Konservasi Warisan Budaya di Meriam Pongkor, Satarmese

0
3217

Kegiatan konservasi Cagar Budaya di Meriam Pongkor, Satarmese dilaksanakan mulai tanggal 28 Oktober sampai dengan 3 November 2014, oleh sebuah tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Gianyar Wilayah Kerja Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat  dan Nusa Tenggara Timur,  dengan susunan tim sebagai berikut :

  1. Ketua Tim                               : I Gede Wardana, S.S
  2. Pengumpul Data Arkeologi : Kadek Yogi Prabhawa, S.S
  3.  Konservator                           : Ida Bagus Putu Nama
  4. Konservator                           : Dewa Made Suastika
  5. Pembantu Konservator       : I Made Darma
  6. Pembantu Konservator       : I Made Bawa
  7. Juru Foto                                : I Made Darmadi

Cagar budaya merupakan kekayaan yang bernilai tinggi bagi bangsa Indonesia, peninggalan-peninggalan yang dikandungnya merupakan sisa kehidupan jutaan tahun yang lalu sehingga tradisi masa sekarang telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa yang memahami budaya dan peradabannya. Kabupaten Manggarai merupakan salah satu kabupaten di Flores dan terletak antara 800 30’-850 00’ LS dan 110 90’-120 00’ BT yang kaya akan alam dan budaya, bertofografi mwnawan dengan pemandangan yang sangat indah dan fantastis. Manggarai mempunyai batas wilayah di sebelah timur berbatasan dengan kabupaten manggarai timur (borong), sebelah barat dengan kabupaten manggarai barat (labuhan bajo), sebelah utara merupakan laut flores dan sebelah selatan adalah laut Sawu. Kabupaten manggarai dengan ibu kota Ruteng merupakan destinasi pariwisata budaya warisan nenek moyang, wisata alam (tirta dan bahari), wisata rohani dan wisata buatan yang sangat mempesona, mengagumkan dan luar biasa. Penduduk yang terdiri dari kurang lebih satu juta jiwa adalah masyarakat yang sangat ramah memegang adat istiadat dan budaya.

Cagar Budaya Meriam Pongkor berada di Desa Pongkor, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai. Dengan keadaan alam yang lembab dan berada di wilayah pegunungan menyebabkan kondisi Cagar Budaya Meriam Pongkor mengalami kerusakan, terlihat hampir seluruh permukaan tinggalan Cagar Budaya Meriam Pongkor mengalami korosi (karatan) yang disebabkan oleh letak Cagar Budaya Meriam Pongkor berada ditempat yang terbuka dan pada bagian bawah meriam langsung bersentuhan dengan tanah yang mengakibatkan Cagar Budaya berupa Meriam mengalami sedikit keropos.

Desa Pongkor secara administrasi terletak di Desa Pongkor, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Suhu rata-rata di Desa Pongkor berkisar antara 23,8°C sampai dengan 31,6°C. Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 73% sampai dengan 99%. Dengan titik kordinat 8042-427’S dan 120022-862’E. untuk mencapai Desa Pongkor melewati beberapa perbukitan. Desa Pongkor memiliki batas wilayah sebagai berikut:

Batas Utara          : Gunung

Batas Timur          : Sungai Waececu

Batas Barat          : Sungai Waemese

Batas Selatan       : Sungai

Dari Ruteng untuk mencapai Desa Pongkor ditempuh dalam waktu 2 jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat. Meriam pongkor terletak di bawah lembah  perbukitan  yang tinggi di dearah ruteng dengan ketinggian 600 m (dpl) diatas permukaan air laut. Suhu udara sangat dingin di malam hari dan panas di siang hari. Dengan keadaan lingkungan Desa yang dikelilingi hutan ekaliptus dan ladang kering di sebelah timur pemukiman warga. Jumlah KK di Desa Pongkor adalah 14 KK yang masih menetap di Desa Pongkor.

Sejarah Pongkor

Masyarakat Desa Pongkor menurut informan Leonardus Wakelau berasal dari Sumatera, kemudian menyebar melalui Jawa kemudian menuju Goa dan akhirnya masuk Labuan Bajo. Sampai di Laboan Bajo mendirikan sebuah perkampungan kecil yang bernama Kampung Briloka. Di Desa Briloka ini masyarakat mendirikan sebuah tiang batu berbentuk segi empat. Dari Briloka  masyarakat pendatang (pongkor) pergi ke Lalelombong kemudian membuat perkampungan, setelah itu pergi lagi dan membuat perkampungan di Todo, disini masyarakat pendatang dan masyarakat asli bertemu dan bersatu hidup berdampingan, salah satu keturunan Pongkor dan Todo mendirikan kampong sendiri yang sekarang bernama Desa Pongkor.

Meriam Pongkor dilihat dari sejarahnya. Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta), mulai melakukan kegiatan perdagangannya di Nusa Tenggara Timur dengan mengirim 3 kapal yang dipimpin oleh Apolonius Scotte, menuju pulau Timor dan berlabuh di Teluk Kupang. Kedatangan rombongan VOC ini diterima oleh Raja Helong, yang sekaligus menawarkan sebidang tanah untuk keperluan markas VOC. Pada saat itu VOC belum memiliki kekuatan yang tetap di tanah Timor.

Pada tanggal 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama Antonio de Sao Jacinto tiba di Kupang. Beliau mendapat tawaran yang sama dengan yang diterima VOC dari Raja Helong. Tawaran tersebut disambut baik oleh Antonio de Sao Jacinto dengan mendirikan sebuah benteng, namun kemudian benteng tersebut ditinggalkan karena terjadi perselisihan di antara mereka. VOC semakin menyadari pentingnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu kepentingan perdagangannya, sehingga pada tahun 1625 sampai dengan 1663, VOC melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor dan dengan bantuan orang-orang Islam di Solor, Benteng Fort Henricus berhasil direbut oleh VOC.

Pada tahun 1653, VOC mendarat di Kupang dan berhasil merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia, yang terletak di muara sungai Teluk Kupang di bawah pimpinan Kapten Johan Burger. Kedudukan VOC di Kupang langsung dipimpin oleh Openhofd J. van Der Heiden. Selama menguasai Kupang sejak tahun 1653 sampai dengan tahun 1810, VOC telah menempatkan sebanyak 38 Openhofd dan yang terakhir adalah Stoopkert, yang berkuasa sejak tahun 1808 sampai dengan tahun 1810. Kekalahan Portugis ini dimanfaatkan oleh penduduk Desa Pongkor, berdasarkan narasumber Leonardus Wakelu yang membawa meriam pongkor ini ke desa Pongkor adalah Herlais dan Pree, sehingga asal dari meriam pongkor ini belum diketahui pasti dan sampai sekarang meriam pongkor berada di Desa Pongkor dan disakralkan oleh masyarakat Pongkor.

Warisan Budaya

Nama : Meriam PongkorUntitled

Ukuran : Panjang 87 cm, diameter Ujung  11 cm, diameter Pangkal  17 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi  : Korosi (karatan)

Deskripsi  : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam, pada bagian atas pemantik berisi lambing mahkota belanda.

 

M 2Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang  84 cm, diameter Ujung 12 cm, diameter Pangkal 17 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam, pada bagian atas pemantik berisi lambang mahkota belanda.

 

M 3Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang 97 cm, diameter Ujung 12 cm, diameter Pangkal 16 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 4Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang 87 cm, diameter Ujung 12 cm, diameter Pangkal 16 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 5Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang 85 cm, diameter ujung 12 cm, diameter pangkal 17 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 6Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang 132 cm, diameter Ujung 12 cm, diameter Pangkal 19 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan) dan Keropos

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 7Nama : Meriam Pongkor

Ukuran : Panjang 132 cm, diameter Ujung  12 cm, diameter Pangkal 18 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 8Nama : Merian Pongkor

Ukuran : Panjang 132 cm, diameter Ujung 12 cm, diameter Pangkal 18 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi : Korosi (karatan) dan Kropos

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

M 9Nama : Meriam Pongkor

Ukuran  : Panjang 135 cm, diameter Ujung 13 cm, diameter Pangkal 19 cm

Tempat : Desa Pongkor

Kondisi  : Korosi (karatan)

Deskripsi : Meriam Pongkor dengan bentuk menyerupai tabung, memiliki pegangan di bagian tengahnya dan pada bagian pangkal berisi pemantik meriam.

 

Kondisi Fisik

Berdasarkan observasi di lapangan terhadap tinggalan Cagar Budaya di Desa Pongkor dapat disimpulkan bahwa kondisinya telah mengalami kerusakan-kerusakan, terlihat dari hampir seluruh permukaan tinggalan Cagar Budaya mengalami korosi (karatan) yang disebabkan oleh letak Cagar Budaya tersebut berada ditempat yang terbuka. Pada bagian bawah meriam langsung bersentuhan dengan tanah yang mengakibatkan Cagar Budaya berupa meriam mengalami sedikit keropos.

Kondisi Keterawatan

Berdasarkan jenis kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada tinggalan Cagar Budaya secara umum dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu: Kerusakan Mekanis, Kerusakan Fisis, Pelapukan Chemis, Pelapukan Biotis, Fandalisme . Pada tinggalan Meriam Pongkor diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu meliputi Kerusakan Fisis, Pelapukan Chemis, dan Fandalisme, untuk menjaga keterawatan Cagar Budaya dilakukan juga Konsolidasi terhadap Cagar Budaya.

  • Kerusakan Fisis

Bentuk dari kerusakan ini berupa aus dan pengelupasan pada permukaan tinggalan Cagar Budaya. Penyebab dari kerusakan ini adalah faktor-faktor Fisis seperti: suhu, kelembaban, angin, air, hujan, dan penguapan. Kerusakan ini terjadi pada tinggalan Cagar Budaya di Desa Pongkor sekitar 85%.

  • Pelapukan Chemis

Pelapukan Chemis terjadi sebagai akibat atau reaksi kimia. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan, dan suhu. Gejala yang tampak pada tinggalan di Desa Pongkor berupa karatan dan keropos yang terjadi sekitar 85%.

  • Vandalisme

Vandalisme merupakan kegiatan penambahan, penghapusan atau pengubahan yang dengan sengaja dilakukan untuk mengurangi atau merusak kualitas suatu objek. Jenis vandalism yang terjadi pada tinggalan Cagar Budaya di Desa Pongkor berupa coretan cat yang tidak jelas, yang menyebabkan kualitas objek menjadi tidak baik. Vandalism yang terjadi berkisaran yaitu 35%.

 

Diagnosis

Untuk menanggulangi kerusakan dan pelapukan yang lebih parah, maka dilaksanakanlah konservasi agar kelestarian Cagar Budaya bisa terjaga. Pada prinsipnya pelaksanaan konservasi di Situs Meriam Pongkor, Desa Pongkor dilakukan dengan dua tahapan yaitu:

  1. Pembersihan Mekanis Kering dan Basah
  2. Pembersihan Chemis
  • Pembersihan Mekanis Kering dan Basah

K 1Pembersihan ini menggunakan alat-alat seperti: sikat plastik, sikat gigi, sapu lidi, dan disectingset. Pembersihan ini bertujuan untuk membersihkan semua debu, rumah serangga, tanah yang menempel pada Cagar Budaya yang mudah lepas. Pembersihan ini dilakukan dengan sangat hati-hati agar Cagar Budaya tidak mengalami kerusakan atau tergores, selanjutnya dilakukan pembersihan mekanis basah, Pembersihan ini hampir sama dengan perbersihan mekanis kering Cuma disertai guyuran aira agar kotoran-kotoran hanyut bersama dengan air.

  • Pembersihan Chemis

K 2Apabila pembersihan secara mekanis hasilnya belum maksimal, maka dilanjutkan dengan menggunakan bahan kimia Remover aplikasi bahan ini terhadap Cagar Budaya dilakukan d
engan cara diolesi. Waktu kontak Remover dengan tinggalan Cagar Budaya dikasi tenggang waktu 2-3 menit. Setelah itu baru dicuci dengan guyuran air  agar kotoran beserta Remover  lepas dari permukaan Cagar Budaya. Ini dilakukan secara berulang-ulang agar permukaan Cagar Budaya betul-betul bersih sampai Ph 7 (neteral).

Konsolidasi

Konsolidasi adalah suatu usaha untuk memperkuat ikatan struktur benda dengan menggunakan bahan konsolidasi agar kekuatan benda lebih terjamin. Bahan yang digunakan untuk konsolidasi adalah Paraloid-B72 dengan pelarut Ethyl Acetate, dengan konsentrasi 2%. Cagar Budaya yang akan dioles Paraloid agar benar-benar kering supaya bahan yang dioles merekat kuat. Aplikasi bahan dilakukan dengan cara dioles menggunakan kuas, apabila cagar budaya mengalami pelapukan yang cukup parah, dilakukan dua kali pengolesan dengan cara menunggu olesan pertama kering.

 

Sebelum dan setelah konservasi.

K 4

K 5