Temuan Menarik di Pura Puseh Kangin Carangsari, Badung

0
1676

Hal yang menarik bahwa di Pura Puseh Kangin Desa Carangsari terdapat tinggalan arkeologi berupa nekara batu dengan fragmen arca yang duduk bersila di atasnya. Seperti yang telah diketahui bahwa nekara merupakan peninggalan dari jaman prasejarah tepatnya pada jaman perundagian dimana pada masa tersebut teknologi telah berkembang pesat terbukti dengan ditemukannya berbagai peralatan yang terbuat dari logam dalam bentuk yang sederhana.

Nekara pada umumnya sampai saat ini terbuat dari bahan tembaga ataupun perunggu seperti nekara yang ditemukan di Pura Penataran Sasih Desa Pejeng Gianyar, berbentuk seperti dandang dengan kuping serta hiasan kedok muka. Pada jaman dahulu nekara difungsikan sebagai gendering perang atau sebagai sarana upacara yang dapat mendatangkan hujan (Sutaba, 1980: 23-24).

Berbeda halnya dengan benda yang terdapat di Pura Puseh Kangin Desa Carangsari. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar, Nekara di Pura Puseh Kangin Carangsari diliahat dari prototipe dan karakteristik tinggalannya kemungkinan besar tinggalan ini bukan berasal dari jaman prasejarah, akan tetapi berasal dari jaman sejarah peradaban Hindu-Budha di Bali. Terbukti dengan adanya fragmen kaki arca dengan nekara sebagai lapiknya, kemungkinan nekara tersebut berasal dari kronologi abad 13-15 Masehi. Kemungkinan pada saat pembuatan tinggalan tersebut tradisi megalitik masih berkembang dengan baik sehingga dibuatkan arca perwujudan dengan nekara sebagai lapiknya.

Tinggalan menarik lainnya yang ditemukan di Pura Puseh kangin Desa Carangsari adalah Lingga Tri Murti atau Tri Mukha Lingga. Pada umumnya lingga yang banyak ditemukan di bali adalah Lingga Bajralepa, Lingga Sempurna ataupun Lingga semu. Fungsi serta landasan filosofis dari lingga-lingga tersebut hampir sama yaitu sebagai sarana pemujaan kepada Dewa Siwa. Meskipun tinggalan lingga sangat dominan di Bali, namun temuan berupa Tri Mukha Lingga sangat jarang di temukan di Bali. Sampai saat ini baru ditemukan beberapa buah saja yaitu Mukhalingga di Pura Pegending, Banjar Intaran dan di Pura Penataran Panglan di desa Pejeng Gianyar. Tidak demikian halnya dengan lingga yang terdapat di Pura Puseh Kangin Desa Carangsari ini, karena relief yang terdapat pada lingga ini secara keseluruhan memang tidak terlihat adanya atribut-atribut kedewataan, namun dari penggambarannya arca pengapit dengan tiga kepala diduga  arca Dewa Brahma dengan satu kepala tidak terlihat. Dengan demikian dapat kiranya dikatakan bahwa lingga tersebut merupakan lingga Trimurti yang tidak hanya berfungsi sebagai pemujaan terhadap Dewa Siwa tetapi juga merupakan pemujaan terhadap Dewa Trimurti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Sesuai dengan temuan lingga, temuan lain berupa Arca Ganesa melengkapi temuan lingga. Di berbagai situs cagar budaya seringkali di temukan lingga yang didampingi temuan lain berupa Arca Ganesa, landasan filosofinya menyatakan bahwa Ganesa merupakan putra Dewa Siwa yang melambangkan kesuburan. Arca-arca Ganesa tersebut tidak diikuti dengan atribut kedewaan seperti halnya arca perwujudan lainnya. Arca ini sangat sederhana dengan bentukan-bentukan dasar yang menonjol tetapi tidak mencolok. berdasrkan karakternya dapat dikatakan bahwa arca tersebut berasal dari abad ke-13 samapai 15 Masehi

Sama halnya dengan tinggalan lainnya berupa arca perwujudan serta fragmen-fragmen arca perwujudan yang meskipun dalam kondisi yang sudah rusak ataupun berupa potongan-potongan kecil saja masih dapat memperlihatkan karakter arca yang berasal dari abad 13 sampai dengan 15 masehi.  Yang mengejutkan adalah di Pura ini juga terdapat fragmen bangunan dengan kemuncak serta balok-balok pondasi dasar yang berukuran besar. Dilihat dari ukuran fragmen bbangunan tersebut kemungkinan bangunan yang ditemukan disana berukuran besar tetapi dengan pola hias serta atribut bangunan yang lebih sederhana yang berasal dari abad ke 13-15 Masehi.

Sesuai dengan latar belakang sejarahnya bahwa daerah ini merupakan daerah jajahan Kerajaan Majapahit dengan patihnya Arya Sentong yang ditugaskan untuk memimpin di daerah ini maka sudah merupakan kepastian bahwa di Pura ini terdapat Jaya Stambha yang merupakan simbol kemenangan atas penaklukan suatu wilayah ataupun daerah.

Keseluruhan tinggalan yang ada di Pura Puseh Kangin Desa Carangsari merupakan tinggalan yang berasal dari jaman Megalitikum hingga periode Hindu-Budha yang masih di fungsikan hingga sekarang oleh masyarakat pendukungnya yang merupakan keturunan dari pendiri awal situs tersebut. Sehingga situs tersebut merupakan Pura yang menjadi situs yang bersifat Living Monument.