KEGIATAN STUDI KONSERVASI DAN KONSERVASI OBJEK DIDUGA CAGAR BUDAYA (ODCB) DI PURA HYANG API, BANJAR SAMPIANG

0
10848

I Made Pande Parityaksa

1. Latar Belakang

BPCB Bali atau Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan terhadap cagar budaya di wilayah kerjanya. Cagar budaya tersebut dapat berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya baik yang berada di daratan maupun di air. Cagar budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, tidak terbaharui dan rentan dari ancaman baik faktor alam maupun ulah manusia. Sehingga kegiatan-kegiatan pelestarian terhadap cagar budaya menjadi penting untuk dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kerusakan dan menjaga keterawatannya.

Salah satu program kerja dari BPCB Bali adalah kegiatan pemeliharaan terhadap objek yang merupakan cagar budaya atau yang diduga cagar budaya. Kegiatan pemeliharaan tersebut terdiri dari studi konservasi, konservasi, dan evaluasi hasil konservasi yang dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja teknis atau yang disebut Pokja Pemeliharaan. BPCB Bali sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) juga memiliki tugas dan fungsi untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Salah satu wujud dari pelayanan publik yang diberikan oleh Pokja Pemeliharaan yaitu pemberian bantuan teknis terkait pemeliharaan cagar budaya atau objek yang diduga cagr budaya yang dilakukan secara insidental atau sesuai dengan permintaan masyarakat.

Pemberian bantuan teknis ini juga merupakan suatu bukti bahwa pelestarian cagar budaya memerlukan kerja sama dengan masyarakat setempat, dinas kebudayaan, dan pihak-pihak terkait. Melalui kegiatan pemberian bantuan teknis ini, diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat cagar budaya dan objek yang diduga cagar budaya agar tetap lestari dan berkelanjutan. Kegiatan pelestarian ini juga merupakan suatu upaya untuk mempertahankan warisan budaya dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat diwariskan secara terus menerus kepada generasi mendatang.

2. Letak dan Lingkungan

Pura Hyang Api merupakan pura yang terletak di Banjar Sampiang, Desa Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Desa Adat (Pekraman) Gianyar membawahi 12 (dua belas) Banjar Adat yang salah satunya adalah Banjar Adat Sampiang. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negerti Nomor: 229/Dit/Pem/V/1981, tentang desa-desa yang ditetapkan menjadi kelurahan, maka secara kedinasan Perbekelan Gianyar berubah statusnya menjadi Kelurahan, akan tetapi secara adat statusnya tetap sebagai Desa Adat.

Secara geografis Kelurahan Gianyar terletak pada 08⁰ 32’ 58” LS − 115⁰ 19’ 31’ BT, dan terletak di pusat Kota Gianyar sehingga berada di pusat pemerintahan.  Wilayah Kelurahan Gianyar merupakan salah satu kelurahan dari 5 (lima) Kelurahan di Kecamatan Gianyar yang memiliki batas-batas sebagai berikut:

  • Di Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Beng
  • Di Sebelah Selatan berbatasan dengan Keluarahan Abianbase
  • Di Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bitera
  • Di Sebelah Timur berbatasan dengan Keluarahan Samplangan dan Desa Tegal Tugu

Berikut merupakan batas-batas wilayah dari Pura Hyang Api:

  • Di Sebelah Utara berbatasan dengan Banjar Sampiang Kaja
  • Di Sebelah Selatan berbatasan dengan Banjar Sengguan Kangin
  • Di Sebelah Barat berbatasan dengan Banjar Candi Baru
  • Di Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Samplangan

3. Data Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB)

Terdapat 12 objek yang didata dalam studi konservasi Pura Hyang Api. Objek yang diduga cagar budaya (ODCB) tersebut antara lain  1 buah lingga kembar, 1 buah arca siwa, 1 buah arca kembar, 1 buah arca durga mahesa, 1 buah fragmen bangunan, 1 buah fragmen arca, 4 buah lingga semu, dan 2 buah batu alam.

  • Lingga Kembar
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Lebar 40 cm, tinggi 44 cm, tebal 88 cm
    • Bahan: Padas
    • Kondisi: Utuh
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Arca Siwa
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Lebar 26 cm, tinggi 47 cm, tebal 27 cm
    • Bahan: padas
    • Kondisi: lutut kiri patah, kaki kanan patah, bagian muka patah
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelu, dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Arca Kembar
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Lebar 40 cm, tinggi 58 cm, tebal 24 cm
    • Bahan: Padas
    • Kondisi: Lapik kiri gempil, arca kanan patah di kepala, arca kiri hilang dari badan, patah tiga bagian
    • Penanganan: Penyambungan menggunakan angkur, epoxy resin, dan bubuk padas
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Arca Durga
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Lebar 30 cm, tinggi 62 cm, diameter 20 cm
    • Bahan: padas
    • Kondisi: Pipi kanan gempil, paha sapi gempil, tangan kiri patah
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Miniatur Candi
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Panjang 21 cm, lebar 22 cm, tinggi 41 cm
    • Bahan: Padas
    • Kondisi: Bagian atas dan bawah aus, permukaan aus
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Fragmen Arca
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Lebar 14 cm, tinggi 16 cm, tebal 14 cm
    • Bahan: padas
    • Kondisi: bagian atas patah atau hilang
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Lingga Semu
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: Panjang 13 cm, Lebar 16 cm, Tinggi 30 cm
    • Bahan: Padas
    • Kondisi: bagian atas patah, bagoian lapik patah 2 bagian
    • Penanganan: Penyambungan menggunakan angkur, epoxy resin, dan bubuk padas
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Lingga Semu
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: lebar 15 cm, tinggi 25 cm, tebal 15 cm
    • Bahan: Padas
    • Kondisi: Kondisi utuh, permukaan aus
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Lingga Semu
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: lebar 18 cm, tinggu 27 cm, tebal 18 cm
    • Bahan: padas
    • Kondisi: Utuh
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Sebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Lingga Semu
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: lebar 15 cm, tinggi 26 cm, tebal 18 cm
    • Bahan: padas
    • Kondisi: Utuh
    • Penangan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
Ebelum dikonservasi
Setelah dikonservasi
  • Batu Alam
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: –
    • Bahan: Batu alam
    • Kondisi: Utuh. Batu ini diletakan di bagian tengah dari lingga kembar
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.
  • Batu Alam
    • No Inventaris: –
    • Ukuran: –
    • Bahan: Batu alam
    • Kondisi: Utuh. Batu ini diletakan di bagian tengah dari lingga kembar
    • Penanganan: Pembersihan mekanis kering dan basah serta konsolidasi.

4. Jenis Kerusakan

Kerusakan yang terjadi pada objek diduga cagar budaya (ODCB) di Pura Hyang Api antara lain kerusakan mekanis, kerusakan, fisis, pelapukan chemis dan pelapukan biotis. Kerusakan mekanis terjadi pada 1 buah arca yang mengalami patah 3 bagian dan 1 buah lingga semu yang mengalami patah 2 bagian. Sedangkan cagar budaya lain mengalami pelapukan fisis dengan ditandai oleh struktur padas yang mulai rapuh. Pelapukan  biotis juga ditunjukan dengan adanya rumah serangga yang menempel pada beberapa ODCB.

5. Kegiatan Study Konservasi

Kegiatan studi konservasi di Pura Hyang Api dilakukan selama 2 (dua) hari yaitu pada tanggal 7 dan 9 Agustus 2020. Kegiatan studi konservasi ini dilakukan dengan melakukan pengukuran, pengamatan, dan pengumpulan data keterawatan dari 12 Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Pura Hyang Api. Kegiatan studi konservasi ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kerusakan dan volume kerusakan dari ODCB sehingga dapat ditentukan rencana penanganan yang tepat.

Berdasarkan hasil studi konservasi di Pura Hyang Api maka dapat diketahui bahwa jumlah objek diduga cagar budaya (ODCB) sebanyak 12 buah memiliki luas permukaan sebesar 2,8 m2. Rencana penanganan yang akan dilakukan yaitu dengan pembersihan mekanis kering dan mekanis basah, perbaikan atau penyambungan pada 1 buah lingga semu yang mengalami patah dua bagian dan 1 buah arca kembar yang mengalami patah 3 bagian. Selanjutkan akan dilakukan konsolidasi dengan menggunakan 75 gr paraloid B-72 yang dilarukan menggunakan Etil Asetat konsentrasi 3 % sebanyak 2,5 liter.

6. Kegiatan Konservasi

Persiapan Alat dan bahan

Persiapan alat dan bahan konservasi dilakukan di laboratorium BPCB Bali. Bahan konsolidan dibuat dengan cara melarutkan paraloid B-72 dengan etil asetat. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menimbang paraloyd B-72 sebanyak 75 gram menggunakan timbangan digital. Kemudian paraloyd B-72 dituangkan ke dalam 2,5 liter Etil Acetate dan diaduk menggunakan magnetic stirer hingga larut.

Pembersihan Mekanis Kering

Pembersihan mekanis kering bertujuan untuk membersihkan kotoran seperti debu tanah dan kotoran yang menempel pada cagar budaya.

Pembersihan Mekanis Basah

Pembersihan mekanis basah ini dilakukan dengan cara yang sama seperti pembersihan mekanis kering yang dibantu dengan mengunakan guyuran air untuk membersihkan kotoran atau organisme yang masih menempel pada benda.

Perbaikan (Penyambungan Arca Yang Patah)

Kegiatan perbaikan dilakukan pada 1 buah arca  dan 1 buah lingga semu yang patah. Alat dan bahan yang digunakan antara lain angkur, bor, epoxy resin, semen, hardener, bubuk padas, kapur putih. Berikut merupakan proses dari kegiatan penyambungan.

Keterangan:

  1. Rekonstruksi atau menyusun kembali fragmen-fragmen agar menjadi satu kesatuan yang utuh dan tepat
  2. Penentuan titik pemasangan angkur dengan memberi tanda menggunakan kapur putih
  3. Pengeboran pada titik dimana angkur akan dipasang
  4. Persiapan bahan perekat yaitu campuran epoxy resin dan hardener untuk penyambungan
  5. Pemasangan angkur pada titik yang sudah dibor
  6. Pengolesan perekat pada permukaan yang akan disambung
  7. Penyambungan
  8. Pengikatan dengan menggunakan tali rafia agar sambungan semakin kokoh
  9. Kamuflase.

Konsolidasi

Konsolidasi bertujuan untuk memperkuat ikatan-ikatan partikel dari material cagar budaya. Konsolidasi dilakukan dengan mengoleskan larutan paraloid B-72 ke seluruh permukaan cagar budaya dengan menggunakan kuas.

6. Simpulan dan Saran

Dari hasil studi konservasi dan konservasi terhadap Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) di Pura Hyang Api, Banjar Sampiang, Desa Gianyar, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) berupa 12 buah benda cagar budaya (Lingga Kembar, Lingga Semu, Miniatur Candi, Fragmen bangunan, Fragmen Arca, Arca Siwa, Arca Durga, dan Arca Berpasangan) merupakan peninggalan dari masa klasik yang memiliki nilai penting bagi sejarah ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan yang dapat menceritakan sejarah kehidupan leluhur masyarakat Desa Gianyar pada masa lalu, maka sesuai  Undang-undang Cagar Budaya situs ini  perlu dilestarikan.
  • Berdasarkan hasil dari studi konservasi kondisi objek diduga cagar budaya (ODCB) di Pura Hyang Api telah mengalami kerusakan maupun pelapukan sehingga dilakukan tindakan pelestarian berupa konservasi baik secara tradisional dan  modern.
  • Konservasi berupa pembersihan secara mekanis baik kering dan basah serta konsolidasi telah dilakukan terhadap 12 objek diduga cagar budaya (ODCB), selain itu juga telah dilakukan penyambungan pada arca yang patah.
  • Pelestarian juga perlu dilakukan dari Pemerintah Daerah (Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar), dan instansi terkait yang menangani masalah Cagar Budaya agar benar-benar dapat memperhatikan, memahami dan melestarikan peninggalan cagar budaya, sesuai amanat Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
  • Peran pihak Bendesa selaku pengelola, masyarakat banjar sampiang serta pengempon pura, sangat diperlukan dalam upaya pelestarian terutama dalam bentuk pemeliharaan secara tradisional, agar pelestarian tersebut dapat dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.