Jakarta – Bertepatan dengan pelaksanaan Pekan Kebudayaan Nasional, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Badan Pusat Statistik resmi meluncurkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK), yang pertama kali di dunia. Indek Pembangunan Kebudayaan ini merupakan instrumen baru untuk mengukur capaian kinerja pembangunan kebudayaan di setiap provinsi di Indonesia.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappens, Subandi Sardjoko, mengataan IPK akan menjadi indikator Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 – 2024 dan disusun dengan mengacu pada konsep Culture Development Indicators (CDIs) UNESCO.
“Untuk konteks Indonesia, pembangunan kebudayaan memiliki ruang lingkup yang cukup luas. IPK bukan untuk membandingkan kebudayaan suatu daerah, justru IPK akan menunjukkan variable mana yang akan didukung,” ujarnya saat Peluncuran Indeks Pembangunan Kebudayaan di Panggung Nusantara, Istora Senayan Jakarta (10/10/2019).
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan, IPK mampu menjadi cerminan bangsa. Arah dan strategi pembangunan nasional yang tepat, berdasarkan instrumen IPK, justru akan membuat Indonesia lebih Bahagia.
“RPJMN akan menumbuhkan kebudayaan secara tepat. Semua ini belum lengkap kalau belum ada alat ukurnya. Dan Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang memiliki IPK,” terangnya.
Seperti diketahui, dari hasil IPK tahun 2018, DIY Yogyakarta berada di urutan pertama dengan nilai indeks 73,29. Disusul oleh dua provinsi lainnya yakni Bali (65,39) dan Jawa Tengah (60,05). Sementara itu, dua posisi terbawa ditempatkan oleh Papua, Maluku Utara.
Adapun terdapat 31 indikator penyusunan indeks yang dirangkum dalam 7 dimensi pengukuran yakni Ekonomi Budaya, Pendidikan, Ketahanan Sosial, Warisan Budaya, Ekspresi Budaya, Budaya Literasi dan Gender. Metodologi dan sumber daya dikembangkan untuk menghitung angka IPK secara nasional dan 34 provinsi di Indonesia.