Bagi masyarakat Sunda, Jawa, Madura dan Bali kesenian barong atau yang biasa disebut barongan sudah bukan hal yang aneh lagi. Masing-masing daerah memiliki nama dan sejarah sendiri untuk kesenian ini. Salah satu kesenian barong yang terkenal di Bali adalah Barong Ket.
Barong merupakan salah satu tari bebali yang diduga peninggalan kebudayaan Pra-Hindu. Kata barong diduga berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu bharwang atau beruang. Di dalam kehidupan masyarakat Bali binatang beruang tidak pernah dijumpai sehingga sosok tersebut hanya sebagai makhluk mitologi yang dianggap memiliki kekuatan ghaib dan sebagai pelindung.
Jika dilihat dari tapel atau kedok Barong Ket yang ada di Bali, ada suatu perpaduan antara kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Bali Kuna khususnya yang bercorak Buddha. Tapel semacam itu banyak pula terdapat di negara penganut Buddha seperti Jepang dan Cina. Diduga kesenian Barong Ket merupakan ciri khas Hindu Bali dan terbentuk dari adanya akulturasi budaya Cina yang masuk ke Indonesia. Di India meskipun termasuk negara dengan pemeluk umat Hindu terbesar di dunia namun tidak terdapat Barong Ket dalam tradisi keagamaannya.
Tari Barong Ket yang juga biasa disebut sebagai tari Banaspati Raja (raja hutan) adalah kombinasi dari singa, macan atau sapi. Binatang-binatang tersebut dianggap mempunyai keangkeran atau kekuatan supranatural. Konsep barong di Bali sebagai raja seperti Barong Singa atau Reog pada masyarakat Jawa, hanya saja terdapat sedikit perbedaan. Apabila Barong Singa di Jawa dianggap sebagai pihak yang salah, di Bali Barong dianggap sebagai lambang kebaikan.
Ada cerita lain mengenai Barong Ket yang berasal dari sebuah mitologi Hindu. Saat itu Bathara Ciwa marah karena digoda oleh raksasa Rahu saat sedang bertapa kemudian Kala Kirthimuka keluar dari matanya yang ketiga untuk membinasakan Rahu. Kirthimuka adalah makhluk yang tak pernah puas dan selalu dalam keadaan lapar. Sebelum Ciwa menyuruh Kirtimukha menjalankan tugasnya, Rahu memohon maaf atas kesalahannya. Akan tetapi Kirtimukha sudah terlanjur keluar dan akhirnya ia harus memakan dirinya sendiri sampai sisa mukanya saja. Untuk menghormati hal tersebut, maka Kirthimuka diangkat sebagai pelindung pada tiap-tiap gerbang candi Ciwa.
Hingga kini Barong dianggap pelindung oleh masyarakat Bali dan kesenian Barong Ket banyak dipentaskan saat upacara keagamaan maupun sebagai sajian hiburan wisatawan di Bali. (Sulistiani)
Sumber:
Sedyawati, Edi., Yulianti Parani. 1995. Ensiklopedi Tari Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Tugas Akhir Sarjana Sastra Jurusan Sastra Cina Universitas Bina Nusantara tahun 2014/2015, Perbandingan Tari Barongsai Tionghoa Jakarta dengan Tari Barong Ket Bali, Audry, dkk