Secara administrasi Pura Luhur Uluwatu berada di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Letak astronomis pura ini yaitu 50 L 0289306, 9023499 UTM. Pura Uluwatu menempati lahan di sebuah tebing yang tinggi yang menjorok ke Samudera Indonesia dengan ketinggian 79 Mdpl. Pura Luhur Uluwatu memiliki luas lahan 5000 m², dengan batas-batas :
Utara : Laut
Timur : Parkiran
Selatan : Laut
Barat : Laut
Status kepemilikan Pura Luhur Uluwatu adalah milik Desa Pekraman Pecatu, dan dikelola oleh Desa Pekraman Pecatu. Secara etimologis kata Ulu berarti ujung, atas, atau puncak, sedang Watu berarti Batu. Jadi Pura Uluwatu diartikan tempat suci yang dibangun di puncak batu karang. Pura Luhur Uluwatu dalam pengider-ider Bali berada di arah barat daya sebagai pura untuk memuja Tuhan dalam wujud Batara Siwa Rudra. Kedudukan Pura Luhur Uluwatu tersebut berhadap-hadapan dengan Pura Andakasa, Pura Batur dan Pura Besakih yang berfungsi sebagai pura sad kahyangan jagat. Pura yang disebut Pura Sad Kahyangan ada enam yaitu Pura Besakih, Pura Lempuhyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Luhur Uluwatu, Pura Luhur Batukaru dan Pura Pusering Jagat. Berhubung banyak lontar yang menyebutkan Sad Kahyangan, maka tahun 1979-1980 Institut Hindu Dharma (sekarang Unhi) atas penugasan Parisada Hindu Dharma Pusat mengadakan penelitian secara mendalam. Akhirnya disimpulkan bahwa Pura Sad Kahyangan menurut Lontar Kusuma Dewa keenam pura itulah yang ditetapkan. Lontar tersebut dibuat tahun 1005 Masehi atau tahun Saka 927, (www.babad-bali-pura-uluwatu.html). Upacara piodalan atau hari besarnya Pura Luhur Uluwatu jatuh pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia atau setiap 210 hari berdasarkan perhitungan kalender Saka.
Ada dua pendapat tentang sejarah berdirinya pendirian Pura Uluwatu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pura ini didirikan oleh Empu Kuturan pada abad ke-9, yaitu pada masa pemerintahan Marakata. Pendapat lain mengaitkan pembangunan Pura Uluwatu dengan Dang Hyang Nirartha, seorang pedanda (pendeta) yang berasal dari Jawa Timur datang ke Bali pada tahun 1546 M, yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Sang Pedanda kemudian mendirikan Pura Uluwatu di Bukit Pecatu. Setelah melakukan perjalanan spiritual berkeliling Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha kembali ke Pura Uluwatu, di pura inilah Sang Pedanda ‘moksa’, meninggalkan ‘marcapada’ (dunia) menuju ‘swargaloka’ (surga). (http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-bali-pura_uluwatu).
Dalam Lontar Usana Bali disebutkan bahwa Mpu Kuturan atau Mpu Rajakreta banyak mendirikan Pura di Bali antara lain Pura Uluwatu. Adapun Mpu Kuturan dipandang identik dengan Senapati Kuturan yaitu tokoh sejarah yang hidup pasa masa pemerintahan Raja Udayana, Marakata dan anak wungsu pada ke-11. Beliau merupakan salah seorang yang duduk di dalam lembaga “Pakira-kiran i jro Makabehan” (sejenis lembaga nyang memberikan nasehat pada raja). Berdasarkan lontar tersebut, maka diperkirakan telah ada awal abad ke-11 sejak datangnya Resi Kuturan ke Bali. Dalam Lontar “Padma Bhuwana” disebutkan juga tentang pendirian Pura Luhur Uluwatu sebagai Pura Padma Bhuwana oleh Mpu Kuturan pada abad ke-11.
Pura Luhur Uluwatu didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan Padma Bhuwana. Sebagai pura yang didirikan dengan konsepsi Sad Winayaka, Pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan untuk melestarikan Sad Kertih (Atma Kerti, Samudra Kerti, Danu Kerti, Wana Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti). Sedangkan sebagai pura yang didirikan berdasarkan Konsepsi Padma Bhuwana, Pura Luhur Uluwatu didirikan sebagai aspek Tuhan yang menguasai arah barat daya. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi energi kepada ciptaannya.
Pura Luhur Uluwatu juga memiliki beberapa Pura Prasanak atau Jajar Kemiri. Pura Prasanak tersebut antara lain Pura Parerepan di Desa Pecatu, Pura Dalem Kulat, Pura Karang Boma, Pura Dalem Selonding, Pura Pangeleburan, Pura Batu Metandal dan Pura Goa Tengah. Semua Pura Prasanak tersebut berada di sekitar wilayah Pura Luhur Uluwatu di Desa Pecatu. Umumnya Pura Kahyangan Jagat memiliki Pura Prasanak. Pura Prasanak ini merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pura Luhur Uluwatu. Pura Prasanak tersebut berada dalam radius sekitar lima kilometer Pura Luhur Uluwatu.
Pura Luhur Uluwatu terdiri dari 3 halaman, Halaman Luar (jaba sisi), Halaman Tengah (jaba tengah), dan Halaman Utama (jeroan). Jika dilihat dari atas bentuknya meruncing dari halaman luar sampai halaman utama, halaman luar lebih lebar dari halaman tengah dan halaman utama.
-
- Luar Areal Jaba Sisi Panjang 13,25 Meter, Lebar : 12,43 meter.
- Luas areal Jaba Tengah Panjang : 35, 54 Meter, Lebar 9,20 meter,
- Luas Areal Jeroan Panjang : 28,30 meter Lebar : 8,10 meter
Pintu masuk di Pura Luhur Uluwatu menggunakan Candi Paduraksa yang bersayap. Candi tersebut sama dengan candi masuk di Pura Sakenan di Pulau Serangan daerah Denpasar Selatan. Di candi Pura Sakenan tersebut terdapat Candra Sangkala dalam bentuk “Resi Apit Lawang” yaitu dua orang pandita berada di sebelah pintu masuk, Candra Sangkala ini memiliki arti/nilai “Rsi=7, Apit=2, Lawang=9”. Hal ini menunjukkan angka tahun yaitu 927 Saka, ternyata tahun yang disebutkan dalam Lontar Kusuma Dewa sangat tepat. (www.babad bali-purauluwatu.html)
Jika dilihat dari arsitektur dan bahan yang digunakan kori agung di Pura Uluwatu memiliki kesamaan dengan Pura Dalem Serangan, tinggalan arkeologi yang terdapat di Pulau Serangan. Candi kurung menggunakan bahan batu karang, orientasi arah hadap pura adalah timur, orientasi arah sembahyang barat. Candi kurung memiliki ukuran, Panjang : 920 cm, dan Tebal : 180 cm. Candi kurung terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian kaki, bagian badan, dan bagian atap.