Jayadipuran Culture & Art (3rd day)

0
557
jayadipuran

BPNB DIY, Oktober 2020 – Hari ketiga gelaran “Jayadipuran Culture & Art (JCA)” petang nanti, akan menampilkan dua buah sajian pertunjukan. Penampil pertama adalah Sanggar “Move Art Dance”. Sanggar ini adalah sanggar tari yang berdiri pada tanggal 01 bulan Januari tahun 2018. Sanggar  ini beralamatkan di Dusun Jambon, RT.55/RW.19, Donomulyo, Nanggulan, Kulon Progo, DI.Yogyakarta.  Dengan bekerjasama dan dikelola oleh pemuda-pemuda di dusun Jambon yang berprestasi dalam bidang seni tari, maka sanggar “Move Art Dance”  ingin mencetak generasi seniman tari klasik khususnya dan tari kreasi pada umumnya. Berbagai macam materi tari diberikan kepada anak didik secara bertahap mulai dari gerak dasar tari baik olah raga, wirama, wirasa . Pemberian materi kepada anak tidak semata untuk terampil berolah seni, namun lebih untuk membentuk sikap, perilaku, dan budi pekerti luhur sesuai budaya Indonesia.

Sanggar “Move Art Dance” akan membawakan karya berjudul “Wira Pawestri” yang berarti prajurit putri. Karya Tari ini menggambarkan prajurit Putri yang mempunyai jiwa ksatria. Karya tari ini terisnpirasi dari kesenian rakyat Panjidur yang berada di Kabupaten Kulonprogo. Gerak energik yang di bawakan oleh penari dengan menggunakan senapan dan gerak baris menjadi ciri khas dari garapan karya tari ini.

Penari:
Rani Nofiana; Nur Diani Harjiyati, A.P.; Susilawati, S.Pd.; Fadhila Dhini Hemawati; Kiswi Nur’aini; Asita Dwi Najwa; Venti Rahmadani; Suhari Ratmoko, S.Pd.; Dwi Prastya, S.Pd.; Sidiq Riyanto; Erlinda Vita R; Ahmad Jibrail.

 

 


 

 

Penampil kedua malam nanti adalah “Adi Mataya”. Didirikan pada tanggal 2 November 2016. Sebagai sebuah komunitas dengan visi pelopor pelestari dan pengembangan seni tari Jawa yang inovatif, maka Adi Mataya menjalankan misi yang termanifestasi melalui beberapa bentuk aktivitas seni baik latihan, loma, pementasan maupun pengkaryaan karya seni tari. Aktivitas kesenian tari klasik Jawa dan kreasi baru dipusatkan  di Panembahan PB II/271 Kraton Yogyakarta.

“Adi Mataya” akan membawakan karya tari “Beksan Lawung Jajar”. Beksan ini merupakan tari yang menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Beksan Lawung Jajar diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) yang terinspirasi perlombaan watangan. Watangan adalah latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu. Dalam watangan, yang juga dikenal dengan sebutan Seton karena dimainkan tiap hari Sabtu, seorang prajurit akan berkuda sambil membawa tombak berujung tumpul yang disebut lawung. Lawung tersebut kemudian digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan. Perlombaan ini dahulu diadakan di Alun-Alun Utara dengan diiringi gamelan Kiai Guntur Laut yang memainkan Gendhing Monggang. Beksan Lawung Jajar menggambarkan suasana berlatih perang dan adu ketangkasan dalam bermain tombak, sama seperti suasana pada saat watangan berlangsung. Gerakan-gerakannya mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan. Lawung Jajar adalah karya: Sri Sultan HB 1, dikemas kembali oleh: KRT. Mangkuwinoto.

Penari:
Yestriyono Piliyanto; Muflikh Auditama; Anom Hartoyo Juta WK; Anggoro Budiman; Hermawan Sinung Nugroho; Dwi Purwanto