Jakarta— Diskusi pada Konferensi Nasional Sejarah dilanjutkan hingga siang hari ini (8/11) di Hotel Grand Sahid Jakarta. Pembahasan makalah dilanjutkan oleh Drs. Agus Santoso, M.Hum selaku Direktur Pelayanan dan Pemanfaatan Arsip Nasional. Beliau menyatakan bahwa perahu menjadi salah satu sarana transportasi penting yang menunjang mata pencaharian masyarakat nusantara khususnya masyarakat pesisir. Pembuatan perahu tersebut kemudian berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan wilayah masing-masing.
Dalam prinsipnya ada perbedaan mendasar antara orang pribumi dengan orang asing dalam pembuatan perahu. Orang-orang pribumi mempercayai bahwa dalam proses kelautan, baik dalam pembuatan perahu, pemakaian perahu dan melakukan pelayaran banyak dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan spiritual yang dipengaruhi oleh adat-istiadat setempat. Oleh sebab itu, masyarakat pribumi acap kali melakukan berbagai prosesi upacara. Di sisi lain, orang asing membuat perahu didasarkan hanya untuk kegunaan saja tanpa melihat sisi lain dari perahu tersebut.
Catatan mengenai proses upacara atau ritual tersebut tidak pernah tercatatkan secara rinci dalam arsip manapun. Hal ini dapat dilihat dalam inventaris arsip Ambon yang di tulis pada tahun 1845 mengenai kapal Perahu Sero. Arsip tersebut hanya menjelaskan mengenai proses pembuatan Perahu Sero.
“Sehingga dapat kita simpulkan bahwa yang tercatat di dalam arsip ialah hal-hal yang nyata, yang langsung tertangkap oleh mata, seperti misalnya jenis kayu yang akan dipergunakan, ukuran perahu maupun panjangnya, dan kegunaan perahu itu sendiri. Hal-hal yang bersifat kosmologis mengenai upacara pembuatan perahu, tata upacara yang dilaksanakan, adat istiadat yang diberlakukan, maupun upacara pelepasan perahu tidak pernah didokumentasikan dalam arsip. Hal ini dikarenakan minimnya catatan tertulis dari para pembuat perahu tersebut. Pada masa itu tradisi pembuatan perahu dan berbagai jenis prosesi dalam pembuatan perahu tersebut hanya disampaikan melalui tradisi lisan,” tutup Agus Santoso.