Sidang Komisi 2 Sesi 1, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (10/10)

0
634

Acara Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 pada tanggal 10 Oktober 2013 ini terdapat acara Sidang Komisi yang waktu nya paralel di lima ruang yang terbagi atas 3 ruang sidang di Hotel Ambarrukmo dan 2 ruang sidang di Hotel New Saphir Yogyakarta.

Acara sidang komisi 2 pada sesi 1 dilaksanakan di Hotel New Saphir Yogyakarta dengan Topik Kebijakan Budaya yang dimoderatori oleh Totok Pribadi.

Paparan pertama dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Hendri Gunawan dengan judul Dari “Tradisi” ke “Atraksi Budaya”, Potret Budaya Komunitas Tionghoa-Manado.

Warga komunitas Tionghoa di Manado atau sehari-hari dikenal dengan sebutan “Cina-Manado” adalah salah satu kelompok komunitas yang hidup bersama dengan warga kelompok komunitas etnis lainnya semenjak Manado tumbuh-kembang menjadi salah satu bandar di masa VOC.

Warga Tionghoa-peranakan sebagian besar memiliki darah Tionghoa dari garis ayah dan darah pribumi dari ibunya; hal ini terjadi terutama pada generasi kedua dari para perantau yang semula datang bersama istri mereka. Menjelang abad ke-19, masyarakat itu kemudian berdiri sendiri dalam arti bahwa kaum peranakan itu kawin sesama mereka, dan hal ini mungkin terjadi karena jumlah lelaki dan perempuan hampir sama besarnya.

Pada sisi lain, kita juga menemukan, bahwa lancarnya proses ‘pe-Manado-an’ juga dilakukan banyak warga keturunan Tionghoa dengan menyandang nama keluarga dari pihak ibu. Bagi warga Tionghoa di Manado, ini tidak hanya memberikan kemudahan dalam proses administrasi kependudukan, tetapi juga mempertegas identitas mereka sebagai orang Manado.

Warga keturunan Tionghoa di Manado telah berbaur sedemikian lekat dengan warga lokal, sehingga tidak lagi mengidentifikasi diri sebagai orang Tionghoa, tetapi menjadi orang Manado. Namun, pada pihak yang sama, mereka juga tidak melupakan tradisi dan tetap menjalankannya. Bahkan, pada masa Orde Baru, era dimana tradisi warga keturunan begitu dikekang. Maka, tak salah rasanya apa yang ditulis oleh Anggraeni (2008: 127) bahwa etnis Tionghoa di Manado membaur lebih jauh dengan masyarakat lokal daripada tempat-tempat lain di Indonesia.

Paparan kedua dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Burhanuddin Arafah dengan judul Warisan Budaya, Pelestarian dan Pemanfaatannya.

Beragam wujud warisan budaya memberi kita kesempatan untuk mempelajari nilai kearifan budaya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi di masa lalu. Hanya saja nilai kearifan budaya tersebut seringkali diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Akibatnya adalah banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, terlantar, terabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable), bukan pelestarian yang hanya mode atau kepentingan sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat).

Tujuan akhir dari pelestarian Cagar Budaya (Warisan Budaya), adalah pemanfaatannya. Secara teoritik dengan berdasarkan aturan perundangan, seperti telah diatur dalam UU No.11, Tahun 2010, maka Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan antara lain:

  1. Ilmu pengetahuan: yaitu pemanfaatan seluas-luasnya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu arkeologi ataupun lembaga arkeologi dan purbakala, antropologi, sejarah, arsitektur, dan ilmu-ilmu lainnya yang ada hubungannya dengan cagar budaya.
  2. Agama: yaitu pemanfaatan Cagar Budaya untuk kepentingan keagamaan, misalnya Cagar Budaya yang masih digunakan oleh masyarakat pendukungnya untuk kepentingan keagamaan, tidak boleh dibatasi fungsi-fungsi tersebut, yang penting tetap menjaga kelestarian, keselamatan dan kebersihannya.
  3. Kreativitas seni: yaitu Cagar Budaya dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi bagi para seniman, sastrawan, penulis dan fotografer untuk dapat memanfaatkan obyek Cagar Budaya sebagai obyek yang dapat membangkitkan kreativitas dalam berkarya.
  4. Pendidikan: yaitu Cagar Budaya mempunyai peranan penting dalam pendidikan bagi pelajar dan generasi muda, terutama dalam upaya menanamkan rasa bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah air.
  5. Rekreasi dan pariwisata: yaitu pemanfaatan Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya untuk kepentingan sebagai obyek wisata yang dikenal dengan wisata budaya.
  6. Representasi simbolik:  yaitu Cagar Budaya ataupun Kawasan Cagar Buadaya kadang-kadang dimanfaatkan sebagai gambaran secara simbolis bagi kehidupan manusia.
  7. Alat legitimasi sosial: banyak pejabat dan orang-orang yang berduit, setelah mendapatkan kedudukan atau kekayaan.
  8. Solidaritas sosial dan integrasi:  yaitu Cagar Budaya dapat dijadikan sebagai alat untuk membina solidaritas sosial dan integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat.
  9. Ekonomi: yaitu Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata budaya yang akan mendatangkan keuntungan terutama bagi masyarakat di sekitar obyek.

Pewarisan budaya yaitu proses mewarsikan budaya (unsur-unsur budaya) dari satu generasi ke generasi manusia atau masyarakat berikutnya melalui proses pembudayaan (proses belajar budaya). Proses pewarisan budaya dilakukan melalui proses enkulturasi (pembudayaan) dan proses sosialisasi (belajar atau mempelajari budaya).

Paparan ketiga dalam sidang komisi 2 dengan pembicara Abd.Rahman Marasabessy dengan judul Al Quran sebagai sumber kekuatan bagi tumbuhnya kehidupan bersama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai pluralitas.

  1. Al-Qur’ān adalah kitab petunjuk dan rahmat bagi seluruh hamba Allah SWT. Terutama orang-orang Islam yang beriman, karenanya ia harus dijelaskan, dan dioperasionalkan, agar dapat dipahami oleh manusia diberbagai tingkat dan latar belakang sosiokulturnya.
  2. Al-Qur’ān menginformasikan bahwa  pluralisme agama merupakan suatu yang alami (sunnatullah), dan dengan pluralisme manuisia diciptakan, bahkan jikalau Tuhanmu menghendaki tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, dan berselisih pendapat adalah rahmat. Dengan memahami konsep pluralisme agama sebagaimana yang dikehendaki oleh ayat-ayat Al-Qur’ān, dapat diduga setiap muslim dalam pergaulan keseharian dapat mengamalkan dalam pergaulan dengan kelompok manusia yang lain, baik agama, suku bahkan pergaulan antar bangsa.
  3. Pluralisme agama yang dimaksud Al-Qur’ān, bukan saja untuk memberikan kahidupan yang layak intern umat Islam, tetapi lebih dari itu memberikan semangat hidup berdampingan dengan umat lainnya, baik dalam kehidupan keagamaan maupun dalam kehidupan kebangsaan dan antar bangsa. Sungguh para nabi dan agama-agama sebelumnya juga datangnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi kepada para hamba-hamba-Nya.para nabi dan agama-agama sebelumnya juga datangnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Pemberi kepada para hamba-hamba-Nya.