Studi Teknis Konservasi Pura Puseh Tambahan

0
1925

Pendahuluan

Di Pura Puseh Tambahan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku  banyak ditemukan peninggalan cagar budaya,  yang berasal dari masa klasik. Salah satu  peninggalan cagar budaya yang ditemukan di daerah ini merupakan peninggalan dari masa klasik seperti lingga. Mengingat pentingnya cagar budaya tersebut untuk itu peninggalan ini perlu dilestarikan, sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya.

Berdasarkan Tugas dan fungsi Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya adalah dengan melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya. Sehubungan dengan hal tersebut pelestarian cagar budaya yang merupakan kewajiban dan tanggungjawab pemerintah dan seluruh masyarakat. Mengingat pentingnya cagar budaya, untuk itu  perlu dipelihara sebagai upaya untuk menjaga dan merawat agar kondisi fisik cagar budaya tetap lestari, sehingga dapat meningkatkan potensi nilai, informasi, dan promosi cagar budaya.

Sesuai dengan amanat  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentan cagar budaya. Sehubungan dengan hal tersebut di Pura Puseh Tambahan perlu dilakukan Studi konservasi sehingga nantinya dapat diketahui untuk merekam data yang berkaitan dengan keterawatan cagar budaya dan kerusakannya sebagai acuan dalam menentukan upaya penanganan konservasi di masa mendatang.

Studi Konservasi Pura Puseh Tambahan dimaksudkan untuk merekam kondisi keterawatan cagar budaya, dalam upaya merencanakan langkah pelestarian dalam bentuk konservasi. Sedangkan tujuannya adalah untuk dapat mempertahankan pelestarian terhadap cagar budaya, sehingga nantinya cagar budaya tersebut bisa diwariskan kepada generasi mendatang, serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau kepentingan yang lebih luas. Kegiatan ini juga dilakukan sebagai langkah untuk menentukan kerusakan-kerusakan terhadap cagar budaya baik yang diakibatkan oleh faktor alam, unsur kimia, perbuatan manusia, binatang maupun jasad renik.

Pelaksanaan Studi Konservasi Cagar Budaya Pura Puseh Tambahan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Bali dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali wilayah kerja Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat  dan Nusa Tenggara Timur.

GAMBARAN UMUM PURA PUSEH TAMBAHAN

Pura Puseh Desa Tambahan secara administrasi belokasi di Dusun Tambahan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, dengan titik kordinat 8027.461’ S, 115022,207’ E. Dari Ibu Kota Kabupaten Bangli, pra ini berjarak kurang lebih 1 km. dari Ibu Kota Provinsi Bali Pura ini berjarak kurang lebih 40 km. Pura ini terdiri dari 3 (tiga) halaman yaitu: Halaman Dalam (Jeroan), halaman tengah (jaba tengah), dan halaman luar (jeroan). Pura Puseh Desa Tambahan memiliki beberapa tinggalan arkeologi berupa arca perwujudan, lingga, arca ganesha, dan beberapa fragmen arca, dengan batas-batas yang mengelilingi Pura Puseh Desa Tambahan yaitu: disebelah timur Pura Kentel Gumi, disebelah utara Pura Puncak Tegeh, disebelah barat Pura Masceti. Dan disebelah selatan perumahan warga.

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, tidak banyak informasi yang diperoleh dari masyarakat tentang asal-usul Pura Puseh Tambahan. Berdasarkan data tinggalan arkeologi yang diperoleh yang berada di Pura Puseh Tambahan, namun belum dapat dipastikan kapan sejatinya pura tersebut didirikan dan bagai mana asal-usulnya. Berdasarkan tinggalan arkeologi yang ditemukan di Pura Puseh Tambahan diperkirakan pura ini didirikan sekitar abad XIII-XIV Masehi atau masa Bali madya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tinggalan purbakala yang terdapat pada pura ini yaitu lingga, arca perwujudan, dan arca ganesa. Seperti arca ganesa yang ditemukan  dengan ciri berkepala gajah, berbadan manusia dengan perut buncit, bertangan empat, dan memiliki satu taring, dibelakang kepala ganesa terdapat hiasan. Dari ciri badaniah yang dimiliki, diperkirakan arca Ganesa ini tergolong ke dalam periode bali madya. Selain itu ada suatu ciri kental yang menunjukkan tokoh yang dipuja di pura ini pada masa lalu yaitu keluarga siwa, terbukti dengan ditemukannya lingga tunggal maupun berpasangan, dan arca ganesa. Mengingat belum ditemukannya sumber tertulis tentang Pura Puseh Tambahan dan hanya berpegangan terhadap data arkeologi yang ditemukan dilapangan maka dapat disimpulkan sementara pura ini berasal dari masa bali madya abad ke XIII.

HASIL STUDI KONSERVASI PURA PUSEH TAMBAHAN

Peninggalan benda cagar budaya di Pura Puseh Desa Tambahan terdiri dari: arca perwujudan 5 (lima) buah, fragmen arca 9 (sembilan) buah, fragmen bangunan 1(satu) buah, lingga 2 (dua) buah, fragmen ganesa 1 (satu) buah, arca ganesa 1 (satu) buah, dan lingga yoni 1 (satu) buah, jumlah keseluruhan arca di Pura Puseh Desa Tambahan sebanyak 20 (dua puluh) buah arca. Peninggalan cagar budaya yang tersimpan di pura ini akan kami uraikan berdasarkan bentuk jenis yang sama akan diuraikan masing-masing satu buah adapun peninggalan cagar budaya yang tersimpan di Pura tersebut adalah sebagai berikut:

Arca Perwujudan;

t 1Bahan batu padas, berdiri di atas lapik segi empat padmaganda, muka bulat telor, pada bagian kepala memakai mahkota kiritamakuta, hidung sedang, pada bagian telinga memakai anting, pada bagian leher memakai atribut kalung (badong), bagian dada menonjolkan buah dada, bibir tipis, dengan posisi tangan kanan lurus ke bawah dan tangan kiri ditekuk kedepan perut, dari pinggang sampai pergelangan kaki memakai kain hiasan garis-garis (geometris), bagian tangan memakai gelang. Bagian belakang arca menenpel pada stela. Adapun ukuran arca ini: tebal 29 cm, lebar 28 cm, dan tinggi 89 cm, kondisi arca ditumbuhi lumut lichen, aus dan pada bagian lapik patah.

Fragmen Arca;

t 2Bahan batu padas, sikap samabhaga berdiri tegak di atas lapik, bagian dada sampai kepala hilang, bagian belakang arca menempel denga stela. Memakai gelang, arca ramping. Adapun ukuran arca ini: tebal 20 cm, lebar 13 cm, dan tinggi 55 cm. kondisi arca mengalami aus dan ditumbuhi lumut lichen.

 

 

 

Arca Perwujudan, terbuat dari batu padas dengan sikap berdiri di atas lapik. Adapun ukuran arca ini : tebal 14 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 43 cm. Kondisi arca aus dan ditumbuhi lumut dan lichen.

Fragmen Bangunan, terbuat dari batu padas, Mata melotot, bibir tebal dan lebar, hidung besar, pada bagian belakang berbentuk persegi empat. Adapun ukuran fragmen ini : tebal 22 cm, lebar 16 cm, dan tinggi 20 cm, dengan kondisi aus, ditumbuhi lumut dan lichen.

Fragmen Arca, terbuat dari batu padas, sikap berdiri tegak di atas lapik. Adapun ukuran fragmen arca ini: tebal 18 cm, lebar 17 cm, dan tinggi 31 cm, dengan kondisi arca aus, ditumbuhi lumut dan lichen.

Lingga;

t 3Bahan terbuat dari batu padas, bentuknya berupa phallus. Adapun ukuran lingga ini : tebal 24 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 30 cm, dengan kondisi lingga aus dan ditumbuhi lichen.

Fragmen Arca;

t 4Bahan terbuat dari batu padas, dengan sikap berdiri tegak di atas lapik, kondisi arca sangat aus, sehingga sulit untuk diidentifikasi bentuk, sikap dan atributnya. Adapun ukuran arca ini: tebal 12 cm, lebar 12 cm, dan tinggi 32 cm.

Fragmen arca, bahan terbuat dari batu padas, dengan sikap berdiri tegak di atas lapik, kondisi arca sangat aus, sehingga sulit untuk di identifikasi bentuk, sikap dan atributnya. Adapun ukuran arca ini: tebal 16 cm, lebar 34 cm, dan tinggi 36 cm.

Fragmen arca, bahan terbuat dari batu padas, kondisi arca sangat aus, sehingga sulit untuk di identifikasi bentuk, sikap dan atributnya. Adapun ukuran arca ini: tebal 15 cm, lebar 14 cm, dan tinggi 28 cm.

Fragmen arca, bahan terbuat dari batu padas, dengan sikap berdiri tegak di atas lapik, kondisi arca sangat aus, sehingga sulit untuk di identifikasi bentuk, sikap dan atributnya. Adapun ukuran arca ini: tebal 20 cm, lebar 22 cm, dan tinggi 29 cm.

Arca Perwujudan;

t 5Bahan terbuat dari batu padas, bagian dada sampai kaki hilang, pada bagian muka mengalami aus, memakai hiasan kepala, hidung sedang, bentuk arca sederhana, dengan bentuk muka oval dan pahatan muka yang sederhana. Adapun ukuran arca ini: tebal 20 cm, lebar 38 cm, dan tinggi 57 cm, dengan kondisi arca aus dan ditumbuhi lichen.

Arca Perwujudan, bahan terbuat dari batu padas, sikap berdiri tegak diatas lapik. Adapun ukuran arca ini: tebal 15 cm, lebar 18 cm, dan tinggi 48 cm, dengan kondisi arca aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

Lingga;

t 6Bahan terbuat dari batu padas, lingga di atas lapik segi empat padma ganda, bentuknya berupa phallus,  pada bagian tengah lingga berisi hiasan Bunga yang melingkari lingga, lingga terdiri dari tiga bagian, bagian bawah brahmabhagga, bagian tengah wisnubhagga, dan bagian atas siwabhagga, dan pada bagian belakang lingga menempel dengan stela. Adapun ukuran lingga ini : tebal 20 cm, Lebar 21 cm, dan tinggi 66 cm, dengan kondisi aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

Fragmen Ganesa;

t 7Bahan terbuat dari batu padas, memiliki ukuran tebal 34 cm, lebar 39 cm, dan tinggi 31 cm. Arca ganesa duduk di atas lapik segi empat padmaganda, bagian dada sampai kepala arca hilang, gelang kaki. Kondisi arca aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

 

 

 

Arca Ganesa;

t 8Arca ganesa duduk tanpa lapik dibawahnya, terbuat dari batu padas, memakai mahkota, memakai upawita dari bahu kiri melingkar keperut sampai pinggang sebelah kanan, memakai gelang tangan, dibelakang arca terdapat stela, pada bagian kaki arca aus, mata terbuka, telinga lebar. Arca ini memiliki ukuran tebal 27 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 60 cm.

Fragmen Arca, terbuat dari batu padas, arca sudah dalam keadaan aus sehingga sulit diidentifikasi, memiliki ukuran tinggi 50 cm, lebar 21 cm, dan tebal 31 cm. kondisi arca aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

Lingga;

t 9Lingga terbuat dari batu padas, memiliki ukuran tebal 30 cm, lebar28 cm, dan tinggi 73 cm. terdiri dari tiga bagian, bagian bawah brahma bhagga, bagian tengan wisnu bhagga, dan bagian atas siwa bhagga, bagian bawah linggan silendris dan bagian atas berbentuk persegi empat memanjang. Kondisi dalam keadaan aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

Arca Perwujudan;

t 10Terbuat dari batu padas, memiliki ukuran tinggi 75 cm, lebar 33 cm, dan tebal 18 cm. bentuk arca gemuk dan sederhana, bentuk muka tidak jelas karena aus, antara dada, perut dan kaki tidak bisa dibedakan, tangan kanan melingkar menyentuh bahu kanan, tangan kiri melingkar kedepan menyentuh bahu bagian bawah tangan kanan. Bentuk muka oval, bagian belakang kepala menempel dengan stela. Kondisi  arca dalam aus, ditumbuhi lumut, dan lichen.

Fragmen Arca, terbuat dari batu padas, memiliki ukuran tinggi 28 cm, lebar 48 cm, dan tebal 29 cm. Kondisi arca ditumbuhi lumut, lichen, dan aus.

Data Keterawatan

Peninggalan cagar budaya di Pura Puseh Tambahan sejak ditemukan belum pernah mendapatkan perawatan baik secara tradisional, maupun secara moderen. Secara stuktur tinggalan benda cagar budaya di Pura Puseh Tambahan terbuat dari bahan batu padas. Adapun sifat alami batuan dasar yang dipergunakan yaitu bersifat hygroskrofis dan sangat peka akan pengaruh lingkungan terutama suhu dan iklim setempat, sebagai akibat pengaruh lingkungannya bahan dasar batu padas akan mengalami proses interaksi. Proses tersebut merupakan proses alamiah yang tidak bisa dihindari, oleh sebab itu pada dasarnya semua benda akan mengalami proses penuaan secara alamiah dan akan mengalamiproses degradasi yang nantinya mengakibatkan menurunnya rasio kualitas bahan dasar yang digunakan. Selain itu ada juga faktor-faktor yang memicu kerusakan/pelapukan yaitu baik itu faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal adalah pengaruh dari luar seperti kondisi geografis (iklim, bencana alam maupun vandalism). Sedangkan faktor internal adalah tergantung dari kualitas bahan dasar dari benda cagar budaya itu sendiri. Dari segi prosesnya kerusakan/pelapukan benda cagar budaya di Pura Puseh Tambahan , dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu kerusakan secara mekanis, fisis, khemis, dan biologis;

  1. Kerusakan secara mekanis

Bentuk dari kerusakan ini dapat diketahui dengan adanya : pecah, retak, dan patah. Kerusakan ini dapat dilihat pada arca perwujudan. Terjadinya pecahan maupun patah disebabkan adanya faktor eksternal. Dari hasil pengamatan di lapangan bahwa kondisi lingkungan secara makro yaitu suhu udara berkisar 20- 25 derajat Celsius. Dengan kelembaban udar berkisar 65-75% begitu pula proses kerusakan/pelapukan secara mekanis sekitar 5%.

  1. Kerusakan fisis

Kerusakan secara fisis terjadi karena faktor iklim setempat, baik secara makro maupun secara mikro, di samping itu tak terlepaskan oleh pengaruh suhu dan kelembaban pada siang maupun malam hari yang akan memicu terjadinya proses pelapukan secara fisis. Kerusakan ini terlihat pada hampir semua benda cagar budaya yaitu pengelupasan dengan persentase 90%.

  1. Kerusakan secara khemis

Penyebab utama pada kerusakan ini adalah faktor air, baik itu air hujan maupun adanya kapilarisasi air tanah. Walaupun benda cagar budaya itu berada ditempat yang terlindungi, air hujan akan bisa masuk melalui tiupan angin dengan membawa garam-garam terlarut setelah adanya sinar matahari maka akan terjadilah suatu proses yaitu penggaraman. Kerusakan secara khemis terlihat cukup relatif kecil yaitu sekitar 5%.

  1. Kerusakan biologis

Kerusakan/pelapikan ini terutama disebabkan oleh adanya pertumbuhan jasad-jasad renik seperti moss, algae, dan lichen. Dengan terjadinya pertumbuhan jasad-jasad renik ini, sudah tentu akan sangat mengganggu secara estetis dan akan merusak terhadap benda cagar budaya itu sendiri atau akan dapat mengurangi umur benda tersebut. Jenis kerusakan dapat dilihat pada hampir semua benda cagar budaya yang tersimpan di Pura Puseh Tambahan, yaitu lichen 30% dan algae 70%.

Rencana Penanganan Konservasi

Rencana penanganan pemeliharaan yang berupa tindakan konservasi, meliputi : prosudur, metode, tehnik, bahan, peralatan, tenaga dan biaya. Kegiatan konservasi ini dimaksudkan untuk menanggulangi segala permasalahan kerusakan maupun pelapukan yang terjadi. Kegiatan konservasi ini dilakukan dengan cara moderen.

  • Perawatan Secara Moderen

Perawatan secara moderen terbagi menjadi dua kegiatan inti, yaitu : pembersihan mekanis basah/chemis dan mekanis kering.

  1. Perawatan secara mekanis/chemis

Kegiatan pembersihan secara mekanis basah/chemis dengan mempergunakan bahan kimia yaitu AC. 322. Tujuannya untuk membersihkan adanya jasad-jasad renik yang membandel.

  1. Mekanis Kering

Pembersihan mekanis kering, pembersihan yang dimaksud adalah untuk membersihkan akumulasi debu, kotoran dalam bentuk rumah serangga dan tahi burung serta pertumbuhan mikro organisme yang mati dan mongering yang menempel pada benda cagar budaya tersebut. Adapun peralatan yang digunakan adalah berupa sapu lidi, sudip bamboo, sikat ijuk, sikat gigi, dan kuas.

  1. Konsulidasi

Tindakan ini dilakukan dengan tujuan memperkuat kontruksi batuan yang telah rapuh dengan mempergunakan Paraloid B-72 dengan konsentrasi 2%.

SIMPULAN

Dari hasil studi konservasi di Pura Puseh Tambahan sementara dapat disimpulkan sebgai berikut :

  • Peninggalan benda cagar budaya di Pura Puseh, Desa Tambahan, diperkirakan pura ini didirikan sekitar abad XIII-XIV Masehi atau masa Bali madya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tinggalan purbakala yang terdapat pada pura ini yaitu lingga, arca perwujudan, dan arca ganesa.
  • Melihat dari kondisi tinggalan cagar budaya Pura Puseh Tambahan, sangat perlu mendapatkan pemeliharaan berupa tindakan konservasi.
  • Untuk langkah pelestariannya diharapkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bangli terutama instansi terkait yang menangani masalah cagar budaya agar benar-benar dapat memperhatikan memahami dan melestarikan peninggalan cagar budaya tersebut sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.