PERENCANAAN PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN SITUS WADU PA’A

0
1900
Pahatan Prasasti Kelompok 1 dan 3

Wadu Pa’a adalah satu bukti persebaran Agama Hindu dan Budha  wilayah Pulau Sumbawa, dimana sumber berita pertama yang menyebutkan mengenai Situs Wadu Pa’a ditemukan dalam artikel yang dimuat dalam Hindoejavaansche overblijfselen op Soembawa, Tijsch. van het Kon. Ned. Aadrijkskundig Genootschap tahun 1938, 2e s. LV: 90-100. Dalam artikel tersebut diberitakan Rouffaer mengunjungi Situs Wadu Pa’a tahun 1910. Dalam kunjungannya tersebut, Rouffaer menemukan sebuah lingga, sedangkan lingga-lingga lainnya diberitakan telah dibawa oleh Controleur Belanda (Naerssen, 1938:93-95; Loir, 1982: 25). Selanjutnya seorangnya penjelajah berkebangsaan Portugis Tome Pires dalam perjalanannya ke Bima tahun 1513 membuat catatan tentang Bima dalam bukunya Suma Oriental. Dalam catatannya itu dia menyebutkan bahwa Bima telah menjadi pusat lalu lintas yang padat di laut selatan. Dalam catatannya itu juga disebutkan bahwa kerajaan Bima merupakan kerajaan kaya, dan memupunyai komoditi ekspor berupa rempah-rempah, beras, ikan dan kain tenun yang diperdagangkan di Malaka. Ketika itu orang-orang Bima belum beragama, dan masih menganut agama nenek moyang (Hamzah, 2004: 25). Hal ini disanggah oleh Ambary dkk, karena seharusnya daerah ini sudah berkembang Agama Hindu dan Budha, Hal ini berkaitan dengan tinggalan relief bercorak Hindu dan Budha di teluk Wadu Pa’a (Ambary, 1985: 2).

Relief Arca Budha Diapit Stupa

Jauh sebelum adanya berita mengenai Situs Wadu Pa’a seperti yang disebut di atas sudah ada naskah yang menyebutkan beberapa tempat yang ada di Sumbawa, naskah yang menyebutkan tersebut adalah kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, yang berangka tahun 1365.  Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar abad ke-14 telah terjadi kontak hubungan antara Pulau Sumbawa dengan daerah lain di sekitarnya, bahkan mungkin sebelum abad ke-14 (Mulyana, 2006: 346). Mengingat akan nilai penting dan merupakan satu bukti penyebaran Agama Hindu dan Budha di daratan Pulau Sumbawa serta posisi situs yang berada di Teluk Bima yang memiliki lanscape alam yang begitu indah, kiranya situs ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi satu destinasi wisata yang akan dapat mendatangkan kesejahteraan untuk masyarakat Bima.

Pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a ini akan sesuai dengan paradigma baru pelestarian cagar budaya yang termuat dalam undang-undang cagar budaya, yang menitikberatkan untuk kesejahteraan masyarakat dan keterlibatan masyarakat yang sebesar-besarnya tanpa melupakan unsur-unsur pelestariannya. Pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a ini kemungkinan bisa dipadukan dengan tempat-tempat lain yang ada di Kota Bima, yang antara lain Musim Asi Mbojo, Benteng Asa Kota, Pesanggrahan Uma Lengge dan beberapa tempat lainnya, dan ini akan menjadi suatu destinasi wisata terpadu yang akan dapat mendorong perkembangan kepariwisataan di Bima.

Relief Arca Ganesha

Pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a haruslah tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah pelestarian, dimana pelestarian sendiri adalah suatu upaya upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya  dan nilainya serta dilaksanakan secara linier, dinamis dan tidak akan menimbulkan kerugian untuk semua pihak yang terlibat di dalamnya. Setiap pengembangan cagar budaya hendaknya dilaksanakan dengan   langkah-langkah penelitian, revitalisasi dan adaptasi secara berkelanjutan dan tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.  Pemanfaatan sendiri merupakan upaya pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.  Segala bentuk pemanfaatan cagar budaya, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun oleh perseorangan selalu harus melalui penelitian atau memperhatikan analisis damapk lingkungan karena segala bentuk pemanfaatan tersebut berpotensi sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan cagar budaya.

Berpijak dari uraian-uraian tersebut di atas dan adanya wacana untuk mengembangkan Situs Wadu Pa’a menjadi sauatu destinasi wisata yang terpadu dan berkelanjutan, hendaknya pelaksanaannya nanti tidak hanya didorong untuk menigkatkan kapasitas pemanfaatan yang memiliki nilai ekonomis, namun perlu pula diperhatikan kesinambungannya dengan jaminan pelindungan terhadap kelstarian lingkungan hidup. Pada konteks ini, kebutuhan berbagai kebijakan dan regulasi pemerintah menjadi esensial untuk memberikan panduan sekaligus rambu-rambu agar didalam pengembangan pariwisata terdapat kohesi sinergis dengan kelestarian lingkungan hidup (Roby Ardiwidjaja, 2013 : 3). Hal tersebut perlu menjadi pertimbangan utama dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu P’a menjadi destinasi wisata, karena jangan sampai dengan pemanfaatan dan pengembangan destinasi wisata ini nantinya akan merusak kelestarian lingkungan dan cagar budaya itu sendiri.

  • Visi dan Misi

Visi dan misi menunjukkan gambaran kemana suatu program akan diarahkan dan hasil apa yang ingin dicapai. Berdasarkan identifikasi tersebut maka visi dan misi yang ingin diwujudkan dalam rencana pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a adalah sebagai berikut :

  • Visi
  • Terwujudnya kelestarian Situs Wadu Pa’a
  • Terwujudnya batas-batas zonasi Situs Wadu Pa’a, sehingga akan dapat mewujudkan pembagian zona yang jelas.
  • Terwujudnya pembangunan destinasi wisata yang berwawasan lingkungan dan budaya yang bertujuan untuk kelestarian dan kesejahteraan masyarakat.
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya mewujudkan kelestarian dan pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan.
  • Terwujudnya pengembangan destinasi berkelanjutan dan terpadu.

 

  • Misi
  • Melestarikan bentang alam, potensi alam dan potensi budaya Situs Wadu Pa’a yang unik dan sangat penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah dan kebudayaan.
  • Menciptakan jalinan kerjasama yang terpadu antara stakeholder, baik dari sektor pemerintah, swasta, akademisi maupun masyarakat dalam rangka pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a.
  • Menciptakan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  • Melakukan penelitian yang berkelanjutan untuk menginterpretasikan nilai-nilai penting Situs Wadu Pa’a demi pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
  • Menyajikan informasi mengenai Situs Wadu Pa’a kepada masyarakat, baik bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan
  • Mengembangkan wisata minat khusus yang ramah lingkungan dan berbasiskan budaya, sehingga dapat menigkatkan kesadaran masyarakat.

 

  • Landasan Pembangunan

Pengembangan dan pemanfaatan situs cagar budaya berkelanjutan sebagai upaya dalam mensejahterakan masyarakat berbasis pelestarian, akan selalu dilandasi oleh berbagai kebijakan yang multi sector dan multi disiplin, antara lain :

  • Kebijakan Internasional
  1. World Summit Tahun 1992 dan Tahun 2002 tentang Sustainable Development yang tidak hanya memanfaatkan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tetapi juga memikirkan kebutuhan generasi pada masa yang akan datang.
  2. Charter For Sustainable Tourism, at the World Conference on Sustainable Tourism 1995, menyepakati bahwa pariwisata dibangun untuk memenuhi kesimbangan antara kepentingan pelestarian lingkungan, kesejahteraan kehidupan sosial dan budaya dan pembangunan perekonomian secara terpadu dan berkelanjutan.
  3. Tourism Code of Conduct yang diterbitkan oleh WTO
  4. UNESCO Recommendation on Safeguarding Traditional and Popular Culture of 1989.
  5. UNESCO Universal Declaration on Cultural Diversity of 2001 yang menyatakan lansekap budaya berupa lingkungan alam dan budaya adalah perwujudan keanekaragaman budaya yang sekaligus mencerminkan pandangan hidup, tradisi, kepercayaan dan kearifan yang memiliki peran penting mempertahankan keberlanjutan warisan lingkungan alam dan warian budaya sebagai representasi nilai-nilai jatidiri bangsa untuk generasi mendatang.
  6. UNESCO Convention for The Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage, 2003.
  7. The Hue Declaration on Cultural Tourism ang Proverty Alleviation of 2004.
  8. International Cultural Tourism Charter yang dikelurkan oleh ICOMOS 1999 dengan 6 prinsipnya yang antara lain :
  • Hubungan budaya dan pariwisata yang menimbulkan pertentangan nilai-nilai harus dikelola secara berkelanjutan untuk masa sekarang dan generasi mendatang
  • Pariwisata adalah kendaraan utama upaya konservasi dan pembelajaran terhadap warisan budaya di masyarakat lokal.
  • Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam konservasi dan pariwisata.

 

  • Kebijakan Nasional
  1. Undang-Undang Dasar 1945
  2. Pasal 32 ayat 1 : Negara memajukan kebudayaan Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya
  3. Pasal 33 ayat 2 : bumi dan air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah
  6. Instruksi Presiden RI Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata

Kebijakan Daerah dan Lokal

  1. Peraturan Daerah Kabupaten Bima nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJD) Kabupaten Bima Tahun 2006-2025
  2. Peraturan Daerah Kabupaten Bima nomor 8 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bima 2006
  3. Peraturan Daerah nomor 02 tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah tahun 2010 nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah tahun 2010 nomor 02).
  4. Peraturan Daerah nomor 03 tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah tahun 2010 nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah tahun 2010 nomor 03)

 

Prinsip Pengembangan dan Pemanfaatan

  • Aspek Konservasi

Adalah seluruh proses pemeliharaan nilai-nilai budaya, trasdisi, tempat dan peninggalan budaya untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensi kehidupan budaya dan peninggalannya. Aspek konservasi ini penting untuk diperhatikan dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya, karena hal ini akan berhubungan langsung dengan kelestarian cagar budaya tersebut. Bila dihubungkan dengan upaya pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a menjadi destinasi wisata, maka upaya-upaya konservasi harus dilaksanakan, baik itu konservasi terhadap relief-relief Situs Wadu Pa’a maupun konservasi terhadap lingkungannya.

  • Aspek Kebudayaan

Pengembangan kawasan situs Wadu Pa’a harus mengutamakan aspek sosial budaya masyarakat setempat sebagai penjaga agar masyarakat tidak mengalami degradasi moral, etika dan prilaku. Kearifan-kearifan lokal haruslah dijadikan tombak dan tameng pelindung masyarakat setempat. Situs Wadu Pa’a merupakan perpaduan antara unsur alam dan budaya yang khas dan jarang ditemukan di tempat lain, karena itu situs ini sangat berpotensi untuk menjadi identitas atau jati diri yang meningkatkan citra masyarakat yang ada di daerah ini, atau seluruh Kabupaten Bima.

  • Aspek Pendidikan

Pengembangan situs wadu paa, haruslah juga mengingat pendidikan masyarakat setempat. Situs Wadu Pa’a memiliki beragam sumberdaya alam maupun budaya, diantaranya sejarah budaya, sejarah alam dan proses geologi yang hingga kini masih berlangsung, ilmu arkeologi dengan segala aspek meodologinya (termasuk upaya-upaya pelestariannya). Dengan adanya unsur-unsur kiranya dapat dikembangkan atau diarahkan untuk tujuan pendidikan.

  • Aspek Ekonomi

Sesuai dengan paradigma baru tentang pelestarian cagar budaya, yang memiliki arah untuk kesejahteraan masyarakat, kiranya Situs Wadu Pa’a ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan pemberdayaan masyarakat yang ada di sekitaran situs. Dengan adanya kegiatan wisata dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat, serta menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  • Aspek Rekreasi (Wisata)

Kekhasan yang dimiliki Situs Wadu Pa’a, baik alam ataupun budaya membuat situs ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata.

  • Aspek Estetika

Estetika, keberadaan Situs Wadu Pa’a ini menjadi bukti estetika yang berkembang sejak masa klasik Bima dan ini dapat menjadi ilham seni bagi banyak orang. Selain itu paduan alam yang ada antara teluk Bima dengan pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya telah menghadirkan keindahan yang khas, sehingga merupakan kekayaan estetika tersendiri.

  • Strategi Pengembangan dan Pemanfaatan
Relief Stupa Dengan Catra Bersusun

Sebagai situs cagar budaya, pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a selama ini dirasa belum optimal. Perawatan terkesan hanya dilakukan seadanya tanpa melibatkan tenaga ahli yang mengawasi secara khusus. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi potensi sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi daya tarik wisata tanpa meninggalkan unsur konservasi dan pelestarian warisan budaya. Daya tarik Situs Wadu Pa’a ini adalah berupa relief-relief perpaduan antara  yang bercorak Hindu dan Budha dan merupakan peninggalan dari masa Kerajaan Majapahit. Hal yang harus dilakukan dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a adalah dengan meninggkatkan peran serta masyarakat dan tanpa melupakan unsur-unsur dalam menjaga kelstarian situs itu sendiri. Adapun strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan ini adalah sebagai berikut :

  • Pelindungan

Adalah upaya mencegah dan menanggulangi cagar budaya dari kerusakan, kehancuran dan kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran. Berkenaan dengan upaya pelindungan Situs Wadu Pa’a, beberapa program telah dijalankan yang antara lain adalah : pelaksanaan inventarisasi dan registrasi, konservasi terhadap relief-relief Situs Wadu Pa’a, pemetaan dan dengan menempatkan juru pelihara untuk melakukan pelestarian secara berkesinambungan terhadap Situs Wadu Pa’a. Selain itu pemerintah Kabupaten Bima juga melakukan upaya pelindungan dengan membuat talud untuk meminimalisasi pengaruh air hujan yang dapat merusak keberadaan relief-relief Situs Wadu Pa’a.

  • Pengembangan

Adalah peningkatan  potensi nilai, informasi dan promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian. Pengembangan situs cagar budaya Wadu Pa’a dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keaslian, dan nilai-nilai yang melekat padanya yang nantinya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya dipergunakan untuk pemeliharaan cagar budaya dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan Situs Wadu Pa’a dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat lokal baik dalam proses dan pelaksanaannya sehingga manfaat yang diterima secara berkelanjutan, perlindungan terhadap seluruh kepentingan masyarakat lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya budayanya, memberi ruang kepada masyarakat lokal menyatakan pendapat untuk menerima atau menolak pengembangan pariwisata di daerahnya, meningkatkan koordinasi dan peran aktif  lintas instansi dan stakeholder dengan perspektif kepariwisataan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, mengindentifikasi potensi daya tarik alam dan budaya yang ada di sekitar Situs Wadu Pa’a, hal ini dilaksanakan karena alam dan budaya merupakan daya tarik utama pariwisata, membuat sarana dan prasarana pendukung dalam pengembangan Situs Wadu Pa’a menjadi destinasi wisata dan menetapkan batas-batas zona, hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian Situs Wadu Pa’a sebagai cagar budaya.

  • Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Pemanfaatan cagar budaya dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun oleh perorangan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Setiap pemanfaatan cagar budaya harus didahului dengan kegiatan penelitian dan analisis dampak lingkungan serta mendapatkan izin pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peringkat cagar budaya dan/atau masyarakat hukum adat yang memiliki dan/atau menguasainya. Pemanfaatan Situs Wadu Pa’a tetap berorientasi kepada pelestarian dan tidak mengurangi nilai yang terkandung dalam cagar budaya tersebut.

Pemanfaatan Situs Cagar Budaya Wadu Pa’a bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitaran lingkungan situs, harus disesuaikan dengan zonasi dan mempertimbangkan daya dukung cagar budaya, tidak memperbolehkan pendirian bangunan baru atau fasilitas lain, kecuali taman, fasilitas pendukung, dan fasilitas pengamanan dan pemanfaatan diutamakan untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

 

  • Kesimpulan

Situs Wadu Pa’a merupakan situs yang menunjukkan bahwa pengaruh Agama Hindu dan Budha telah sampai ke daratan Sumbawa dan diharapkan dapat memberikan peluang yang besar bagi pengembangan dan pemanfaatannya, baik bagi kepentingan pemerintah maupun masyarakat luas. Situs Wadu Pa’a pada saatnya diharapkan akan mendapat sentuhan pengembangan dan pemanfaatan, karena mempunyai potensi yang penting seperti telah disebutkan di atas. Dapat dikemukan di sini, bahwa pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a menjadi penting, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai estetik sebagai karya seni, nilai-nilai simbolik yang bermakna religius, nilai-nilai ekonomis yang dapat dirancang untuk kepentingan pariwisata budaya yang berkelanjutan dan terpadu, serta nilai informatif yang memuat pesan-pesan sejarah masyarakat masa lalu. Disamping itu situs ini merupakan bukti sejarah yang dapat digunakan untuk menyusun suatu rekontruksi kehidupan yang mengandung unsur-unsur local genius yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk mencerdaskan bangsa yang multikultur dalam kesatuan Bangsa Indonesia. Dalam penegembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a menjadi suatu destinasi wisata perlu disikapi dengan cermat, supaya tidak mengorbankan kelestarian cagar budaya yang potensial ini dan tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan.

  • Rekomendasi

Mengingat Situs Wadu Pa’a adalah situs yang memiliki nilai yang sangat penting sebagai suatu bukti adanya pengaruh Agama Hindu dan Budha di Pulau Sumbawa serta didukung dengan alam yang indah serta potensi-potensi budaya masyarakat lokal, maka sebelum dilakukankannya pengembangan dan pemanfaatan situs ini perlu kiranya dibuat master plan perencanaan pengembangan dan pemanfaatannya, mengatur tentang tata guna lahan dan sumber daya lainnya yang berada di sekitar situs, membuat batas-batas zona (zonasi) yang jelas berkenaan dengan lingkungan situs, melakukan studi AMDAL untuk meminimalisasi pengaruh buruk pengembangan dan pemanfaatan situs terhadap lingkungan situs itu sendiri, melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan Situs Wadu Pa’a serta adanya regulasi-regulasi yang jelas sehingga pengembangan dan pemanfataan situs ini tidak melenceng dari tujuan pelestarian cagar budaya.