You are currently viewing Pertarungan Gatotkaca dan Antasena Dalam Panggung Ekspresionis
Lukisan Pertempuran Gatotkaca dan Antasena

Pertarungan Gatotkaca dan Antasena Dalam Panggung Ekspresionis

Sebagai sosok yang dilahirkan dari keluarga yang terhitung masih keluarga keraton, Basoeki Abdullah tidak melupakan asal-usul dan tradisinya, salah satunya wayang. Bahkan wayang lantas memberikan keberkahan tersendiri dalam perjalanan hidupnya. 

Lukisan dengan tema ­­­­­­mitologi “Pertarungan Gatotkaca dan Antasena” pernah dibuat Basoeki Abdullah pada tahun 1933, yang dipamerkan dalam Jaarbeurs di Bandung dan mendapat banyak perhatian. Kini tema tersebut dilukis lagi dengan lebih baik. Dari segi gerakan pewarnaan lukisan ini tampak ekspresionis. Lukisan ini bertemakan cerita wayang Jawa, karena dalam kisah Mahabharata dan Ramayana dari India tidak dikenal adanya tokoh Antareja. Dalam pewayangan Jawa disebutkan bahwa Bima mempunyai 3 orang anak, yaitu Gatotkaca yang dapat terbang dan menjaga kerajaan Amarta (kerajaan para Pandawa) dari angkasa, Antareja penguasa tanah, tokoh ini dapat masuk ke dalam bumi, menjaga Amarta dari bawah tanah, dan Antasena anak Bima yang mampu hidup di dalam air, ia menjaga Indraprastha.

Dalam lukisan digambarkan kedua anak Bima itu sedang bertarung mengadu kesaktiannya. Basoeki Abdullah sangat mungkin terilhami cerita wayang lakon Sembrada Larung. Secara ringkas cerita tersebut sebagai berikut: Dikisahkan bahwa pada suatu waktu Dewi Sembrada (istri Arjuna) sedang sendirian di istana Madukara. Maka datanglah Burisrawa (salah seorang Kurawa) yang sangat mencintai Dewi Sembrada, ia lalu mengancam Dewi Sembrada untuk melayaninya, tentu saja Dewi Sembrada menolak. Akhirnya Dewi Sembrada ditusuk keris oleh Burisrawa hingga meninggal.

Ketika Arjuna datang ke istana Madukara, ia mendapati istrinya telah meninggal, seluruh istana geger, bahkan seluruh kerajaan Indraprastha. Para Pandawa mencari-cari siapa pembunuh Dewi Sembrada, namun tidak dapat diketahui. Maka dipanggilah Kresna sang penasehat para Pandawa. Menurut Kresna jenazah Dewi Sembrada sebaiknya dimasukkan ke dalam perahu dan dihanyutkan di Sungai Gangga (dilarung). Lalu Gatotkaca harus terbang di angkasa untuk mengawasinya, siapapun manusianya yang mendekati perahu berisikan jenazah Dewi Sembrada, maka dialah pembunuh sang dewi.

Dalam pada itu Bima pernah menikah juga dengan putri Naga yang bernama Nagagini, dari perkawinan tersebut lahirlah seorang ksatria sakti yang bernama Antareja, ia mampu hidup di dalam air dan di berbagai perairan. Waktu itu Antareja sedang mengembara di Sungai Gangga mendekati Indraprastha untuk mencari ayahandanya. Sambil menyelam ia mendekati perahu yang hanyut berisi jenazah Dewi Sembrada. Ia terkejut melihat isi perahu, ia merasa kasihan melihat seorang putri yang telah meninggal, maka dengan kesaktiannya Dewi Sembrada pun berhasil dihidupkan kembali.

Sementara itu di angkasa Gatotkaca sedang terbang, ia melihat seorang ksatria berkulit hijau dan bersisik mendekati perahu Dewi Sembrada. Tanpa berpikir panjang ia segera menerjang Antareja karena Gatotkaca menduga Antareja lah pembunuh Dewi Sembrada. Adegan pertarungan antara Gatotkaca dan Antareja itulah yang kemudian divisualisasikan oleh Basoeki Abdullah dalam lukisannya.

Pada akhirnya datanglah para Pandawa dan Sri Kresna, melerai pertarungan antara Gatotkaca dan Antareja. Setelah menjelaskan semua persoalan, maka dapat diketahui bahwa pembunuh Dewi Sembrada ialah Burisrawa, Antareja adalah penolong Dewi Sembrada, ia anak Bima, adik dari Gatotkaca. Antareja diterima sebagai keluarga besar Pandawa. Burisrawa dikejar-kejar oleh para Pandawa untuk mendapat hukuman.

Gaya lukisan Basoeki Abdullah ini adalah realisme, yakni pelukis berusaha untuk melukis secara nyata, berdasarkan pengalaman batinnya. Tokoh yang dilukis pada lukisan ini adalah sosok wayang orang. Pelukisan dua tokoh wayang tersebut sudah sesuai dengan karakter masing-masing. Anatomi tubuh, tonjolan otot dan gerakan tangan diekspresikan dengan jelas, mereka berduel saling mencari kelemahan lawan. Warna putih yang mengesankan air, dilukis secara ekspresif dengan gerakan ke atas, sedangkan warna merah dengan aksen oranye dan kuning menunjukkan sedang marah. Warna-warna ini digunakan pada tokoh Gatotkaca. Sedangkan Antasena yang lebih sering berdiam di laut dilukis dengan warna ke biru-biruan. Pelukis juga menguasai percampuran warna, warna-warna diolah secara cermat, sehingga menghasilkan warna-warna yang matang. Lukisan ini cenderung menampilkan gaya-gaya realis-ekspresif.

Penempatan objek dan penerapan warna juga didasarkan pada pertimbangan komposisi. Demikian pula dalam masalah pembagian ruang dan bidang, serta efek gelap terang. Dapat dikatakan pelukis sangat menguasai teknik pencahayaan. Hal ini dapat diamati pula pantulan cahaya optis pada objek keseimbangan dalam menempatkan objek dalam bidang lukis bersifat simetris, dengan posisi objek atas bawah, suatu pertunjukkan dari tokoh-tokoh imajiner, yang sudah melegenda di tanah Jawa. Menurut para ahli, wayang adalah ensiklopedia orang Jawa, karena pada cerita wayang terkandung suri tauladan yang bisa dijadikan pelajaran bagi manusia.

*Dikembangkan dari Buku Lukisan Basoeki Abdullah: Tema Dongeng, Legenda, Mitos dan Tokoh.