Menko Kesra Agung Laksono mengemukakan empat sertifikat dari UNESCO merupakan simbul pengakuan dunia terhadap beberapa warisan budaya Indonesia, dalam hal ini Wayang Indonesia, Keris Indonesia dan Batik Indonesia. Ketiganya masuk di dalam ”The Representative List of the Intangible Culture Heritage of Humanity”.
Pengakuan dunia tersebut direpresentasikan oleh UNESCO, selaku organisasi tertinggi dunia di bidang kebudayaan di bawah naungan PBB. Pengakuan ini tentu saja sebagai suatu keberhasilan bangsa Indonesia dalam memenuhi persyaratan wajib pada proses nominasi dari warisan budaya tersebut.
“Kita bersyukur karena ternyata sangat banyak usulan dari berbagai negara yang tidak lolos nominasi, apalagi sampai terpilih masuk dalam Representative List tersebut,” kata Menko Kesra di Kemenko, Jumat (5/2) pada acara penyerahan keempat sertifikat tersebut.
Sertifikat tersebut diserahkan Menlu Marty Natalegawa kepada Menko Kesra Agung Laksono. Sertifikat tersebut kemudian diserahkan oleh Menko Kesra kepada Menbudpar Jero Wacik dan yang mewakili Mendiknas. Hadir juga Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB) Arief Rachman, dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.
Satu lagi yang membanggakan, selain ketiga sertifikat tersebut, adalah sertifikat untuk Best Practice Diklat Warisan Batik Indonesia. Ini suatu penghargaan atas kompetensi dan kesungguhan komunitas batik Indonesia dalam memelihara kelestarian batik warisan budaya bangsa Indonesia, melalui pendidikan dan latihan kepada siswa-siswa sekolah.
Penghargaan Best Practice yang diikuti bantuan program atau proyek elaborasi dari UNESCO berupa penyusunan buku, pembuatan Film dan bahan pameran untuk road show promosi keliling dunia oleh UNESCO adalah peluang yang sangat bagus untuk mempromosikan Batik Indonesia ke seluruh dunia.
Dalam konteks ”Best Practice” ini, menurut Menko Kesra nampak adanya potensi besar untuk mengharumkan nama Indonesia. Walaupun nilai proyeknya tidak seberapa besar akan tetapi aspek promosi dari hasil proyek tersebut akan sangat luar biasa besar apabila kita mampu menggarapnya dengan baik.
“Pada kesempatan ini tentu saya ingin mengajak kita semua, Bapak Menbudpar, Bapak Mendiknas, Bapak Menlu, Ibu Menteri Perdagangan dan seluruh fihak terkait, khusunya Masyarakat Batik Indonesia dan lebih khusus kepada fihak Museum Batik di Pekalongan, mari kita bersama memberikan perhatian dan dukungan terhadap pengembangan ”Best Practice” dengan program-programnya,” Kata Menko Kesra.
Dikemukakan, sertifikat UNESCO tersebut masuk dalam kelompok budaya tak benda, yang mengacu pada Konvensi tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda tahun 2003 (Convention on the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage).
Konvensi ini memberikan pengakuan kepada budaya tak benda seperti budaya lisan; seni pentas; adat istiadat dan perayaan; pengetahuan tentang alam dan semesta; kerajinan tradisional.
Keuntungan bagi Indonesia dengan dimasukkannya mata budaya Indonesia kedalam daftar representatif, katanya tidak semata-mata untuk mendapatkan bantuan teknis dan dana dari UNESCO untuk kepentingan konservasi, namun justru yang lebih penting adalah pengakuan dunia terhadap eksistensi seni budaya dan kekayaan alam Indonesia yang menjadi identitas jati diri bangsa.
Dalam kerangka pikir ini, dengan kekayaan budaya bangsa, khususnya budaya tak benda yang begitu banyak, semua pihak ingin bersama-sama berjuang mengusulkan mata budaya-mata budaya lain agar masuk dalam representasi listnya UNESCO.
“Saya selaku focal point akan mendukung usulan usulan tersebut. Dalam hal ini Depbudpar selaku instansi teknis punya kewajiban untuk mendorong masyarakat untuk bersama pemerintah mengusulkan mata budaya lainnya,” tambah Agung.
Pengakuan UNESCO ini diperoleh setelah memenuhi berbagai kriteria yang tidak mudah. Setelah diterimanya sertifikat ini, tidak berarti tugas sudah selesai.
Inskripsi UNESCO ini membawa konsekuensi bahwa pihak-pihak pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan terkait harus terus menerus secara nyata melestarikan dan mengembangkan warisan budaya takbenda, sesuai komitmen yang telah dinyatakannya dalam berkas-berkas yang diajukan kepada UNESCO, agar tetap memenuhi kriteria hingga inskripsi tersebut tidak dicabut kembali.
Hari Batik Nasional
Khususnya terkait dengan Batik Indonesia, kata Agung; Presiden telah menetapkan tangal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Hal ini tentu harus disebaruaskan agar harapan agar Batik Indonesia dapat menjadi Ikon nasional yang membanggakan bangsa.
Selain itu tentu diharapkan secara ekonomi dapat juga memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi rakyat karena semua rakyat Indonesia memakai pakain batik. Hal ini tentunya agar dapat memberi keuntungan bagi para pengrajin dan produsen batik.
Menko Kesra mengajak semua pihak berusaha menjadikan Batik Indonesia sebagai ikon budaya Indonesia yang dikenal di seluruh dunia. Untuk mencapai itu perlu promosi secara terus menerus baik melalui pagelaran budaya, pameran, workshop dan bentuk promosi lainnya.
“Saya dengar perwakilan-perwakilan kita di luar negeri telah melakukan hal ini, untuk itu kepada Pak Marty, Menteri Luar Negeri, kami ucapkan terima kasih atas peran aktif seluruh jajarannya, dan mohon kegiatan ini untuk terus dilanjutkan,” Katanya.
Indonesia juga akan mencalonkan untuk menjadi anggota Intangible Cultural Heritage Commitee (Komite Warisan Budaya Tak Benda UNESCO) yang pemilihannya akan dilakukan pada Sidang Umum Negara Pihak Konvensi bulan Juni mendatang. Agung mengharapkan apabila Indonesia berada di dalam Komite, dapat ikut menentukan arah kegiatan UNESCO dalam konservasi budaya tak benda ini.
“Dengan menjadi anggota komite kita harapkan citra Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya tinggi lebih terangkat. Untuk itu, mohon kepada Pak Menlu agar pencalonan Indonesia di Komite ini dapat berhasil,” tambahnya.
Menko Kesra juga menyampaikan terima kasih kepada Menbudpar Jero Wacik, atas prakarsanya untuk menominasikan berbagai warisan budaya daerah. Angklung Indonesia telah dinominasikan kepada UNESCO tahun 2009 yang lalu. Berkasnya telah dinyatakan lengkap oleh Sekretariat UNESCO, dan pada bulan Mei nanti, akan dibahas Subsidiary Body Komite ICH UNESCO untuk dinilai.
“Kita harapkan Angklung dapat masuk sebagai Representative List pada September/Oktober 2010. Untuk pencalonan selanjutnya, saya pikir kita perlu memprioritaskan mata budaya yang berada di ujung barat dan ujung timur wilayah Indonesia.”
“Dalam kaitan ini saya juga sangat gembira mendapat laporan bahwa pada 11 Februari nanti, Tim peneliti akan berangkat ke Aceh untuk mulai menyusun berkas nominasi Tari Saman. Saya berharap kalau selama ini setiap tahun hanya satu mata budaya yang dinominasikan, untuk kedepan kita bisa mengirim tiga nominasi mata budaya per tahun.”
Proyek pencatatan
Sebagai salah satu kewajiban negara pihak Konvensi 2003 bangsa Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk membuat inventory mata budaya. Untuk itu Menbudpar telah memprakarsai proyek pencatatan seluruh mata budaya takbenda yang ada di Tanah Air, dan diharapkan semua pihak akan mendukung upaya-upaya ini untuk melestarikan dan mengembangkan warisan budaya, sebagai bagian penting jati diri dan kesejahteraan batin bangsa Indonesia.
“Mewariskan budaya kepada anak cucu kita juga merupakan hal yang penting dalam proses konservasi. Untuk itu kita menyambut baik pengakuan UNESCO terhadap best parctices yang telah dilakukan oleh Diklat Warisan Budaya Batik untuk Siswa SD, SMP, SMA, SMK dan Politeknik dalam Kerjasama dengan Museum Batik di Pekalongan. Praktek ini telah dikembangkan di Pekalongan sejak tahun 2006 dan juga di beberapa tempat lain.”
“Gagasan memasukkan modul-modul warisan budaya setempat kedalam kurikulum pendidikan formal sebagai muatan lokal telah dipilih oleh UNESCO sebagai ”Best Practice” atau cara terbaik untuk menjamin transmisi warisan budaya kepada generasi penerus,” tambah Menko Kesra.