Goa Gong secara administratif terletak di Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan. Letak astronomis pada titik koordinat 50 L 0299466, 9026089 UTM, pada ketinggian 139 mdpl. Goa ini terletak pada lereng bukit kapur yang cukup terjal. Pura Gua Gong ini memiliki luas areal 5000 m², Dengan batas-batas
Utara : Jalan
Timur : Pemukiman
Selatan : Bukit Kars
Barat : Jalan
Untuk menuju gua, terdapat anak tangga dan lantai gua sudah tidak asli lagi karena sudah ditegel. Mulut gua menghadap ke utara. Secara horizontal dari mulut gua, Gua Gong mempunyai kedalaman 15,40 meter, lebar 14,30 meter dan tinggi langit-langit gua antara 2 meter sampai dengan 5 meter. Pura Goa Gong adalah Goa yang merupakan peninggalan zaman prasejarah masa mesolithik khususnya pada masa kehidupan berburu makanan yang diperkirakan berumur kurang lebih 2500 sebelum masehi. Saat ini Goa Gong merupakan tempat suci umat Hindu untuk melakukan ritual keagamaan. Upacara persembahyangan khusus atau yang lebih dikenal Piodalan di pura ini jatuh pada hari Soma Ribek (Senin), atau dua hari setelah hari raya Saraswati (jatuhnya setiap 210 hari). Pura ini disungsung (diempon) oleh Desa Adat Jimbaran yang terdiri dari 12 Banjar Adat, dan masing-masing akan bergilir melakukan kewajiban berupa ayah-ayahan serta aci-aci terhadap upacara dan upakara di Pura Goa Gong.
Mengenai sejarah pura ini secara pasti belum ada literatur yang menjelaskan kapan keberadaan pura ini, namun berdasarkan perkiraan arkeologis, Goa ini telah ada kurang lebih 2500 sebelum Masehi yaitu masa prasejarah. Kemudian dari peninggalan prasejarah ini dimanfaatkan oleh para resi sebagai tempat suci yaitu terakhir pada zaman masa keberadaan Maha Resi Dang Hyang Nirartha atau yang sering disebut Pedanda Sakti Wawu Rauh. Setelah meninggalkan Desa Kerobokan menuju ke bukit Selatan dengan jalan menyusuri pantai. Dari jauh tampak oleh beliau suatu tanjung yang menonjol ke laut bagian wilayah bukit Badung, maka tanjung itulah yang beliau tuju. Perjalanan agak dipercepat di pantai, air laut sedang surut. Setibanya di sana maka diperhatikan oleh beliau bahwa tanjung itu terjadi dari batu karang seluruhnya dan sangat besar. Akhirnya beliau mengambil keputusan membuat kahyangan di tempat itu. Untuk kepentingan itu terpaksa beliau membuat asrama di sebelahnya untuk menetap sementara mengerjakan kahyangan itu. Setelah beberapa lamanya maka kahyangan itu selesai diberi nama Pura Uluwatu. Di dekat tempat asrama Mpu Dang Hyang lama-kelamaan didirikan juga sebuah kahyangan yang dinamai Pura Goa Gong (www.sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com.sejarah-dang-hyang-nirartha.html).
Untuk memasuki goa ini, umat dilarang mengenakan alas kaki, selain lantainya sangat licin juga dapat mengotori tempat persembahyangan dalam Goa. Pada setiap hari Buda (Rabu), seluruh masyarakat pengemong dan penyiwi tidak diperkenankan untuk melakukan persembahyangan di pura ini. Larangan ini sangat diyakini oleh seluruh pangemong untuk menjaga kesucian pura tersebut, bahkan sekalipun ada hari-hari persembahyangan (rahinan) yang jatuhnya tepat pada hari itu. Sebenarnya bukan melarang, tetapi lebih tepatnya menghormati sejarahnya Maha Rsi Dhang Hyang Niratha yang kebetulan pada saat beliau beryoga di tempat ini jatuhnya pada hari Rabu (Buda), oleh sebab itu tidak diperkenankan untuk melakukan persembahyangan bagi pengemong dan penyiwinya.
Kepercayaan-kepercayaan yang hidup di dalam masyarakat pengemong dan penyiwi bahwa Pura Goa Gong banyak dimanfaatkan untuk melakukan permohonan seperti; memohon penyucian diri (samadi), memohon berkah kehidupan (arta brana), memohon obat bagi yang sakit serta memohon keselamatan.
Keunikan Pura Goa Gong dapat terlihat dari pemandangan stalagtit dan stalagmit yang mengagumkan memenuhi isi goa. Dalam Goa ini terdapat dua sisi ruang, yaitu di bagian atas dan bagian bawah. Kucuran air yang menetes dari bebatuan lebih banyak dari dinding atas ruangan. Situs Goa Gong ini terletak pada bagian goa lantai bawah, di mana ada sebuah batu yang terukir dari teteasan air berbentuk stalagtit yang menyerupai gong. Selain itu, sebelum pintu goa ini ditutup masyarakat di bawah bukit, sering mendengar suara gong dari hembusan angin yang memantul dari dalam goa, karena itulah gua ini kemudian diberi nama Pura Goa Gong.