Pura Penataran Sasih

0
16465

Pura Penataran Sasih terletak di Banjar Intaran, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, berjarak sekitar 27 Km di sebelah timur laut Kota Denpasar. Secara geografis Pura Penataran Sasih berada pada koordinat 8o 30’49.56” LS, 115o 17’36.49” BT, dan pada ketinggian 207 mdpl.

Nama Pura diambil dari salah satu peninggalan purbakala yang terkenal ditempat ini yakni Nekara Pejeng. Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, nekara pejeng dianggap sebagai bulan yang jatuh ke bumi dan menerangi daerah sekitarnya siang dan malam. Suasana yang terang benderang menyebabkan para pencuri tidak dapat melakukan niat jahatnya, sehingga ia mengencingi bulan tersebut. Akibatnya, bulan tersebut tidak bersinar lagi sampai saat sekarang. Oleh karena itu, nekara pejeng terkenal pula dengan nama Bulan Pejeng (Bulan bahasa Bali=Sasih), dan menjadi nama pura ini yakni Pura Penataran Sasih. Mitos lainnya menyebutkan, bahwa Bulan Pejeng adalah Subang Kebo Iwa seorang tokoh yang sangat sakti dan dengan kesaktiannya telah berhasil membuat beberapa tempat suci, seperti Candi Gunung Kawi dan Goa Gajah.

Nekara pejeng pada saat ditemukan

Nekara Pejeng merupakan salah satu benda cagar budaya yang menarik perhatian para ahli purbakala sejak lama. Nekara Pejeng adalah nekara perunggu berbentuk menyerupai “kendang” atau “bedug”, berpinggang dibagian tengah, mempunyai dua sisi bidang pukul, dan satu bagian bidang pukulnya terbuka. Ukuran nekara dengan tinggi 1,86 m dan garis tengah bidang pukulnya 1,60 m. beberapa motif hiasan yang terdapat pada bagian sisi nekara adalah pola bintang, hiasan bulu burung, pola tumpal tersusun, pola tumpal bertolak belakang, pola huruf f, dan sepasang topeng. Hiasan-hiasan tersebut selain mengandung simbol religius magis juga merupakan karya seni yang indah. Sekaligus sebagai bukti kreatifitas seni atau kearifan lokal di bidang estetika dari masa perundagian Bali.

Nekara Pejeng dianggap sebagai bukti kemajuan teknologi khususnya di bidang pengetahuan dan ketrampilan teknik pembuatan benda perunggu. Penguasaan teknologi baru ini ditunjang oleh temuan lima buah fragmen cetakan batu untuk membuat nekara yang hiasannya serupa benar dengan pola hias Nekara Pejeng, hanya saja ukurannya lebih kecil. Sampai sekarang cetakan tersebut disimpan di Pura Puseh Manuaba Gianyar. Temuan alat cetak nekara ini menguatkan bukti penguasaan teknologi untuk memproduksi barang-barang perunggu oleh masyarakat Bali pada masa perundagian. Dengan kata lain, Nekara Pejeng merupakan benda cagar budaya yang merepresentasikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi khusunya di bidang pencetakan dan pengecoran logam pada masa prasejarah.

Nekara Pejeng mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat baik pada masa lalu sampai masa sekarang ini. Nekara perunggu pada masa lalu mempunyai fungsi bermacam-macam, antara lain (1) digunakan sebagai gendering perang, (2) sebagai benda upacara yang mendatangkan hujan (khususnya hiasan katak) untuk kepentingan pertanian (bercocok tanam), (3) dianggap sebagai lambang nenek moyang, dan (4) sebagai kekuatan pelindung bagi masyarakat (Anonim, 1986: 17).

Bukan hanya penting pada masa lalu, sampai sekarangpun Nekara Pejeng tetap dikeramatkan dan dijadikan media pemujaan oleh masyarakat. Nekara Pejeng digunakan sebagai media untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan dan diletakkan di halaman utama pura pada sebuah bangunan khusus yang disebut Pelinggih Ratu Bhetara Sasih. Karena dikeramatkan dan dijadikan media pemujaan nekara perunggu pada hari-hari tertentu diupacarai dan diperciki tirtha (air suci). Akibatnya, nekara perunggu lebih cepat mengalami korusi dan pertumbuhan jamur pada bidang permukaan nekara.

Selain Nekara Pejeng di Pura Penataran Sasih juga ditemukan peninggalan purbakala yang beragam. Pada halaman dalam (jeroan), terdapat beberapa tinggalan arkeologi, seperti arca Ganesa, arca perwujudan Bhatara-Bhatari, arca Pendeta, arca Catur Kaya, arca Dwarapala, dan Lingga Yoni. Pada halaman tengah yakni didepan dan belakang candi bentar terdapat simbol angka tahun. Surya sangkala berupa bulan, gajah, gajah, naga yang sama dengan tahun 1888 Caka atau 1966 Masehi (bulan= 1, gajah= 8, gajah= 8, dan naga= 80). Demikian pula candra sangkala pada aling-aling di belakang candi bentar “Sad Rasa Gapuraning Dewantara” mengandung nilai: Sad= 6, Rasa= 6, gapuraning= 9, dan Dewantara= 1 atau 1966 Masehi merupakan penegasan candra sangkala sebelumnya sebagai tahun peringatan pemugaran pura ini.

Pura Penataran Sasih telah mendapat SK penetapan dari Pemerintah yakni SK No. 260/SK/UPT.BD/22.VII/2003 dan upaya pelestarian. Bentuk-bentuk pelestarian yang sudah dilakukan mencangkup inventarisasi, penetapan, jupel, zonasi, papan nama, dan balai pelindung. Sebagai cagar budaya, pura ini juga dimanfaatkan untuk objek wisata dan pengelolaanya dilakukan dengan sistem kontrak. Hasil pengelolaanya digunakan untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan pura serta kebutuhan pura lainnya.