Letak dan Lingkungan
Secara administratif Dusun Banyuning termasuk dalam wilayah desa dinas Bunutan, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Desa Bunutan mewilayahi sepuluh (10) Banjar (Br.)/Dusun dinas antara lain: Banjar Bunutan, Banjar Banyuning, Banjar Kusambi, Banjar Batu Keseni, Banjar As, Banjar Lean, Banjar Bangle, Banjar Sege, Banjar Gulinten, Banjar Canggwang. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh melalui dua jalur. Pertama jalur jalan raya Amlapura-Tulamben, dan kedua melalui jalur kota Amlpura-Amed melalui jalan raya kecil menyusuri pantai utara pulau Bali. Dari ibukota kabupaten dengan jarak kurang lebih 35 km.
Pengembangan Situs sebagai Daya Tarik Wisata
Pengembangan situs kapal Jepang di Dusun Banyuning sebagai daya tarik wisata sesungguhnya tidak terlepas dari konteks yang lebih luas, yakni pengembangan pariwisata di Bali. Berdasarkn hasil-hasil penelitian tentang kepariwisataan di Bali, pengembangan pariwisata yang berbasis budaya dan berbasis masyarakat telah memboming sekitar tahun 1980-an sampai sekarang. Pengembangan pariwisata berbasis budaya dan masyarakat adalah pariwisata dengan memberdayakan dan memanfaatkan sumberdaya budaya lokal sebagai modal utama. Berbasis masyarakat oleh karena dalam proses pengembangannya melibatkan masyarakat lokal sebagai pemilik budaya itu sendiri. Pengembangan sumberdaya budaya lokal berbasis masyarakat dapat dirujuk pada pengembangan situs kapal USAT Liberty Tulamben, situs Taman Sukasada Karangasem, Candi Dasa, dll.
Pengembangan situs kapal jepang di Dusun Banyuning sebagai daya tarik pariwisata, dari segi limut waktu besar sekali kemungkinannya sejajar dengan pengembangan situs kapal USAT Liberty Tulamben. Dari segi lokasi dan geografis, situs Banyuning berada pada satu ruang wilayah geografis yakni Kabupaten Karangasem. Pengembangan situs Banyuning sebagai daya tarik wisata pada awal mulanya dirintis oleh para penggemar dunia selam melalui posting-posting pada media elektronik webb site oleh orang asing, yang akhirnya diikuti oleh inisiatif pengusaha bekerjasama dengan masyarakat lokal. Sebagai satu contoh posting yang dilakukan oleh wisatawan asing tentang situs dan kapal Jepang Banyuning seperti kutipan berikut.
“The wreck is the “other” shipwreck in north-east Bali and although it plays second fiddle to the Liberty wreck at nearby Tulamben, is an excellent dive and well worth making the fairly short journey to Amed if you are staying in the Tulamben area. The wreck is located in shallow water, just off the beach in Lipah Bay near the small village of Banyuning, which places it close to Gili Selang where the forces of the Indonesian Throughflow are at their most powerful” (http://www.scubaboard.com/forums/indonesia/385797-bali-japanese-wreck-amed.html).
Dalam kenyataannya, di sepanjang situs Amed, Jumeluk, Lepah, Bunutan, dan Banyuning, daya tarik wisata bermodalkan keindahan bawah airnya berupa terumbu karang, biota laut, dan situs Banyuning dengan Japanese Wreck-nya kepariwisataan menjadi semakin hidup dan berkembang dengan melibatkan masyarakat lokal. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya industri pariwisata seperti: villa/hotel, resort dive, dan karyawan yang dipekerjakan adalah masyarakat lokal.
Sejarah Kapal
Terkait dengan keberadaan kapal jepang (Japanese Wreck) yang saat ini masih berada di perairan pantai Banyuning, terkait dengan bagaimana riwayatnya sampai karam di perairan Dusun Banyuning, jenis kapal, fungsi kapal dan aspek-aspek lainnya terkait dengan kapal ini belum dapat diketahui secara pasti. Hal tersebut karena data-data dan sumber-sumber maupun informasi sangat minim sekali. Sehingga berkaitan dengan riwayat/sejarah keberadaan kapal tersebut belum dapat diungkapkan. Walaupun demikian, yang jelas berdasarkan atas informasi dari beberapa masyarakat lokal yang ditemui, dan berdasarkan atas informasi yang diperoleh dari sumber media elektronik website, kapal tersebut adalah kapal jepang, dengan sebutan Japanese Wreck. Dari penyebutan namanya yakni Japanese, sudah pasti kata Japanese berarti Jepang atau Negara Jepang. Sedangkan istilah Wreck merupakan istilah yang lazim digunakan oleh para penyelam untuk menyebutkan suatu kegiatan penyelaman yang dilakukan pada kapal yang tenggelam yang berada di dasar laut. Berdasarkan penyebutan namanya (Japanese Wreck) berarti mengandung pengertian penyelaman pada kapal milik Negara Jepang. Menyebut Negara Jepang, mengingatkan pada masa lalu yakni sebelum diproklamirkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Indonesia pernah dijajah oleh Negara Jepang yang berakhir pada tahun 1945. Besar kemungkinannya bahwa Japanese Wreck yang terdapat di perairan pantai Dusun Banyuning merupakan milik dari angkatan laut negara Jepang pada waktu melakukan penjajahannya atas Indonesia dari tahun 1942-1945. Selain Japanese Wreck di Banyuning, Bali, sebagai bukti bahwa Negara Jepang pernah menjajah di Indonesia adalah sebuah kapal Jepang yang tenggelam di perairan Teluk Wodong Flores, NTT. Sebagai salah satu bukti sejarah yang memiliki nilai sejarah, dan pendidikan yang tinggi patut diupayakan pelestariannya.
Situs
Situs Kapal Jepang (Japanese Wreck) sangat mudah dijangkau, karena secara vertikal berada pada lingkungan geografis sebuah teluk dan garis pantai di sisi utara pulau Bali. Secara keruangan, situs ini merupakan perpaduan antara lingkungan alam daratan dan perairan. Situs ini dengan batas-batas, secara vertikal batas utara adalah perairan dengan kedalaman 15 – 32 meter. Batas selatannya adalah garis pantai Teluk Banyuning dan wilayah pesisir kampung Banyuning. Batas timurnya adalah perairan dan garis pantai Teluk Banyning dengan daratannya, dan batas baratnya adalah perairan pantai Banyuning dan daratannya. Di bagian garis pantai di depan lokasi tenggelamnya kapal Jepang (Japanese Wreck) difungsikan sebagai ruang untuk parkir perahu para nelayan dan beberapa buah villa, bungalow, resort sebagai fasilitas kepariwisataan. Bagian selatan setelah ruang parkir perahu dan fasilitas wisata adalah pemukiman penduduk dan jalan raya penghubung dengan kota kabupaten. Situs Japanese Wreck berada pada perairan dengan kedalaman rata-rata 6 – 12 meter, dasar perairannya pasir hitam, dengan vegetasi laut soft coral.
Benda Cagar Budaya
Cagar budaya yang terdapat di perairan Teluk Banyuning, dengan uraian/pemerian sebagai berikut.
Nama : Kapal Jepang (Japanese Wreck), Bahan : baja, Ukuran : panjang 20 meter, lebar : 5 meter, dan tinggi 2,14 meter, Kedalaman : 6 – 12 meter, Visibility vertikal : 10 meter, Visibility horizontal :12 -16 meter, Kordinat UTM : haluan kapal 50 L0355897; UTM 9075173, dan buritan kapal 50 L 0356924; UTM 90751181.
Kapal ini berada di atas dasar perairan dengan posisi buritan-haluan menghadap ke arah timur-barat (menghadap ke garis pantai), dan posisi dudukan kapal miring ke kiri (dilihat dari arah utara). Secara keseluruhan, kondisi kapal sudah dalam kondisi tidak utuh lagi. Badan kapal dalam kondisi terpecah/patah menjadi empat bagian. Bagian patahan ekor (buritan) dengan kemiringan sekitar 75 derajat. Bagian lambung telah pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, dan bagian rangka (gading kapal) dengan posisi berada pada bidang datar di atas pasir. Beberapa bagian alas (dek kapal) yang tersisa dalam posisi berdiri teggak. Bagian haluan kapal telah pecah menjadi bagian-bagian kecil, sehingga agak sulit diidentifikasi. Bagian-bagian yang dapat diidentifikasi adalah bagian-bagian dari badan kapal yang berukuran besar saja. Secara keseluruhan, bagian-bagian kapal telah ditumbuhi oleh karang laut dan beberapa jenis soft koral. Kebanyakan unsur-unsur bagian kapal telah terlepas dari kesatuannya, tetapi masih berada di sekitar fragmen/reruntuhan yang lebih besar. dari Di sekitar reruntuhan kapal terutama di sebelah kiri dan kanan dasar perairan tumbuh kelompok-kelompok beberapa jenis koral lunak (soft coral) yang menambah keindahan situasi di areal dasar perairan (lihat foto di bawah).
- Kapal Jepang (Japanese Wreck) yang tenggelam di wilayah perairan pantai Dusun Banyuning, Desa Bunutan, Kecamatan Amed adalah kapal tenggelam yang berasal dari masa kolonial Jepang.
- Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, berdasarkan usia dan latar sejarahnya, situs dan kapal ini telah termasuk ke dalam kriteria Cagar Budaya yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya.
- Faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap kelestariannya adalah ancaman lingkungan alam yakni cuaca buruk, oksidasi yang tinggi, dan manusia yakni pemanfaatan dan pengembangan pariwisata oleh masyarakat. Untuk menjaga agar situs dan benda bersejarah tersebut tetap lestari, diperlukan upaya dan langkah teknis pelestariannya melalui upaya pelestarian lebih lanjut berupa pelindungan dan pemeliharaannya.
Situs dan cagar budaya kapal karam di perairan Banyuning cukup besar potensinya untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai obyek dan daya tarik wisata bawah air di samping obyek-obyek wisata lainnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan catatan, pengelolaan dan pemanfaatan situs dan benda cagar budayanya hendaknya tidak bertentangan dengan konsep pelestarian.