Situs Merajan Agung Rum Puri Pajang

0
1189

Situs merajan Agung Rum Puri Pajang berlokasi di Desa Pejanggik, Kecamatan Mataram, Kota Mataram, provinsi Nusa Tenggara Barat. Merajan Agung Rum Puri Pajang dibangun pada masa Raja Ketiga Kerajaan Mataram yaitu I Gusti Wayan Jelantik yang ber-abhiseka I Gusti Ratu Anglurah Ketut Karangasem. Areal merajan dibangun dengan mengadopsi konsep tri mandala yaitu utama mandala yang terdiri dari pelinggih-pelinggih beberapa kelompok tempat persembahyangan di areal paling dalam (utara). Di tengah- tengahnya, yang tergolong areal madya mandala terdapat bale pengaruman yang dibangun di tengah-tengah areal situs (bale kambang) dengan dikelilingi oleh kolam air. Terlihat mengadopsi konsep pemutaran mandara giri. Struktur kolam yang mengitari bale kambang masih asli, namun dibagian atasnya sudah diberi perkuatan yang dilapisi semen dan penambahan jembatan yaitu 2 menuju sisi timur kolam dan 1 jembatan menuju ke sisi utara kolam tempat bangunan pelinggih. Sebagian besar bangunan yang ada di areal situs ini telah dipugar dan diperbaiki karena merupakan tempat persembahyangan bagi keturunan keluarga puri.

Setelah perang antara Kerajaan Singasari dan Kerajaan Mataram Pada tahun 1838 yang dimenangkan oleh Kerajaan Mataram, setelah itu didirikanlah RUM Puri Pajang yang dibangun oleh Raja Mataram III yaitu I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka

I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem (Dewata di RUM), masa Pemerintahan beliau dari Tahun 1838 – 1870.

I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem Raja Mataram III mempunyai saudara yaitu I Gusti Made Oka (Dewata di Bale Kapal) dan yang paling kecil bernama I Gusti Ketut Jelantik Abhieseka I Gusti Anglurah Gde Ngurah Karang Asem sebagai Raja Mataram IV (Dewata di Betawi).

Putra dari I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem (Dewata di RUM) yaitu :

  1. Putera Mahkota :
    • I Gusti Gde Karang yang kurang sehat dan meninggal di usia muda namun mempunyai 2 orang putra yaitu I Gusti Ketut Jelantik Kanginan dan I Gusti Made Oka.
    • I Gusti Nengah Karang pada saat Puputan keempat yang terjadi di Tohpati pada tanggal 26 November 1894 beliau berhasil meloloskan diri dari penyergapan didasari oleh Belanda dan bertahan di Tohpati dan tetap duduk diatas tandu karena cacat pada kaki diusung para keluarga dan pengiringnya untuk menyongsong kematian bersama dalam ritual Puputan, walaupun sudah diminta raja namun tetap tidak mau menyerah. Beliau juga memiliki dua orang putra dan meninggal muda.
  2. Bukan Putera Mahkota :
    • I Gusti Wayan Kaler menjadi punggawa di Cakranegara mendampingi raja tua, I Gusti Anglurah Gde Ngurah Karang Asem dan karenanya menetap di Pamotan
    • I Gusti Made Kaler juga merupakan punggawa Mataram yang tetap tinggal di RUM Puri Pajang.
    • I Gusti Nyoman Kaler adalah punggawa utama yang ditugaskan mendampingi putra mahkota, I Gusti Ketut Karangasem, tinggalnya di seberang Puri Mataram, atau di kantor Walikota Mataram sekarang.
    • I Gusti Ketut Jelantik Gosa adalah punggawa yang memimpin pasukan dalam penyergapan tentara Belanda di Cakranegara yang menewaskan Jenderal Van Ham.

Keempat punggawa tersebut lahir dan tumbuh di RUM Puri Pajang. I Gusti Ketut Jelantik Gosa ber-ibu seorang wanita Sasak, berbeda ibu dengan ketiga Kaler yang lain. Karena garis keturunan inilah menyebabkan mereka mendapat

kedudukan istimewa di kerajaan sebagai punggawa. I Gusti Made Kaler merupakan punggawa Mataram yang tetap tinggal di RUM Puri Pajang, mempunyai banyak istri namun tidak dinikahi secara adat sehingga Putranya tidak dapat mewarisi RUM Puri Pajang. Dengan usianya yang semakin tua I Gusti Made Kaler telah mengadopsi keponakannya sebagai salah satu Putra dari I Gusti Nyoman Kaler yaitu I Gusti Bagus Sidemen Sungsut yang berhak mewarisi RUM/Puri Pajang.

I Gusti Bagus Sidemen Sungsut mempunyai 4 orang Anak yaitu :

  • I Gusti Gede Putu (1899) ber ibu Jro Mekel Intaran, memiliki putra bernama I Gusti Gede Kompiang (1916)
  • I Gusti Wayan Rai (tidak kawin) ber ibu Jro Mekel Intaran.
  • I Gusti Made Pajang (1928) ber ibu Jro Mekel Kauhan, memiliki putera bernama I Gusti Wayan Sutha
  • I Gusti Nengah Oka alias Raden Cipto (putung) ber ibu Jro Kauhan.

RUM Puri Pajang sendiri dibangun oleh Raja ke III Mataram, yaitu I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem (Dewata di RUM) pada tahun 1838, pada saat Ia naik tampuk kekuasaan. Hal yang sangat lumrah pada saat itu, bahwa setiap raja baru selalu membangun taman tempat peristirahatan dan pemujaannya sendiri. RUM aslinya sangat luas, membentang dari sebelah timur Puri Mataram hingga ke perbatasan dengan wilayah Kerajaan Singasari, atau dalam kondisi saat ini dari jembatan Mataram hingga ke tikungan Karang Jangkong. RUM Puri Pajang merupakan Taman namun patung burung Merak justru bisa dijumpai di RUM.

Sebagaimana halnya para raja di era lalu, I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem (Dewata di RUM) memang memiliki banyak istri dan bagi raja tidak cukup memiliki satu istri saja namun selalu banyak istri, entah yang dinikahi atau sekedar sebagai mitra,, he he Semoga tidak turun temurun kepada keturunannya kelak . Tujuan sosio politiknya yaitu untuk memperbanyak bibit unggul dan sumberdaya yang bisa dipercaya menjalankan roda pemerintahan serta menjaga kekuasaan tetap langgeng.

Bahkan bila kita membaca catatan Alfred Russel Wallace yang berkunjung ke Lombok pada 17 Juni 1856 dan tinggal selama beberapa hari sambil melakukan penelitian, ia sempat bertemu dengan putra Raja di rumah Mr. Carter di Ampenan. Saat Alfred Russel Wallace berkunjung, yang berkuasa adalah I Gusti Wayan Jelantik Abhiseka I Gusti Anglurah Ketut Karang Asem (Dewata di RUM).

Menurut Alfred Russel Wallace, putra Raja baru berumur 15 tahun namun sudah memiliki 3 orang Isteri.

Peran para Kaler di roda pemerintahan kerajaan ini sebagai penyeimbang dari faksi I Gusti Made Karangasem yang cenderung kurang bersahabat dengan masyarakat Sasak, beserta I Gusti Ketut Jelantik Gosa menunjukkan bagaimana peran penting yang dimainkan di era lalu. I Gusti Ketut Gosa tewas beberapa waktu belakangan dan sempat menjadi buronan nomor satu Belanda karena dianggap bertanggung jawab memimpin penyergapan di Cakranegara yang menewaskan Jenderal Van Ham. Sebagai balasan Belanda, dan sangat memprihatinkan I Gusti Ketut Jelantik Gosa dipenggal dan kepalanya dibawa ke markas Belanda di Ampenan. Puri Pajang tinggal semacam petilasan yang tidak utuh lagi, Keindahan serta kejayaan masa lalu itu kini tersisa hanya Merajan RUM Puri Pajang yang dapat dilestarikan dan mempunyai nilai sejarah yang luar biasa (Sumber: https://rumpuripajang.com/about/).