Pengelola Museum Mengikuti Ceramah Ilmiah Tentang Management Risk

  • Post author:
  • Post category:Berita

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663
KAJIAN OBSERVASI PENILAIAN RESIKO BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN KOLEKSI
KAJIAN OBSERVASI PENILAIAN RESIKO BANGUNAN CAGAR BUDAYA DAN KOLEKSI

Risk Management for Museums ; in the coservation of collection and cultural heritage.

Itulah tema ceramah ilmiah yang digelar oleh Museum Nasional pada hari Jumat, 12 Juni 2015, untuk menyosialisasi pentingnya mengantisipasi risiko yang mungkin bisa dialami oleh benda cagar budaya dan koleksi museum-museum di Indonesia. Museum Nasional mengundang dua narasumber, yaitu Jose Luiz Pedersoli Jr. (Cultural Heritage Conservator) dari Brazil dan Ferideh Fekrsanati (Nationaal Museum van Wereldculturen) dari Belanda. Ceramah ini diikuti oleh pengelola museum negeri dan museum swasta di Indonesia.

            Menurut Jose, koleksi museum terancam oleh berbagai gangguan, antara lain kebakaran, gempa bumi, sampai gangguan jamur dan kontaminasi polusi. International Organization for Standardization telah menyusun ISO 31000 sebagai standar manajemen risiko. Dalam standar itu ada tahapan yang perlu dipahami: mengenali konteks, mengidentifikasi jenis risiko, menganalisis, mengevaluasi, dan menangani risiko.

            Farideh memaparkan berbagai risiko yang disebabkan oleh gangguan fisik (guncangan, getaran, tekanan, dan gesekan). Obyek bisa rusak, berubah bentuk, pecah, tergores, atau bolong. Risiko juga bisa disebabkan dari berbagai faktor lainnya, antara lain dari pencurian dan pengrusakan, kebakaran (dari gedung, kerusakan alat-alat kecil, tingkah laku yang tidak aman, dan api), air (banjir, kebocoran, prosedur pembersihan, naiknya air tanah, hujan es), hama (ngengat, kotoran burung, rayap, dll), polusi, gas, carian (keringat yang mengandung asam), minyak, sinar (dari matahari dan lampu), suhu, kelembaban, dan bahkan kekeliruan yang disebabkan oleh salah penempatan atau salah label.

Melihat beberapa risiko bisa disebabkan dari pengunjung itu sendiri, Farideh berpendapat museum juga harus menentukan apa yang menjadi prioritas; apakah pengunjung boleh dekat dengan koleksi atau tidak dan bagaimana cara museum mengedukasi pengunjung mengenai apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

            “Tidak semua museum menghadapi konteks yang sama, sehingga masing-masing harus memahami apa yang mungkin dihadapi dan koleksi apa yang dimiliki,” jelas Jose. Yang paling harus diperhatikan dimulai dari lingkar terkecil hingga lingkar terluar, yaitu lingkup pengemasan koleksi, wadah penyimpanan, ruang koleksi, gedung, lokasi, dan wilayah. Setelah mengetahui risiko pada masing-masing lingkupnya, konservator harus tahu koleksi mana yang menjadi prioritas.

Jose mengingatkan untuk selalu mendata perkiraan beban kerugian apabila museum terkena musibah. Masing-masing gangguan/bencana memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Museum wajib membandingkan semua risiko, mempertimbangkan, dan mengevaluasi berdasarkan budget yang ada. “Konsultasikan segala risiko juga pada pakar-pakarnya,” kata Jose./Nuii