian bangunan candi, mulai dari relung, badan dan kaki candi. Hanya bagian atap yang terlihat berwarna putih karena atap masih dalam keadaan kering. Cangkup yang dibuat berbentuk relung masih mampu membuat atap menjadi teduh, walaupun dipengaruhi oleh rembesan yang cukup besar. Rembesan air terlihat pada badan candi berukuran 2,90 m x 4 m, relung utara 2,90 m x 2,20 m, relung selatan dengan tinggi ± 8 m dengan tebal 2,20 m, penuh dengan rembesan air. Pelataran candi dipenuhi dengan genangan air yang belum mampu dialirkan dengan cepat kebawah, sehingga keadaan di depan candi terlihat becek akibat adanya genangan air. Relung pada candi deret no.3 telah mengalami keruntuhan, hamper setengahnya yang masih ada pada saat ini hanya dibagian utara, masih menempel pada dinding utara, itupun sudah mengalami keretakan, berlubang sehingga akan sangat rentan runtuh apabila selalu dimasuki oleh air.

  • Komplek candi 5 – deret no.4 dari utara

Semakin ke arah selatan, rembesan air semakin besar , hal ini terlihat hampir dari hamper seluruh permukaan candi tebing Nampak hitam hingga menimbulkan genangan pada lubang berbentuk lorong di bawaha candi yang dipenuhi dengan air. Derasnya tetesan air mengakibatkan tumpah ke bawah dan mengalir pada saluran di bawah mengakibatkan cucuran air pancoran menjadi lebih besar dari sebelumnya. Akibat dari derasnya rembesan air memicu pertumbuhan jasad renik/lumut berwarna hitam  dan terlihat seperti lender dan licin yang menutupi hampir seluruh permukaan tebing. Tidak ada pertumbuhan lumut jenis jenis mos atau atau tumbuhan lainnya. Pada candi ini juga terjadi juga terjadi pengikisan permukaan candi tebing terutama bagian-bagian yang lemah dan rapuh ikut di bawa oleh aliran air yang melintas di bagian tebing. Kejadian seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan rembesan air apalagi ketika memasuki musim penghujan dimana air hujan yang jatuh di atas tebingjuga ikut mengalir kebawah melalui lereng tebing.

  • Komplek candi 5 – deret no.5 dari utara

Kondisi candi deret no 4 dan no 5 dari utara dari pengamatan merupakan candi yang mengalami rembesan air paling parah dan terdapat volume genangan air yang cukup banyak pada bagian bawahnya. Hal ini mengindikasikan bahwa debit aliran air di atas tebing tergolong besar, bertambah lagi adanya pengaruh air hujan. Demikian juga saluran air di atas tebing terutama dibagian selatan jaraknya agak dekat dengan tebing dan semakin keutara saluran air sudah mengarah ke arah timur laut sehingga menjauhi tebing dibawahnya. Dengan gejala seperti ini dapat dipastikan bahwa kondisi lahan dan saluran di atas tebing perlu mendapat perhatian khusus terutama masalah pemeliharaan saluran secara rutin untuk menghindari terjadinya rembesan yang semakin paran pada candi. Untuk dapat mengurangi rembesan maka perlu dibuatkan saluran khusus dan tertutup atau kedap air agar terhindar dari bahaya penyumbatan dan akhirnya air keluar dari saluran dan menimbulkan rembesan sampai merusak candi.

  • Ceruk Kompleks Candi 5

Di kanan kiri candi-candi ada sebuah ceruk yang atapnya telah hilang karena runtuh, begitu pula kedua pilar  penyangga atapnya (kiri candi). Sedangkan yang satunya di sisi kanan sempat mendapat bantuan penyangga tapi akhirnya runtuh juga. Jenis ceruk di halaman komplek candi 5 adalah ceruk dengan atap tang tidak terlindung (tidak di dalam relung tebing) letaknya di sisi kanan kiri candi.

 

Data Keterawatan

Dari observasi yang telah dilakukan terlihat pada bagian relung candi banyak terjadi keretakan yang cukup serius. Selain retakan juga terjadi aus pada bagian candi persentasenya terbesar terdapat pada deret candi no 4 dan no 5. Kerusakan mekanis terjadi dalam bentuk retak adalah akibat dari adanya gaya dinamis, seperti gempa bumi dan lain sebagainya. Selain adanya gaya dunamis kemungkinan keretakan terjadi akibat akar-akar kayu yang menembus celah-celah  batu disekitar dinding candi. Kerusakan lain yang terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan seprti curah hujan, rembesan air atas candi, dan kelembaban udara yang cukup tinggi. Kandungan air yang tinggi memacu pertumbuhan jasad renik.

  • Kondisi Fisik dan Data Kerusakan
  • Kerusakan Struktural

Suatu kondisi yang tidak utuh, tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur struktural suatu bangunan atau struktur cagar budaya. Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek struktural suatu bangunan atau struktur seperti: stabilitas tanah dasar/pondasi, sistem sambungan yang digunakan, jenis atap yang digunakan, kuat tekan,kuat geser dan lain-lain. Pengertian kerusakan struktural bangunan atau struktur cagar budaya ini berlaku untuk semua jenis bangunan atau struktur, baik bangunan atau struktur cagar budaya yang berbahan batu, kayu maupun bata.  Data kerusakan struktural sangat berguna untuk menentukan metode dan penyelesaian yang berkaitan dengan perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan faktor penyebab dan proses terjadinya  kerusakan tersebut.

  • Kerusakan Arsitektural

Suatu kondisi yang tidak utuh, tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur arsitektural suatu bangunan  atau struktur cagar budaya. Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek arsitektural suatu bangunan atau struktur adalah meliputi unsur-unsur dekoratif, relief, umpak dan lain-lain. Data-data kerusakan arsitektural ditinjau dari kelengkapan unsur atau komponen bangunan atau struktur yang masih asli, yang telah diganti/diubah, dan bagian dari bangunan atau struktur yang hilang berdasarkan pendekatan keaslian bentuk arsitekturnya. Data identifikasi kerusakan arsitektural digunakan untuk menentukan langkah-langkah pemulihan aspek arsitektur suatu bangunan atau struktur cagar budaya berdasar pada prinsip-prinsip dan kaidah pemugaran.

  • Faktor dan Jenis Kerusakan serta Pelapukan

Berdasarkan sifat-sifatnya, faktor yang memicu proses degradasi bahan pada cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor perencanaan  (teknologi pembuatan) dan faktor menurunnya rasio kwalitas bahan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan seperti iklim, air, biologis (mikroorganisme), bencana alam dan vandalisme (manusia).

Dari segi bentuknya, bentuk degradasi yang terjadi pada bangunan atau struktur cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan dan pelapukan. Kerusakan dan pelapukan mempunyai pengertian yang hampir sama, tetapi secara teknis istilah tersebut dapat dibedakan. Dimana yang dimaksud dengan kerusakan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan atau struktur cagar budaya yang tidak disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawi, sedangkan pelapukan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan atau struktur cagar budaya yang disertai dengan adanya perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawinya. Hasil pengamatan/observasi yang dilakukan maka teridentifikasi proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada komploek candi 5 Candi gunung Kawi adalah sebagai berikut :

  • Kerusakan Mekanis

Merupakan kerusakan yang dapat dilihat secara visual berupa retak, pecah dan patah. Kerusakan ini juga terkait dengan kondisi lingkungan bangunan atau struktur cagar budaya terutama fluktuasi suhu, disamping tidak terlepas  dari gaya statis maupun gaya dinamis yang diterima oleh sebuah bangunan. Yang dimaksud dengan gaya statis adalah adanya tekanan beban dari atas terhadap lapisan batu di bawahnya, sedangkan yang dimaksud dengan gaya dinamis adalah suatu gaya yang dipengaruhi oleh faktor luar  (eksternal), seperti getaran gempa bumi (faktor alam). Kerusakan mekanis yang terjadi pada Komplek candi 5 Gunung Kawi  mencapai prosentase kurang lebih 50% dari keseluruhan permukaan bidang. Visualisasi gejala kerusakan mekanis pada komplek candi 5 Gunung Kawi adalah berupa retak, pecah, dan aus.

  • Pelapukan Fisis

Merupakan pelapukan yang disebabkan oleh iklim dimana bangunan/struktur cagar budaya berada, baik secara mikro maupun secara makro. Unsur iklim, suhu dan kelembaban merupakan faktor utamanya, besarnya amplitudo suhu dan kelembaban baik itu siang maupun malam hari akan sangat memicu terjadinya pelapukan secara fisis. Pelapukan fisis yang terjadi pada komplek candi 5 Situs Gunung Kawi antara lain berupa penggaraman dan pengelupasan pada beberapa bagian  permukaan bidangnya. Semua gejala pelapukan  fisis yang nampak pada komplek candi 5 ini  kemungkinan disebabkan oleh faktor adanya kapilarisasi air tanah, rembesan air dan pengaruh air hujan. Pelapukan fisis yang terjadi pada komplek candi 5 Gunung Kawi secara keseluruhan  mencapai prosentase kurang lebih 70% dari keseluruhan permukaan bidangnya.

  • Pelapukan Chemis

Pelapukan yang terjadi pada bangunan atau struktur cagar budaya sebagai akibat dari proses atau reaksi kimiawi. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan dan suhu. Air hujan dapat melapukan benda melalui proses oksidasi, karbonatisasi, sulfatasi dan hidrolisa. Gejala-gejala yang nampak pada pelapukan ini adalah berupa penggaraman, aus dan rapuh. Prosentase gejala pelapukan chemis yang terjadi pada komplek candi 5 Gunung kawi mencapai 60% dari keseluruhan permukaan bidangnya.

  • Pelapukan Biologis

Pelapukan pada material bangunan atau struktur cagar budaya yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme, seperti pertumbuhan jasad-jasad organik berupa lichen, moss, algae dan pertumbuhan perdu serta adanya serangan rayap pada komponen kayu bangunan atau struktur cagar budaya.  Gejala yang nampak pada pelapukan ini adalah berupa diskomposisi struktur material, pelarutan unsur dan mineral, adanya noda pada permukaan material dan sebagainya. Prosentase pelapukan biologis yang   nampak pada komplek candi 5 Gunung Kawi  mencapai prosentase sekitar  70% dari keseluruhan permukaan bidangnya.

 

  • Faktor Penyebab Kerusakan dan Pelapukan
  • Faktor Internal

Faktor internal meliputi faktor perencanaan (teknologi pembuatan), faktor menurunnya rasio kwalitas bahan  serta letak  bangunan atau struktur. Bangunan atau struktur yang dibuat dengan perencanaan/teknologi yang baik akan memiliki daya tahan yang baik serta dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh faktor mekanis dan fisik. Bangunan/struktur yang dibuat dengan bahan yang kwalitasnya jelek akan cepat mengalami kerusakan sedangkan bangunan/struktur yang dibuat dengan bahan yang bagus akan bertahan lebih lama dari berbagai macam kerusakan dan pelapukan serta tanah tempat suatu bangunan/struktur cagar budaya berdiri juga mempengaruhi kelestarian materialnya.  Tanah yang memiliki sifat rentan terhadap faktor air, daya tahannya akan mudah menurun sehingga menyebabkan kondisi bangunan/struktur  tidak stabil.

  • Faktor External

Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang meliputi faktor fisis (suhu, kelembaban, hujan), faktor biologis, faktor kimiawi, bencana alam serta faktor manusia (vandalisme). Pengaruh suhu dan kelembaban yang yang tinggi dan berubah-ubah akan mengakibatkan suatu bangunan atau struktur cagar budaya kondisinya tidak stabil, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan dan pelapukan.    Air hujan juga akan menyebabkan kelembaban pada bangunan atau struktur cagar budaya akan meningkat yang pada akhirnya akan merangsang tumbuhnya jasad–jasad organik pada permukaan material cagar budaya yang pada akhirnya juga akan menimbulkan kerusakan dan pelapukan. Faktor eksternal penyebab kerusakan dan pelapukan pada bangunan atau struktur cagar budaya sangat sulit untuk dihindari, apalagi terhadap bangunan atau struktur cagar budaya yang terdapat di alam terbuka. Pada komplek candi 5 Gunung Kawi faktor air sangat berpengaruh terhadap kerusakan dan pelapukan cagar budaya.

 

RENCANA PENANGANAN

Dalam UU No 11 Tentang Cagar Budaya  Tahun 2010, pasal 1 ayat 28, disebutkan pemugaran adalah upaya pengembalian konsi fisik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

Berdasarkan  hasil observasi di lapangan dapat diketahui bahwa beberapa bagian  komplek candi 5 Gunung Kawi  telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, yang berupa gejala kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan chemis dan pelapukan biologis.  Hasil analisis data yang berhasil dikumpulkan selama pelaksanaan kegiatan Studi Teknis Arkeologi komplek candi 5 Gunung Kawi dapat direkomendasikan bahwa rencana pelaksanaan Perbaikan Saluran air di atas komplek candi 5 Gunung Kawi, adalah perbaikan saluran air  dengan  menggunakan metode restorasi serta konservasi, yakni   pemugaran dengan memperbaiki saluran air, serta konservasi permukaan candi yang telah ditumbuhi jasad renik. Mengingat nilai penting komplek candi 5 Situs Gunung Kawi dan melihat kondisinya sekarang, maka disusunlah rencana penanganan pemugarannya sebagai berikut:

  • Rencana Penanganan Saluran Air

Untuk dapat memastikan kondisi areal di atas tebing, dilakukan pengamatan langsung ke lokasi. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat beberapa masalah penting yang perlu dicarikan solusi mengingat hal ini bersifat mendesak untuk ditangani.

  1. Debit air yang mengalir pada saluran di atas tebing yang disalurkan untuk mengisi pancuran di bawah terlalu besar volumenya.
  2. Pemeliharaan saluran air tidak bisa dilakukan secara rutin mengingat areal di atas tebing sulit dilalui karena ditumbuhi semak belukar, sehingga menyebabkan saluran air di atas tebing tidak terawatt dan mengalami kerusakan yang menyebabkan terjadinya rembesan air ke areal candi.
  3. Kondisi saluran sudah memprihatinkan, banyak terjadi kebocoran, tersumbat karena saluran air tidak terpelihara sehingga menyembabkan air merembes kebagian candi.

Upaya penanggulangannya masalah di atas dapat dilakukan beberapa hal untuk mengurangi adanya rembesan air.

  1. Untuk mencegah terjadinya rembesan dan aliran air pada dinding-dinding relung dan candi, maka di atas candi tebing perlu dibuatkan sistem pembuangan air (dreinase system) yang kedap air dari beton atau pipa dengan kemiringan minimal 50. Tanah permukaan di atas tebing di depan saluran air diambil sampai mencapai lapisan batuan (bedrock) kemudian permukaan batu dilapisi lapisan kedap air , serta kemiringannya diarahkan kesaluran air. Tanah permukaan dikembalikan sesuai aslinya dan ditanami rumput.
  2. Mengurangi debit air yang melintas/mengalir pada saluran di atas tebing dengan cara mengalihkan aliran air ke arah selatan dari sumber air di sebelah timur Pura Pucak Gunung Kawi. Sehingga debit air yang mengalir di atas candi tebing tidak terlalu banyak.
  3. Mengganti saluran air yang bersifat terbuka dengan cara memasang pipa disepanjang saluran agar air dapat disatukan ke dalam pipa sehingga tidak ada rembesan.
  4. Pemeliharaan secara rutin lahan di atas tebing komplek candi 5 dengan mengendalikan pertumbuhan pohon dan tumbuhan semak agar memudahkan untuk memantau keadaan di atas candi tebing.
  5. Memasang pagar pengaman dan membuat pintu masuk keareal diatas komplek candi 5 agar tidak dapat dimasuki sembarang orang memngingat areal ini tergolong berbahaya.

 

  • Rencana Penanganan Konservasi

Rencana penanganan konservasi komplek candi 5 Gunung Kawi  akan disesuaikan dengan kondisi candi pada saat ini. Pelaksanaan penanganan konservasi ini akan dibagi menjadi beberapa tingkat berdasarkan kondisi masing-masing deret candi pada komplek candi 5, yaitu :

  • Memperbaiki, yaitu memperbaiki bagian-bagian komplek candi 5 Gunung Kawi yang kondisinya sudah rusak sesuai dengan aslinya.
  • Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangnan, terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru tidak merusak kareakter asli candi dan dibuat sesuai dengan bahan

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka pelaksanaan penanganan konservasi terhadap komplek candi 5 Gunung Kawi dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghambat atau mengurangi penyebab-penyebab kerusakan dan pelapukan sehingga dapat memperpanjang keberadaannya. Langkah-langkah konservasi yang dilaksanakan meliputi pembersihan obyek dari semua faktor yang dapat mempercepat proses kerusakan dan pelapukan. Rencana penanganan pemeliharaan yang berupa tindakan konservasi meliputi penentuan prosedur, metode, teknis, bahan, peralatan, tenaga (jumlah kompetensi) dan biaya. Salah satu bentuk penanganan yang direncanakan adalah perawatan secara kuratif. Kegiatan perawatan ini dimaksudkan untuk menanggulangi segala permasalahan kerusakan maupun pelapukan. Dasar yang digunakan dalam kegiatan penanganan konservasi  meliputi perawatan secara tradisional maupun modern.

  1. Perawatan Tradisional

Perawatan tradisional merupakan kearifan lokal masyarakat yang berkembang hingga kini dan dapat digunakan pula untuk mengkonservasi cagar budaya. Pengawetan secara tradisioanl tentunya lebih murah dan ramah lingkungan, karena bahan yang digunakan untuk mengawetkan adalah bahan non-kimiawi. Tujuan dari konservasi adalah menyelamatkan kelestarian serta meningkatkan nilai yang terkandung dalam cagar budaya. Dalam melakukan konservasi harus diperhatikan konsep otentisitas yang mencakup keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknologi pengerjaan. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada teknik konservasi bahan benda arkeologi yang mencakup pembersihan mekanis, fisis, kimiawi, konsolidasi struktur bahan, perbaikan bagian yang pecah dan rusak serta pengawetan, yang sangat tergantung dari permasalahan dan pelapukan (Samidi,1996:441).

Berkenaan dengan upaya konservasi tradisional terhadap komponen-komponen komplek candi 5 akan dilaksanakan dengan mempergunakan  peralatan kapi, sudip bambu, sikat ijuk dan sapu lidi. Pelaksanaan konservasi tradisional bersifat preventif atau pencegahan kerusakan dan pelapukan dengan melakukan pembersihan. Dengan dilaksanakannya penanganan konservasi secara tradisional ini diharapkan dapat menyelamatkan kelestarian komplek candi 5 Gunung Kawi, menjaga serta meningkatkan nilai yang terkandung didalamnya.

  1. Perawatan Modern

Perawatan yang dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia. Pelaksanaan konservasi atau perawatan modern komponen-komponen komplek candi 5 Gunung Kawi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi cagar budaya, yang antara lain adalah : prinsip authentisitas, prinsip teknis dan prinsip arkeologis. Prinsip authentisitas adalah cagar budaya bergerak meliputi :keaslian bahan, keaslian desain, keaslian teknologi pengerjaan,   keaslian bahan, keaslian desain, keaslian tata letak, keaslian teknologi pengerjaan serta kontek hubungannya dengan benda lain disekitarnya. Prinsip teknis adalah prosedur diagnostik yang berupa studi konservasi, observasi, analisis/identifikasi, membuat perencanaan  metode dan teknik konservasi serta penanganan konservasi harus efektip/efisien, aman, bersifat ilmiah. Sedangkan prinsip arkeologis dalam konservasi adalah penanganan  konservasi  cagar budaya harus memperhatikan nilai arkeologis dan historisnya. penanganan konservasi diprioritaskan pada bagian asli yang mengalami pelapukan  berat, dan mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut maka upaya penanganan konservasi modern yang dilakukan terhadap komponen-komponen komp[lek candi 5 Gunung Kawi  adalah sebagai berikut :

  • Pembersihan Mekanis Kering dan Basah

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan akumulasi debu, kotoran-kotoran dan endapan-endapan tanah dalam bentuk inkratasi bekas-bekas rumah serangga. Dalam pelaksanaannya pembersihan mekanis kering dilaksanakan dengan hati-hati dan cermat untuk menghindari adanya pertambahan kerusakan mekanis, terutama pada bagian-bagian yang sudah rapuh. Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan mekanis ini adalah sikat  ijuk, kuas, kapi, sapu ijuk dan penyedot debu. Sedangkan metode pelaksanaannya adalah menyiapkan  bahan dan peralatan, bersihkan kotoran dan debu yang menempel dengan sapu atau sikat ijuk dan kuas perlahan lahan, kemudian hisap dengan alat penyedot debu, selanjutnya gunakan kompresor ( bila diperlukan ) agar benar benar bersih.

  • Pembersihan Chemis

Pembersihan chemis dilakukan untuk membersihkan noda-noda yang sulit dibersihkan secara tradisional, seperti kotoran, lichen dan geram-garam yang sudah mengendap. Bahan yang dipergunakan pada kegiatan ini adalah pelarut organik sejenis alkohol dan aceton. Sebelum mempergunakan bahan-bahan tersebut perlu dilaksanakan pengujian terlebih dahulu untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dampak yang terjadi terhadap obyek yang akan dikonservasi.

  • Konsolidasi Bajralepa

Konsolidasi bajralepa yang dimaksudkan  untuk memperkuat struktur mortar maupun  untuk memperkuat adesi antara mortar dengan batunya. Bahan konsolidan yang disarankan untuk tujuan ini adalah resin acrylic seperti paraloid B72 yang dilarutkan dengan chloroten atau ahloro athylene. Konsentrasi yang disarankan adalah 2-5%.

 

  • Rencana Penanganan Lingkungan

Hasil pelaksanaan pelestarian komplek candi 5 Gunung Kawi adalah berupa harapan untuk dapat mewujudkan kembali keberadaan  struktur  cagar budaya tersebut ke dalam bentuk aslinya, berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya. pelestarian ini dilaksanakan  berdasarkan atas prinsip dan prosedur pemugaran cagar budaya, dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, tata letak serta teknik pengerjaan. Disamping itu hal yang tidak kalah pentingnya selama proses ini adalah dengan menugaskan tenaga-tenaga yang sudah berpengalaman dan memiliki kompetensi terhadap pemugaran  cagar budaya. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas pemulihan struktur dan komplek candi 5 Gunung Kawi dapat diwujudkan.

Dalam upaya pelestarian terhadap cagar budaya komplek candi 5 Gunung Kawi setelah dilakukannya pemugaran, perlu diimbangi dengan upaya atau usaha untuk penataan lingkungan, agar keberadaan struktur cagar budaya tersebut tampak serasi atau menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Secara umum kerusakan lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan/struktur cagar budaya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Salah satu faktor alam yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan/struktur cagar budaya adalah pengaruh tumbuhan liar,  pengaruh air, baik itu yang berupa air tanah maupun air hujan yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan faktor manusia yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan/struktur cagar budaya adalah pemanfaatan lahan di sekitar bangunan/struktur cagar budaya yang tidak terkendali. Hal yang perlu diperhatikan yaitu:

  • Pertamanan

Pertamanan adalah kegiatan mengolah dan menata lahan dengan menanami berbagai tanaman dan memperhatikan segi keindahan (estetika), serta banyak terkait dengan penataan ruang menggunakan berbagai elemen, terutama tanaman. Dari pengertian tersebut apabila pertamanan diaplikasikan pada situs cagar budaya harus memperhatikan hal-hal yang sebagai berikut: memberikan keasrian/estetika situs cagar budaya dan  lingkungannya, tidak mendominasi situs atau cagar budaya dan tidak mengancam kelestarian situs/cagar budaya. Berdasarkan hal tersebut, kiranya setelah pelaksanaan pemugaran terhadap komplek candi 5 Gunung Kawi perlu dilaksanakan pertamanan  sehingga akan menambah kesan indah dan asri.

  • Pemeliharaan Yang Berkesinambungan

Usaha untuk memelihar cagar budaya serta lingkungan setelah selesainya pelaksanaan pemugaran mutlak harus dilakukan, kerena pemeliharaan adalah usaha preventif yang lebih baik daripada nantinya  cagar budaya tersebut terlanjur mengalami keruskan yang berat. Berhubungan dengan hal tersebut peran serta masyarakat dan pengemong Pura Gunung Kawi sangat penting, dan yang tidak kalah pentingnya dalam usaha pemeliharaan cagar budaya adalah koordinasi antara masyarakat dan instansi yang berkompeten dibidang  pelestarian cagar budaya.