Tampaksiring merupakan satu dari tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata dalam bahasa Bali, yaitu tampak dan siring yang berarti “telapak” dan “miring”.
Penamaan tersebut berkaitan erat dengan legenda masyarakat setempat tentang Raja Mayadenawa. Raja ini dikenal pandai dan sakti mandraguna. Namun, karena kelancangannya mengangkat diri sebagai dewa yang harus disembah oleh rakyatnya, maka Betara Indra mengutus bala tentara untuk menyerang Raja Mayadenawa. Serangan ini membuat Mayadenawa melarikan diri ke dalam hutan. Untuk menyamarkan jejaknya, Mayadenawa sengaja berjalan dengan cara memiringkan telapak kakinya.
Namun sayang, usaha Mayadenawa untuk mengelabui bala tentara Betara Indra gagal, jejaknya akhirnya diketahui. Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Raja Mayadenawa mencoba melawan dengan menciptakan mata air beracun yang dapat membunuh para pengejarnya. Untuk menanggulangi akibat buruk dari mata air beracun itu, Betara Indra menciptakan sumber mata air penawarnya, yaitu Tirta Empul (air suci). Wilayah pelarian Raja Mayadenawa itulah yang kini dikenal sebagai Tampak Siring.
Pada kegiatan ini salah satu prasasti yang diinventaris adalah prasasti yang terpahat pada yoni dan tersimpan di Pura Puseh Desa Sanding. Yoni ini terbuat dari batu padas dan memiliki tinggi = 10 cm; lebar = 55 cm; panjang = 81 cm; Cerat memiliki Tinggi = 10 cm; panjang = 27 cm; lebar = 19 cm. Adapun periodisasi dari yoni ini termasuk zaman Bali Klasik dengan latar budaya Hindu-Buddha.
Deskripsi
Prasasti tertulis dalam yoni berbentuk persegi dengan tonjolan berupa cerat di bagian depannya serta lubang berbentuk persegiempat di bagian tengahnya. Di bagian sisi kiri yoni dari ujung cerat hingga di bagian badannya terdapat prasasti yang berbunyi :
– Sisi Kiri Cerat:
baris 1: “masa kra puluh inalih na…”
baris 2: ”reman gri kanyangsa sri ya sira”
– Sisi Depan Yoni: “1312 (saka)”
– Sisi Kiri Badan Yoni:
baris 1: “samahi ring laran kandoja”
terjemahan:
– Sisi Kiri Cerat:
baris 1: “pada waktu tiba-tiba diserang atau turun (kesehatannya)”
baris 2: ”orang (jatuh) sakit, agar beliau yang mulia dimandikan (disucikan)”
– Sisi Depan
Yoni: “1390 Masehi”
– Sisi Kiri Badan Yoni:
baris 1: “pusatkan (percikan) pada orang yang sakit, demikian disebut oleh pustaka (tutur)”
Tipe aksara pada prasasti tersebut menunjukan tipe aksara Bali Kuno tegak, beberapa aksara terlihat lebih besar dari yang lain serta beberapa sulit terbaca dan di terjemahkan, tetapi yang sangat mengelirukan bentuk hulu mendekati atau hampir sama dengan pepet. Selain itu pada baris terakhir (sisi kiri badan yoni) terbaca “samahi ring”, barangkali yang dimaksud oleh penulis prasasti adalah “samahita ring”, dengan kata lain merupakan kesalahan dari penulis prasasti.