KEPEMIMPINAN UWA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL KOMUNITAS TOLOTANG DI AMPARITA KAB. SIDRAP PROPINSI SULAWESI SELATAN

0
4103

KEPEMIMPINAN UWA DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

KOMUNITAS TOLOTANG DI AMPARITA

KAB. SIDRAP PROPINSI SULAWESI SELATAN

Hj. Hasmah

Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar, Kemendikbud

 

 

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kepemimpinan Uwa dalam kehidupan sosial komunitas Tolotang di Amparita Kab. Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif untuk menganalisis budaya sosial yang relevan bagi kepemimpinan. Data kualitatif dalam bentuk informasi dan keterangan-keterangan yang diperoleh selama wawancara, pengamatan, pengamatan berperan serta dan pengalaman diproses dengan tahapan-tahapan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa  kepemimpinan karismatik  Uwa mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap pengikutnya mereka merasakan bahwa keyakinan uwa adalah benar, mereka menerima Uwa tanpa mempertanyakannya lagi. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Uwa selaku pemimpin komunitas Tolotang cenderung bergaya partisipatif. Dalam stuktur kepemimpinan Uwa pada komunitas Tolotang terbentuk stratum-stratum, dimana setiap stratum mempunyai peranan dan fungsi masing-masing. Kepemimipinan Uwa pada komunitas Tolotang bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial karena ditemukan faktor lain adalah kepemimpinan formal.

Kata kunci : kepemimpinan, kehidupan  sosial.

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

Salah satu unsur penentu maju mundurnya pembangunan di daerah dan pembangunan nasional pada umumnya adalah terwujudnya aparatur Negara di daerah yang merupakan pimpinan formal yang berfungsi melayani masyarakat, professional berdaya guna dan bertanggung jawab dalam mengembangkan kualitas manusia Indonesia. Disamping itu diharapkan berperannya pemimpin informal yakni pemimpin keagamaan atau organisasi yang ada di pedesaan atau diperkotaan.

Suatu kenyataan  kehidupan masyarakat bahwa pemimpin informal terutama dalam rangka pelaksanan otonomi daerah memainkan peranan penting dan sangat menentukan usaha pencapaian tujuan yang telah disepakati atau diyakini keberadaannya.Kepemimpinan informal yang lazimnya muncul secara insidentil dalam kelompok pada situasi tertentu. Oleh karena itu kepemimipan semacam ini biasa oleh kelompok  benar-benar dirasakan memberikan sumbangan yang berharga bagi kelompok tersebut sehingga anggota kelompok tersebut mau mengikuti dan mentaati pemimpinnya.

Pandangan tipe kepemimpinan dalam tiga kategori (tradisional, rasional dan karismatik) berasal dari Max Weber (2001-35) yang mengatakan bahwa hanya terdapat tiga jenis kepemimpinan yang murni yang didasarkan pada :

  1. Dasar Tradisional ialah kepemimpinan yang bersumber pada kepercyaan yang telah mapan terhadap kesucian tradisi kuno dan kedudukan yang sah dari mereka yang berhak melaksanakan fungsi kepemimpinan berdasarkan kewenangan menurut tradisi yang berlaku.Menurut pandangan Pawennnari Hijjang (2006-2) Yang dimaksud dengan tradisi adalah suatu sistem koordinasi yang bersifat wajib dan dinyatakan sah, dipercaya atas dasar kesucian dari tatanan sosial serta selau tedapat semacam kekuatan pengawasan yang dijalankan seperti yang telah terjadi seperti pada masa-masa yang lampau. Orang yang menjalankan fungsi kepemimpinan ditetapakan sesuai dengan aturan yang bersumber pada tradisi. Ketaatan kepada seorang pemimpin didasarkan pada kewenangan pribadinya yang ia dapat karena kedudukannya berdasarkan tradisi. Kelompok pendukung kepemimpinan tradisional menunjukkan interaksi atau antara hubungan warganya berdasarkan kesetiaan pribadi yang dibudayakan melalui proses pendidikan umum. Orang  yang menjalankan fungsi atasan melainkan sebagai majikan pribadi. Ketaatan tidak ditunjukkan pada peraturan yang berlaku, tetapi kepada orang-orang yang melaksanakan peran kepemimpinan berdasarkan tradisi atau seseorang yang terpilih untuk menduduki fungsi kepemimipnan berdasarkan tradisi.
  2. Dasar Rasional merupakan tipe kepemimpinan yang perannnya didasarkan pada pola-pola peraturan yang sah dan bersifat mengikat dan hak dari meraka yang di orbitkan menjadi pemimpin berdasarkan peraturan yang sah untuk menjadikan pemimpinnya agar sah juga. Dengan memperhatikan pandangan Max Weber tentang kepemimipnan rasional yang dasarnya adalah aturan- aturan yang dipergunakan dalam hubungan antar warga, antar warga dengan pemimpinnya, kewenangan memimpin, dan keharusan untuk tunduk dan patuh atas kepemimpinannya itu.
  3. Dasar Karismatik adalah tipe kepemimpinan yang bersumber kepada karisma dari seorang. Istilah karisma yang dipergunakan adalah suatu kualitas tertentu dari seseorang yang karena itu ia dikecualikan dari orang-orang biasa dan diperlakukan sebagai orang yang memiliki kekuatan atau sifat-sifat yang supranatural atau setidak-tidaknya sifat yang sangat khusus. Sifat-sifat tersebut merupakan perkecualian yang ia terima karean anugerah Tuhan atau sebagai teladan, dan atas dasar tersebut ia diperlakukan sebagai seorang pemimpin. Adair (2001-12). Karena itu pemimpin karismatik bersumber pada kepercayaan pribadi tertahap seseorang yang mempunyai kualifikasi tersebut. Kepemimpinan karismatik perannnya tidak didasarkan  atas pengakuan dari para pengikutnya, akan tetapi atas rasa terpanggil oleh kewajiban yang dibebankan diatas pundaknya sebagai karunia dari Tuhan yang harus ia terima dengan yakin. Sedangkan sifat-sifat yang khusus,masyarakat  pengikutnya menjadi taat dan patuh dengan penuh semangat. Pemimpin karisma lazimnya lahir pada saat-saat yang kritis yang memerlukan pemecahan masalah yang cepat dan drastis. Bentuk lahirian proses kepemimpinannya sering dianggap otoriter karenannya, walaupun dapat saja ia seorang yang berjiwa demokratis. Hal tersebut hanya merupakan akibat saja dari situasi yang dihadapinya.

Komunitas Tolotang  pada awalnya hanya menempati kelurahan Amparita, namun untuk saat sekarang ini di samping Amparita juga terdapat pada kelurahan Toddang Pulu, kelurahan Aratang dan desa Baula yang merupakan kelurahan dari hasil pemekaran ke;urahan Amparita.

Berdasarkan uraian tersebut maka lahir permasalahan yang menarik untuk dikaji yaitu : “Bagaimana karasteristik (sifat) kepemimpinan Uwa dalam kehidupan sosial komunitas Tolatang?”

 

TINJAUAN PUSTAKA

Kepemimpinan

Kepemimpinan  mempunyai arti yang berbeda-beda pada orang-orang yang berbeda. Menurut Ali  M farid (2004:40) bahwa

…kepemimpinan adalah pengendali, pengarah, pembimbing dan penentu corak human relation – didasarkan pada landasan-landasan etika sehingga keteraturan dalam kepemimipinan adalah tepat jika dirumuskan dalam ke-etika-an kepemimpinan. Pemimpin yang beretika adalah pemimpin yang tahu membedakan mana yang baik, benar dan mana yang salah dan buruk…

 

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukanya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman, ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.

Teori Kepemimpinan

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di antara berbagai teori mengenai lahirnya pemimpin, paling tidak, ada tiga di antaranya yang menonjol yaitu sebagai berikut :

  1. Teori Genetik

Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan “leaders are born and not made“. bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin. Dalam keadaan bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia menjadi pemimpin.

  1. Teori Sosial

Jika teori genetis mengatakan bahwa “leaders are born and not made”, make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu : “Leaders are made and not born“. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

  1. Teori Ekologis

Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori sosial. Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang memang telah dimilikinya itu.

Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori kepemimpinan. Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

 

Hubungan Sosial

Sistem hubungan sosial dapat terjadi karena kesatuan hidup setempat. Berbeda dengan kelompok kekerabatan, maka kesatuan hidup selalu menempati wilayah tertentu secara bersama-sama dan terikat oleh perasaan bangga dan cinta kepada wilayahnya.

Sebagai suatu kesatuan manusia merupakan suatu komunitas tertentu juga mempunyai  perasaan kesatuan yang  tentunya berbeda untuk semua kelompok.  Rasa kesatuan ini mengandung unsur rasa kepribadian kelompok, artinya perasaan tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan kelompok lain. Komunitas merupakan kelompok dimana orang yang berada didalamnya masih bisa saling kenal mengenal dan bergaul dengan frekuensi tatap muka dan berinteraksi cukup tinggi. Karena interaksi dan tatap muka yang dilakukan oleh mereka sangat tinggi, maka hampir semua mengetahui perkembangan kelompok dan informasi hampir merata untuk setiap anggota kelompok. Sistem hubungan sosial dapat pula terjadi karena adanya hubungan famili sebagai akibat dari perkawinan. Hal ini dapat berwujud dalam suatu rumah tangga bahakan dapat terjadi antar suatu tempat dengan tempat lain.

Setiap individu yang hidup dalam suatu masyarakat secara biologis dapat menyebut kerabat atau famili bagi setiap orang yang mempunyai hubungan darah, baik karena ibu maupun karena ayahnya kalau dipandang dari sudut hubungan darah tentu jumlah kerabat dan dan seorang individu itu amat banyak, bahkan dalam kenyataannya tidak ada orang yang dapat mengetahui semua orang secara biologis kaum kerabatnya, melainkan orang hanya mengetahui, bergaul, mengadakan hubungan sosial hanya sebagian kecil saja dari kaum kerabat biolois itu.

 

METODE

Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif untuk menganalisis budaya sosial yang relevan bagi kepemimpinan.Sugiono (2007/2008) penelitian naturalistik dilakukan pada kondisi ilmiah.  Data kualitatif dalam bentuk informasi dan keterangan-keterangan  yang diperoleh selama wawancara, pengamatan, pengamatan berperan serta dan pengalaman diproses dengan tahapan-tahapan berikut. Tahapan pertama adalah mengelompokkan atau kategorisasi data berupa keterangan–keterangan yang direkam dan diserap di lapangan diklasifikasikan menurut urutan konsep sesuai dengan masalah yang dicantumkan dalam penelitian. Tahapan kedua dilakukan interpretasi dan pemahaman makna kepemimpinan Uwa terhadap kehidupan sosial budaya komunitas Tolotang.

 

PEMBAHASAN

Karasteristik (sifat) kepemimpinan Uwa dalam kehidupan sosial komunitas Tolotang diAmparita;

  1. Kepemimpinan Karismatik Uwatta

Kepemimpinan karismatik  Uwa dalam komunitas Tolotang hubungannya dengan sejumlah dalil yang dapat diuji yang menyangkut proses-proses yang dapat diobservasi bukannya atas dasar cerita rakyat atau mistik. Hal tersebut didasarkan atas kenyataan yang dapat terjadi pada para pengikut Towani To lotang. Dapat diidentifikasikan bagaimana Uwa selaku pemimpin karismatik berprilaku, bagaimana mereka  berbeda dengan orang lain, serta dalam kondisi yang bagaimana mereka  memperoleh banyak kemungkinan untuk berkembang.  Dimasukkan ciri-ciri perilaku, pengaruh serta kondisi situasional Uwa sebagai seorang pemimpin.

Kepemimpinan karismatik  Uwa mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap pengikutnya mereka merasakan bahwa keyakinan uwa adalah benar, mereka menerima Uwa tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada Uwa dengan senag hati, mereka merasa sayang terhadap pemimpin mereka, mereka terlibat secara emosional dan misi kelomopk atau komunitas tersebut.

Kepemimpinan  Uwa akan lebih besar kemungkinannya untuk di lihat sebagai karismatik bila ia membuat pengorbanan-pengorbanan bagi diri sendiri dan mengambil resiko pribadi untuk mencapai misti komunitas.

Beberapa karakteristik Uwa yang menjadi ciri khas  sebagai pemimpin karismatik dalam kominitas Tolotang adalah mempunyai wawasan yang luas, mempunyai visi masa depan yang jelas, mampu menjalankan komunitas dengan baik.

Para pengikit lebih besar kemungkinannya akan mengatribusikan karisma kepada  Uwa yang menggunakan kekuatan personal dan permintaan persuasive untuk memperoleh komitmen terhadap suatu visi yang baru daripada kepada para Uwa menggunanakan  kewenangan atau sebuah proses pengambilan keputusan. Kepemimpinan karismatik Uwa  mampu untuk secara mendalam  mempengaruhi para pengikut dan memotivasi mereka untuk mengorbankan kepentingan mereka sendiri  demi kepentingan komunitas.  Kepemimpinan karismatik Uwa berpusat kepada pengikut daripada berpusat kepada pemimpin. Tangggapan karismatik Uwa oleh kebanyakan pengikutnya disebabkan karena proses pengaruh sosial dianatara para pengikut itu sendiri daripada karena dampak langsung pemimpin tersebut terhadap masing-masing pengikut secara individual.  Hal tersebut berfokus pada penularan sosial sebagai proses antar  pribadi utama   untuk menjelaskan reaksi-reaksi karismatik terhadap kepemimpinan Uwa. Bilamana seorang Uwa pergi atau meninggal, sebuah krisis suksesi kemungkinan akan timbul sukar untuk menemukan pengganti yang cocok bagi seorang pemimpin yang luar biasa. (Syamsul Bahri,dkk 2012:102)

  1. Pengambilan Keputusan Uwa

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa dalam pengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan komunitas Tolotang, Uwa sangat mengutamatakan sistem musyawarah.  Hal in dapat dicermati dalam beberapa kasus yang terjadi di lingkungan komunitas Tolotang. Sesuai dengan hasil wawancara menunjukkan bahwa beberapa informan yang mempunyai msalah, apakah itu masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah keyakinan maupun masalah lainnya seperti masalah sengketa tanah sering dimintakan saran dari Uwa.

Demikian pula diperkuat fakta bahwa sebagian besar dari informan mengenal Uwa, dengan sumber pertama kali mengenal Uwa bervariasi. Ada yang pertama kali mengenal Uwa dari orang tuanya, kerabat dekat, bahkan dari Uwa sendiri.

Salah satu informan mengatakan bahwa:

…hubungan Uwa dengan komunitas Tolotang  ibarat hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Jika anak-anaknya mengalami atau mengalami masalah, maka Uwatta selaku orang tua terlebih dahulu mencarikan jalan keluarnya…

 

            Keputusan adalah mekanisme organisasional dengan bentuk usaha untuk mencapai suatu tujuan yang tertentu. Dengan kata lain merupakan respon organisasional terhadap suatu masalah. Setiap keputusan merupakan hasil dari proses dinamik yang dipengaruhi  oleh berbagai kekuatan.  Hal yang sama terjadi pada Uwa sebagai pucuk pengambilan keputusan dalam komunitas Tolotang.

Pada dasarnya sebelum mengambil suatu keputusan Uwa sebagai pemimpin komunitas Tolotang masih mempercayai sampai dewasa ini tentang hari-hari baik dan buruk.( Arfah 1991:54).

Tiap hari dinilai mengandung kualitas tersendiri, maka semua urusan dan pekerjaan, demikian pula peristiwa yang terjadi pada diri, desa dan masyarakat senantiasa dihubungkan dengan hari kejadian tersebut. Oleh karena itu tiap hari berpengaruh  terhadap hasil pekerjaan tidak semata-mata ditentukan oleh karya dan kemampuan orang-orang. Dengan demikian semua urusan dan pekerjaan yang akan dilaksanakan selalu kembali menghitung-hitung hari yang tepat dan sesuai dengan urusan atau pekerjaan yang akan dilakukan. Tiap pekerjaan berhubungan dengan sifat suatu hari terutama yang berhubungan dengan kesejahteraan kehidupan manusiaoleh karena itu, pemilihan hari selalu berhati-hati dan selalu meminta bantuan seorang ahli kutika  untuk menentukan hari yang baik untuk pekerjaan itu.

Selain hari terdapat juga  terdapat anggapan tentang adanya bulan yang baik dan bulan yang buruk. Dimana seseorang tidak boleh melakukan pekerjaan tertentu dalam bulan tersebut. Seperti yang lazim disebut  uleng  taccipi. Bulan ini harus dihindari dalam melangsungkan perkawinan, membangun rumah dan mengadakan perjalanan yang jauh.  Uleng taccipi  di sebut karena berada diantara dua hari raya yaitu hari raya idhul fitri dan hari raya idhul adha. Bulan yang pantang jatuh pada bulan zulqaidah. Beberapa informan menjelaskan bahwa nampak dalam komunitas  Tolotang pada bulan tertentu tinggi sekali frekuensi upacara pernikahan dan di lain pihak pada bulan atau hari-hari tertentu serentak diberbagai tempat membangun rumah atau mengadakan pernikahan.

Dewasa ini terhadap waktu hari baik dan hari buruk oleh anggota masyarakat, terutama  masyarakat pedesaan yang masih tetap dipegang teguh, meskipun dalam kenyataannya hanya berlaku pada bidang kehidupan yang menentukan arah kehidupan, seperti memulai turun sawah, perkawinan, atau mengadakan upacara-upacara adat atau sebagainya.

Setiap pengambilan keputusan tetap berpegang pada palsafah orang tua. Sebelum mengambil keputusan seorang Uwa berusaha mencari solusi potensial untuk masalah itu mesti ditelaah serta akibat dari masing-masing alternatif juga mesti dikaji ulang. Hasil kajian Uwa pada lontara kemudian mengembangkan alternatif- alternatif yang ada dalam lontara dan pesan-pesan leluhur yang dianggap baik.

Setiap alternatif yang telah dikembangkan mesti di evaluasi dan dibandingkan. Dalam setiap situasi pengambilan keputusan, tujuan pengambilan keputusan adalah memlih alternatif yang memungkinkan untuk memperoleh hasil yang menguntungkan dan sedikit mungkin yang tidak memungkinkan, dalam memilih dari sejumlah alternatif  Uwa  sebagai pengambil keputusan mesti dituntun oleh sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengambilan keputusan dengan kondisi  yang memiliki  resiko adalah situasi yang paling sering ditemui. Sebagai contoh adalah menetapkan waktu turun kesawah untuk bercocok tanam padi berdasarkan perkiraan kondisi cuaca. Pada konsidi seperti ini, Uwa mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam proses evaluasi sejumlah alternatif.  Metode Uwa terbukti bermanfaat dalam proses analisa dan peringkat dari alternatif yang ada.

Maksud memilih alternatif adalah untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Hal inilah yang penting. Berarti keputusan Uwa bukanlah suatu hasil tetapi hanya sarana yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan. Saat Uwa memilih alternatif sendiri bukanlah suatu tindakan yang terpisah jika memang merupakan sutu tindakan yang , maka seluruh faktor yang  berhubungan dengan sebuah keputusan mesti dipisahkan juga. Hal yang terpenting pengambilan keputusan bukanlah sekedar proses memilih saja tetapi merupak proses yang dinamis. Disini Uwa kemudian menetapkan suatu pilihan dari alternatif yang ada yang dinggap sebagai alternatif yang terbaik.

Contoh kasus yang dapat diambil dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin komunitas Tolotang  adalah :

  1. Apabila musim menanam padi tiba maka sebelum melakukan penggarapan disawah terlebih dahulu diadakan pertemuan guna membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana kegiatan tersebut. Dalam memutuskan dan memilih berbagai alternatif yang digunakan, maka Uwa sebagai pemimpin tetap berpedoman kepada lontara, terutama yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. Misalnya, mulai turun kesawah pada bulan tertentu untuk menghindari musim kering. Karena berdasarkan pengalaman mereka bahwa hal tersebut selau terjadi dalam siklus waktu yang sama setiap tahun. Adanya pantangan mulai turun ke sawah pada hari-hari tertentu, kapan jadwal menabur benih, dan kapan mulai menanam padi dan lain-lain, yang apabila dianggap mendatangkan berbagai masalah seperti tanaman padi akan diserang hama dan penyakit, tanaman padi akan mengalami kekeringan dan sebagainya. Karena lontara itu merupakan rangkuman dari pengalama-pengalaman nenek moyang mereka dari berbagai bidang kehidupan.
  2. Apabila ada dari komunitas Tolotang dalam sengketa tanah, maka mereka biasanya menyerahkan pada Uwa guna mencarikan jalan keluar yang terbaik dalam permasalahn tersebut. Hasil dari keputuisan yang diberikan Uwatta itulah biasanya menjadi keputusan final dari permasalahan yang ada.
  3. Stuktur Kepemimpinan Uwa

Seorang Uwa dalam komunitas Tolotang di Amparita adalah orang yang mempunyai wibawa maupun kekuasan, sehingga ia diikuti oleh warga masyarakatnya. Dalam stuktur kepemimpinan Uwa pada komunitas To lotang terbentuk stratum-stratum, dimana setiap stratum mempunyai peranan dan fungsi masing-masing.

Stratum pertama dalam komunitas Tolotang biasa dibahasakan Lapis Pertama¸  terdapat para tetua/sesepuh komunitas. Dari sesepuh inilah yang kemudian dipilih dengan melalui sidang adat bersama-sama dengan seluruh unsur komunitas untuk menjadi pucuk kepemimpinan yang disebut Uwa. Dalam pengertian bahasa, Uwa berarti Uwa kita bersama.  Adapun tugas utamanya ialah menjadi pemimpin masyarakat dalam wilayah komunitasnya.

Tugas utama lainnya para sesepuh ini adalah merembukkan segala hal yang menyangkut persoalan-persoalan kehidupan dalam komunitas. Berdasarkan hasil urung rembuk inilah, kemudian Uwa sebagai pemimpin komunitas menetapkan suatu keputusan.

Sedikitnya ada tiga tugas utama dari Uwa, yaitu:

  1. Membawahi hukum komunitas Tolotang
  2. Merencanakan serangkaian kegiatan adat
  3. Membuat/menetapkan suatu keputusan

 

Syarat-syarat yang harus dimiliki Uwa antara lain:

  1. Status dalam adat mempunyai kedudukan yang tinggi dalam artian merupakan keturunan dari Uwa terdahulu
  2. Mempunyai keberanian dalam bertindak, jujur, adil, bijaksana dan berwibawa
  3. Dipilih berdasarkan keputusan sidang adat

Sedangkan untuk stratum kedua yang biasa di sebut Lapis Kedua dijabat oleh para keturunan dari lapis pertama. Itupun berdasarkan hasil keputusan bersama dengan elemen-elemen yang ada dalam komunitas Tolotang. Lapis kedua ini membawahi kelompok-kelompok dalam komunitas yang disebut Gembala . Setiap  anak gembala dalam setiap kelompok bisa saja pindah kepada gembala yang lain yang dirasakan cocok atau sesuai. Biasanya hal ini disesuaikan dengan keberhasilan atau kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan. Namun dalam menjalankan tugasnya, lapis kedua harus mendapat penunjukan dari lapis pertama. Hasil dari kegiatan  yang telah dilakukan oleh lapis kedua, harus segera dilaporkan  kepada lapis pertama. Demikian pula sebaliknya jika ada informasi dari Uwatta ataupun dari pemerintah formil, maka yang bertugas mensosialisasikan kepada komunitas adalah lapis kedua.

  1. Gaya Kepemimpinan Uwa

Uwatta  selaku pemimpin tertinggi mereka, memberikan kesempatan kepada anggota kelompok komunitas Tolotang untuk menyampaikan perasaannya, ide atau pendapat, bahkan mereka diberi kebebasan  untuk mendiskusikan masalah yang muncul dalam kelompok sehingga solusi yang didapatkan merupakan hasil pemikiran dari anggota yang dirumuskan secara bersama-sama. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan kommunitas Tolotang adalah gaya partisipatif.

Salah satu informan mengatakan bahwa:

… dalam mengambil keputusan atau menetapkan suatu keputusan pada komunitas Tolotang, Uwatta selalu menerapkan azas musyawarah untuk mencapai suatu mufakat. Dan dalam merealisasikan suatu keputusan bersama yang menyangkut keberadaan dan penembangan komunitas Tolotang, Uwatta selalu terlibat secara aktif didalamnya. Bahkan dalam setiap pertemuan, Uwatta selalu memaparkan keberhasilan –keberhasilan yang telah dicapai berdasarkan pengalaman-pengalaman bilamana menuruti tuntunan-tuntunan , baik yang sifatnya langsung dari Uwatta maupun dari dalam lontara..

 

  1. Karakteristik Komunitas Tolotang

Karakter komunitas  Tolotang sama dengan karakter masyarakat Bugis pada umumnya. Budaya siri’ menjadi pegangan dalam menjalankan kehidupan mereka. Konsepsi siri’ telah sejak dulu dikenal serta dihayati di kalangan masyarakat Bugis. Siri’  tidak lain dari inti kekayaan Bugis-Makassar, yang mendinamisasi serta menjadi kekuatan pendorong dalam menjalankan setiap aktifitas kehidupan.

Sistem nilai budaya berkaitan dengan konsepsi-konsepsi, gagasan-gagasan, ide-ide yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga serta penting dalam kehidupan mereka. Sistem nilai budaya dimaksud lazim berfungsi sebagai pedoman tertinggi, yang member arah dan orientasi bagi kehidupan para warga masyrakat.

Kebiasaan dan aturan di Indonesia dikodifikasikan sebagai adat. Adat To lotang  adalah bagian dari tradisi kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan – masyarakat Bugis. Adat ini menyatakan prinsip-prinsip kebudayaan yang menerangkan posisi seseorang dalam masyarakat dan alam. Inti  adat di Pulau Sulawesi adalah kepercayaan bahwa hidup dibumi ini dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan gaib. Seorang manusia terdiri dari batin (diri didalam, dunia pengalaman yang dirasakan manusia) dan lahir (dari luar, lingkaran kehidupan manusia yang terwujudkan dalam perilaku dan bisa diamati). Dua alam ini harus selalu berhubungan dari lahir seseorang harus berada pada keadaan seimbang dengan alam raya, dengan masyrakat sekitar dan dengan diri batinnya seseorang. Diri lahir manusia harus dibatasi dan halus.

Orang yang kehilangan kesabaran atau mengganggu kehidupan masyarakat adalah orang yang kasar dan kelakuan mereka mengundang datangnya hukum gaib. Orang harus mampu menguasai perasaan dan menjaga kelakuannya. Agar terhindar dari kekuatan alam dan spiritual yang jahat, untuk melindungi hidup dari gangguan-gangguan eksternal dan untuk memelihara penampilan lahir supaya tetap halus dan santun bahkan pada jaman yang penuh gejolak hubungan antar pribadi diatur oleh tata karma, yakni tata kelakuan publik yang diritualkan dengan hebat.

Hal terpenting dalam tata karma Bugis dan Tolotang adalah kepercayaan bahwa orang harus bertindak sesuai dengan posisi mereka (hormat), kepentingan serta perasaan-perasaan pribadi (pamrih)  harus dikendalikan dan hirarki serta ketentraman masyarakat harus selau dipelihara (rukun).

 

PENUTUP

Pada dasarnya sifat kepemimpinan yang telah diterapkan oleh Uwa selaku pemimpin komunitas Tolotang mempunyai pengaruh yang amat kuat dalam kehidupan sosial.  Kepemimpinan karismatik  Uwa mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap pengikutnya mereka merasakan bahwa keyakinan uwa adalah benar, mereka menerima Uwa tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada Uwa dengan senag hati, mereka merasa sayang terhadap pemimpin mereka, mereka terlibat secara emosional dan misi kelomopk atau komunitas tersebut.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Uwa selaku pemimpin komunitas Tolotang cenderung bergaya partisipatif, yaitu Uwa sangat mengutamatakan sistem musyawarah yang juga memiliki pengaruh yang amat kuat terhadap kehidupan sosial Tolotang.

Seorang Uwa dalam komunitas Tolotang adalah orang yang mempunyai wibawa maupun kekuasan, sehingga ia diikuti oleh warga masyarakatnya. Dalam stuktur kepemimpinan Uwatta pada komunitas Tolotang terbentuk stratum-stratum, dimana setiap stratum mempunyai peranan dan fungsi masing-masing.

Kepemimipinan Uwa pada komunitas Tolotang bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial karena ditemukan faktor lain adalah kepemimpinan formal. Walaupun pengaruh keduanya hampir imbang, namun persentase pengaruh  kepemimpinan Uwa terhadap komunitas To lotang masih lebih besar dibandingkan dengan kepemimpinan formal.

 

DAFTAR PUSTAKA

Adair, John. 2001. Bukan Boss Tetapi Pemimpin. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Ali, M. Faried. 2004. Filsafat Administrasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Arfah, Muhammad, dan Faisal 1991. Nilai-Nilai Luhur Budaya Spiritual Masyarakat Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidengreng Rappang. Hasil Penelitian. Ujung Pandang: Pemerintah Daerah Tingkat 1 Propinsi Sulawesi Selatan

Bennis, W. And Burt, N. 1995. Strategi Menjadi Pemimpin Efektif. Dalapratasa. Jakarta

Hamdat, Supriadi  dan Safriadi. 2007. Kearifan Lokal pada Towani Tolotang di Amparita Kabupaten Sidrap. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan. Editor. Akhma, M. Andi dan Syarifuddin. Makassar Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Sulawesi, Maluku dan Papua Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI bekerjasama dengan Masagena Press.

Hijjang, Pawennari. 2006. Pasang Ri Kajang, Membangun Desa Hutan Berwawasan Lingkungan dan Kepemimpinan Tradisional dalam Komunitas Ammatoa di Bulukumba. Makalah. (tidak diterbitkan) dibacakan dalam Lokakarya Menggali Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan PPLH Regional Sumapapua – KLH  RI, Makassar 10 Agustus 2006.

Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang. 2012. Profil Kelurahan  Amparita. 2012. Amparita Sidenreng Rappang.

Sugiono.2007/2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Syamsul Bahri dkk. 2012. Kepercayaan dan Upacara Tradisional Komunitas Adat di Sulawesi Selatan (Kajian Komunitas Tolotang dan Komunitas Adat Kajang. La Macca. Makassar.

Weber, M. 2001. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Pustaka Prometha Surabaya.