Pabrik Gula Tasikmadu
Nguuuuuuuung………………….. Dengung bunyi sirine tiba-tiba terdengar. Panjang dan membahana, memecah keheningan udara di Desa Ngijo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Jarum jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul dua siang. Kelompok-kelompok pekerja berjalan bergegas. Susul-menyusul memasuki Pabrik Gula (PG) Tasikmadu yang dari arah desa tampak dikelilingi dinding tinggi bercat putih. Mirip benteng.
“Sirine panjang itu tanda agar para pekerja sif siang segera masuk pabrik,” jelas Purnomo dari Bagian Tanaman di PG Tasikmadu. “Nanti setengah jam dari sekarang, jam setengah tiga, akan ada sirine panjang lagi. Itu tanda supaya pekerja sif pagi keluar pabrik.”
Selama 30 menit waktu transisi, para pekerja sif pagi menyampaikan perkembangan dan kondisi terakhir dalam proses penggilingan tebu, kepada penggantinya dari sif siang. “Supaya transisi pekerjaan berjalan mulus dan proses produksi tidak terhenti,” lanjut Purnomo.
PG Tasikmadu beroperasi 24 jam sehari tanpa jeda, sepanjang musim giling tebu yang setiap tahun biasanya berlangsung mulai Mei hingga Oktober. Dalam sehari, proses penggilingan tebu dan produksi gula ditangani bergantian oleh pekerja lewat tiga sif. Karyawan sif pagi bertugas mulai pukul enam pagi. Sif siang mulai pukul dua siang. Sedangkan pekerja sif malam memulai tugas pukul 10 malam.
Lokasi penyerahan, penimbangan, dan penilaian kualitas tebu sebelum proses penggilingan di pabrik gula Tasikmadu.
“Kapasitas giling PG Tasikmadu pada saat ini adalah 31.500 kuintal (3.150 ton) per hari. Proses tersebut bisa menghasilkan 2.000-an kuintal atau 200 ton gula per hari. Tapi itu masih di bawah target kami yang inginnya bisa mencapai kisaran 2.500 kuintal atau 250 ton per hari,” jelas Eka Christina dari Bagian Administrasi, Keuangan, dan Umum di PG Tasikmadu.
PG Tasikmadu adalah satu dari sejumlah pabrik gula yang didirikan pada masa kolonial Hindia Belanda dan masih bertahan hingga hari ini. Sekarang, PG Tasikmadu berada dalam pengelolaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX.
Pada zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, gula merupakan primadona industri di Pulau Jawa. Tercatat, pada tahun 1925, terdapat 202 pabrik gula yang beroperasi dengan gilang-gemilang di Jawa. Kapasitas ekspor pada zaman itu menempatkan Pulau Jawa sebagai produsen gula nomor dua terbesar di dunia. hanya di bawah Kuba. Dua negeri itu, bersama Kerajaan Jerman, menghasilkan lebih dari sepertiga produksi gula dunia.
PG Tasikmadu adalah bagian dari sisa-sisa kejayaan tersebut. Didirikan pada 1871 oleh junjungan Praja Mangkunegaran saat itu yakni K.G.P.A.A. Mangkunegara IV (1811-1881), Tasikmadu sebenarnya adalah pabrik gula kedua di wilayah kekuasaan Praja Mangkunegaran. Pabrik gula pertama yang didirikan di sana adalah Colomadu pada 1861. Seperti halnya Tasikmadu, PG Colomadu juga didirikan atas kehendak Mangkunegara IV.
Pada masa itu, di Pulau Jawa tengah berlangsung cultuurstelsel (1830-1870) yang dipaksakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Bangsa Indonesia kelak mengenangnya sebagai era tanam paksa. Perkebunan-perkebunan besar dikelola oleh penguasa kolonial. Tidak sembarang pengusaha, apalagi petani, boleh mendirikan perkebunan dan pabrik. Namun, mengingat statusnya sebagai raja setempat, Mangkunegara IV diperbolehkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membangun pabrik gula. Tak pelak lagi, Mangkunegara IV menjadi satu-satunya orang Jawa yang memiliki pabrik gula di zaman itu.
“Pabrik iki openono, sanajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinaryo papan pangupo jiwone kawulo dasih (Pabrik ini peliharalah, meski tidak membuat kaya, tetapi menghidupi, memberikan perlindungan, sebagai jiwa rakyat),” ucap Mangkunegara IV saat mendirikan PG Tasikmadu.
Keberadaan Pabrik Gula Colomadi dan Pabrik Gula Tasikmadu menjadi salah satu faktor yang merangsang tumbuhnya wilayah-wilayah lain, terutama daerah penghasil panen dan wilayah pesisir dimana hasil bumi dikirim ke pasar dunia. Terutama dengan dibangunnya jalur rel kereta Api. Pada saat Pabrik Gula Colomadu (1861) dan Pabrik Gula Tasikmadu (1871) didirikan hasil panen tebu dibawa ke Colomadu maupun Tasikmadu dengan pedati yang ditarik sapi, kerbau, atau kuda. Dengan cara itu terdapat keterbatasan dalam hal jarak tempuh dan kecepatan.
Kini, suikerfabriek alias PG Colomadu di sebelah barat Kota Surakarta tidak lagi beroperasi. Warisan budaya Mangkunegara IV dalam industri gula yang aktif tinggal PG Tasikmadu.
Sumber : Serial tulisan dalam buklet “Jalur Gula Kembang Peradaban Kota Lama Semarang” karya Reymond Sumayku