Kerta Gosa

0
21214

Lokasi Kerta Gosa berada di jantung kota Semarapura, Kabupaten Klungkung. Secara geografis Kerta Gosa terletak pada koordinat 80 32’ 08.37” LS, 1150 24’ 11.97” BT, dan pada ketinggian 93 mdpl. Batas-batas komplek situs Kerta Gosa:

  • Sebelah utara adalah jalan raya yang berseberangan dengan kantor Bupati Klungkung.
  • Sebelah timur adalah jalan raya, tepatnya didepan pintu masuk pasar seni Klungkung.
  • Sebelah barat adalah jalan raya dan Balai Budaya Klungkung.
  • Sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk termasuk kompleks Puri Semara Bawa.

Kerta Gosa merupakan komplek bangunan atau balai pengadilan warisan Keraton Semarapura (1686-1908) dan tetap difungsikan pada masa kekuasaan kolonial Belanda (1908-1942). Di Komplek ini setidaknya masih tersisa tiga objek penoinggalan Keraton Semarapura yaitu Bale Kerta Gosa, Bale Kambang dengan kolam Taman Gili, serta Gapura Keraton. Selain itu, di sisi bagian barat terdapat bangunan Museum Semarapura bergaya arsitektur Eropah (Balisering) yang sebelumnya merupakan bekas sekolah belanda.

Bangunan Kerta Gosa sudah ada sejak tahun 1700 Masehi. Hal ini dapat diketahui berdasarkan angka tahun Çandra Çangkala yang terdapat di atas pintu masuk kompleks Kerta Gosa. Çandra Çangkala tersebut berupa Cakra, Yuyu, Paksi-paksi, yang bernilai 1661 Saka atau sekitar 1700 Masehi. Angka tahun ini bersamaan dengan pemerintahan Raja Dewa Agung Jambe, dan konon nama Kerta Gosa diberikan oleh beliau.

Kerta Gosa berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu Kerta (Kertha) dan Gosa. Kertha atau Kerta berarti baik, luhur, aman, tentram, bahagia, dan sejahtera, sedangkan Gosa (berasal dari kata Gosita) berarti dipanggil, diumumkan, dan disiarkan. Jadi Kerta Gosa berarti tempat untuk mengumumkan hal-hal yang baik atau hal-hal untuk mencapai ketentraman dan kesejahteraan. Kerta Gosa juga dapat diartikan sebagai tempat raja untuk mengadakan musyawarah yang berkenaan dengan ketentraman dan kesejahteraan bagi kerajaan yang meliputi bidang keamanan dan peradilan. Makna bangunan Kerta Gosa tidak terlepas kaitannya dengan istana kerajaan, yang mencangkup unsur-unsur tempat rekreasi, kegembiraan, kemewahan, dan sebagai unsur seni yang monumental dari suatu kerajaan. Sebagai bangunan yang difungsikan untuk siding pengadilan sejak zaman kerajaan hingga masa kolonial Kerta Gosa memberikan gambaran kepada kita tentang proses peradilan di masa lalu. Keterangan yang ada menyatakan bahwa tata cara peradilan maupun pejabat yang hadir dalam persidangan Masa Kolonial masih tetap dilanjutkan dengan tata cara peradilan adat masa sebelumnya. Oleh karena itu, Kerta Gosa sebagai tempat berlangsungnya peradilan terbuka mencerminkan adanya kearifan lokal di bidang nilai keadilan dan keterbukaan dalam sistem hukum.

Bale Kambang (Taman Gili) di Kerta Gosa, Klungkung

Bangunan Kerta Gosa dan Taman Gili terdiri atas bagian dasar dan atap. Pada bagian dasar berbentuk segi empat panjang disusun menjadi dua lantai, lantai pertama lebih lebar dan lantai kedua lebih kecil. Atap bangunan terbuat dari ijuk, sedangkan dasar bangunan dibuat dari batu padas dan batu bata yang dilengkapi dengan undak (tangga naik). Pada bagian atap diberi tambahan berupa hiasan patung dan relief (mengelilingi bangunan). Pada langit-langit (plafon) dihias dengan lukisan tradisional bermotif wayang gaya Kamasan.  Lukisan yang ada di langit-langit bangunanTaman Gili mengisahkan cerita Sutasoma, Pan Brayut, dan Palalintangan. Sedangkan, lukisan pada langit-langit bangunan Kerta Gosa mengambil cerita Ni Dyah Tantri, Biwa Swarga, Adi Parwa, dan Pelelindon. Tema pokok dari cerita-cerita itu adalah Adiparwa khususnya pada episode Swarga Rohana Parwa yakni menceritakan kisah perjalanan Pandawa menuju alam sorga.

Salah Satu Lukisan Wayang di Kerta Gosa, Klungkung

Lukisan wayang Kamasan yang digambarkan pada bangunan Kerta Gosa dan Taman Gili menarik perhatian karena selain menunjukkan adanya kearifan di bidang estetika (seni lukis tradisional gaya wayang Kamasan) mengandung pula ajaran moral (etika). Jenis-jenis ceritera yang terdapat pada kedua bangunan tersebut adalah sebagai berikut ini.

  • Sutasoma

Cerita Sutasoma terdapat pada bangunan Taman Gili yakni pada panel tingkat pertama hingga keempat di bagian atas langit-langit bangunan. Cara membacanya dimulai dari panil paling atas sebelah selatan, dari kiri ke kanan. Panil ini menceritakan perjalanan Sutasoma dari kerajaan Astina menuju pegunungan Mahemeru. Dalam perjalanan tersebut banyak rintangan yang harus dihadapi, tetapi dengan kekuatan bathin yang dimiliki, Sutasoma berhasil mengatasi segala rintangan.

  • Pan Brayut

Cerita Pan Brayut dilukiskan pada deret kelima dari atas, pada langit-langit Taman Gili. Kisah seritera dimulai dari arah pojok timur laut berlanjut ke selatan. Lukisan ini menceritakan kehidupan Pan Brayut dikaruniai 18 orang anak, sehingga hamper tidak ada waktu untuk mengurus hal-hal lain, kecuali mengurus anak.

  • Palalintangan

Panil Palalintangan terdapat pada deret paling bawah langit-langit bangunan Taman Gili. Lukisan Palalintangan berhubungan dengan keyakinan akan adanya pengaruh bintang-bintang di langit terhadap kelahiran manusia. Panil ini menceritakan tentang 35 (tiga puluh lima) macam watak manusia yang berbeda-beda akibat pengaruh bintang sesuai hari kelahirannya.

  • Ni Dyah Tantri

Cerita Ni Dyah Tantri terdapat pada panil paling bawah pada langit-langit banguna Kerta Gosa. Ceritanya dimulai dari panel sebelah timur deriringan keselatan, barat dan berakhir pada panil sebelah utara. Cerita Ni Dyah Tantri merupakan ceritera berbingkai (disebut cerita seribu satu malam) yang menggambarkan perjuangan seorang gadis bernama Ni Dyah Tantri dalam menghapuskan keinginan seorang raja untuk selalu mengawini gadis setiap hari. Ni Dyah Tantri adalah seorang Puteri Maha Patih  dari Raja yang suka perempuan tersebut. Sebagai Maha Patih setiap hari dititahkan oleh raja mencari seorang gadis. Karena gadis di negara itu sudah langka, maka Ni Dyah Tantri menyediakan diri membantu ayahnya untuk dipersembahkan kepada raja. Karena kepandaiannya bercerita, setiap malam Ni Dyah Tantri memberi cerita kepada raja tersebut. Raja menjadi insyaf dan tidak lagi menginginkan mengawini gadis setiap hari.

  • Bima Swarga

Cerita Bima Swarga dilukiskan pada bangunan Bale Kerta Gosa yakni di panil tingkat kedua, ketiga, dan dilanjutkan pada panil tingkat keenam, ketujuh, serta kedelapan. Cerita dimulai pada panil sebelah timur kemudian selatan, barat, dan utara, mengelilingi bangunan hingga berakhirnya cerita ini. Cerita Bima Swarga mengisahkan perjalanan Bhima (putera kedua Pandawa) ke Yamaloka yang disertai oleh ibunya Dewi Kunti, dan saudara-saudaranya (Yudistira, Arjuna, Nakula dan Sahadewa), untuk mencari ayahnya, Pandhu dan Ibu tirinya, Dewi Madri. Setiba di Yamaloka, dijumpai berbagai peristiwa yang dialami oleh roh (atma) sesuai dengan perbuatannya di dunia. Misalnya orang yang suka berdusta lidahnya ditarik, dan orang yang suka berzinah kemaluannya di bakar. Berbagai rintangan yang menghadang dihadapi oleh Bima  dengan semangat dan ketetapan hati yang akhirnya ia berhasil memperoleh air suci (amrta). Amrta ini kemudian digunakan Bima untuk menebus ayah dan ibu tirinya di Yamaloka sehingga dapat menuju ke Swargaloka.

  • Pelelindon

Pelelindon dilukiskan pada panil tingkat kelima dari bawah pada langit-langit bangunan Bale Kerta Gosa. Cerita Pelelindon ini dimulai dari tengah-tengah panil sebelah utara selanjutnya berurutan ke timur, selatan, barat, dan kembali ke panil sebelah utara.

Situs Kerta Gosa telah mendapatkan perlakuan konservasi baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Pada tahun 1930 lukisan wayang yang terdapat di Kerta Gosa dan Taman Gili diretorasi oleh seniman lukis dari Kamasan. Dalam restorasi tersebut, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan  yang semula terbuat dari kain dan “parba” diganti dan dibuat di atas eternity, dengan tetap mempertahankan gaya lukisan seperti gambar aslinya. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960. Bangunan Kerta Gosa telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya.