Gerabah Di Borobudur
Gerabah dalam berbagai bentuknya telah digunakan secara umum di masyarakat Jawa Kuno seperti terlihat di berbagai relief Candi Borobudur. Gerabah dapat berfungsi dalam konteks religious maupun profan, bahkan relief candi ini tidak hanya menggambarkan jenis-jenis gerabah di masa lalu, tetapi juga teknik pembuatan gerabah, bagaimana tanah liat diangkut, hingga proses pembakarannya.
Teknik yang digambarkan di Relief Candi Borobudur adalah teknik tatap-landas. Interpretasi relief ini didukung oleh temuan gerabah melalui ekskavasi arkeologis Proyek Pemugaran Candi Borobudur. 10 periuk utuh ditemukan pada lereng Bukit Borobudur sebelah barat daya, dimana 5 buah diekskavasi pada tahun 1973 oleh mahasiswa arkeologi Universitas Indonesia dan 5 lainnya pada tahun 1974 oleh arkeolog Proyek Pemugaran Candi Borobudur. temuan lain yakni pecahan gerabah sebanyak 14.000 fragmen di area yang sama pada saat dilakukan ekskavasi penyelamatan pada tahun 1974 pada saat melakukan persiapan bengkel kerja proyek.
Temuan gerabah ini dapat diidentifikasi menjadi 9 jenis, yaitu: periuk, cangkir, mangkok, tempayan, bajan, kendi, tutup wadah, dan lampu minyak. Dari berbagai temuan tersebut, hanya sekitar 5 persen yang mempunyai motif hias, yang dapat dikelompokkan dalam 3 kategori menurut teknik pembuatannya: tekan, gores, dan upam.
Satu pengamatan menarik dari relief Candi Borobudur adalah pembagian kerja berdasarkan gender, dimana tenaga laki-laki bertugas mengangkut lempung, sedangkan para perempuan membentuk dan mendesain gerabah. Pembagian tugas dan teknik pembuatan gerabah seperti yang dijabarkan dalam relief masih dapat dijumpai hari ini. Tepatnya di Desa Nglipoh yang terletak sekitar 3 km dari Candi Borobudur, dimana mayoritas warganya merupakan pembuat gerabah dengan tradisi yang sudah diturunkan dari generasi ke generasi.
Dari penelitan etnografi Prof. Mundardjito dari Universitas Indonesia, pembuatan gerabah di Desa Nglipoh mengunakan 2 teknik yaitu teknik gosok dan teknik polosan. kedua teknik ini ternyata digunakan untuk membedakan cara warga dalam mengangkut gerabahnya. Gerabah dengan teknik gosok digendong di belakang dengan selendang, dengan selendangnya dilingkarkan di badan gerabah. Sementara itu, untuk gerabah dengan teknik polosan, selendang diikatkan di bagian leher cekung.